Deretan dress dan kemeja formal berjejer cantik di sekitar Minchae, semua barang disini adalah merk ternama yang harganya tidak berani Minchae tanyakan. Bukan karena takut dianggap tidak memiliki uang sebanyak harga baju yang ia tanyakan, tapi lebih ke tau diri saja sebab sudah jelas uang sakunya selama satu bulan pun tak akan mampu untuk membelinya.
Nyonya Myunghe tengah duduk dengan elegan dikursi khusus pelanggan terhormat di toko itu. Para pelayan satu persatu mengeluarkan baju terbaik yang mereka miliki di toko untuk di tunjuk kan pada nyonya Myunghe. Disini Minchae sadar perbedaan antara dirinya dengan beliau, mereka para orang kaya tidak pernah risau untuk berbelanja barang-barang mahal, sedangkan dirinya membeli satu baju saja harus berpikir berulang kali karena jika membeli baju bagus berarti ia harus menahan lapar selama satu bulan.
"Nona anda mahasiswi dari Universitas J? hebat sekali, kau pasti merupakan mahasiswa yang cerdas." salah satu pelayan mengatakan hal itu dengan suara yang cukup jelas sehingga semua orang di ruangan tersebut bisa mendengarnya.
"Wahh benarkah?"
"Pasti menyenangkan jadi anda karena selain cantik anda juga pintar."
"Ti-tidak, aku tidak seperti itu." jawab Minchae sungkan.
Beberapa pelayan lain ikut menimpali dan menunjukkan kekaguman mereka. Di satu sdan, nyonya Myunghe menunjukkan ekspresi ketidaksukaan nya setelah mendengar semua orang mengelu-elukan pribadi gadis dengan tumpukan buku di tangan nya. Wajahnya sangat suram seperti seseorang telah menghancurkan mood nya hari ini.
"Aku akan pergi." ujar Myunghe sembari bangkit dari duduknya setelah baju-baju yang ia beli sudah siap untuk ia bawa. Minchae jelas tau, dirinya sedang dalam bahaya karena telah merusak mood nyonya Myunghe.
Keringat bercucuran dari dahi hingga menetes ke kedua pelipis nya. Pandangan nya bergetar bersamaan jantungnya berdebar lebih cepat karena rasa khawatir. Semua pelayan disana tak ada yang menyadari sesuatu hal mengganjal telah terjadi, mereka tidak sadar dengan memuji Minchae di depan Myunghe merupakan bencana besar baginya.
-
"Cihh!!"
"Belagu sekali kau baru masuk di Universitas J saja?!" nyonya Myunghe menghentikan langkahnya setelah memasuki ruangan yang tidak dapat dilihat siapapun, apa yang tengah ia lakukan di dalamnya.
"Gadis rendahan sepertimu tidak pantas untuk pamer!!" tangan Myunghe mendorong tubuh Minchae ke belakang hingga gadis itu terjatuh kebelakang hingga buku-buku dan tas belanja yang ia bawa berserakan di lantai.
*Apalagi ini? aku tidak melakukan kesalahan apapun tapi selalu saja dianggap salah.* batin Minchae, ia menahan rasa sakit pada kakinya yang sepertinya terkilir setelah terdorong tadi.
"DASAR GADIS TIDAK TAHU DIRI, JADI PELACUR SAJA KAU!!!"
Myunghe mengeluarkan seluruh tenaganya untuk berteriak sekencang mungkin demi mencaci Minchae untuk terahir kalinya sebelum ia pergi meninggalkan ruangan tanpa merasa bersalah sedikitpun. Ia tidak lagi peduli apakah ada orang lain yang mendengar ucapan nya atau tidak, yang ada di kepalanya hanyalah ingin meluapkan rasa kesal nya pada Minchae.
Tinggal lah Minchae sendirian di dalam ruangan kosong beserta buku-buku nya yang baru beberapa jam lalu ia pinjam dari perpustakaan. Jiwanya lelah, ia sungguh lelah dengan kehidupan menyedihkan yang ia rasakan sedari ia kecil.
"Tidak, Minchae. Seharusnya kau biak-baik saja. Tadi itu bukan apa-apa. Kau sudah mengalami banyak hal yang lebih parah dari itu." ucap Minchae pada dirinya sendiri, memang pada saat seperti ini hanya dirinya sendirilah yang mampu menguatkan hatinya.
Dengan tangan lemah sedikit gemetar, tangan nya mencoba meraih beberapa lembaran kertas yang mencuat keluar dari dalam buku. Yas, buku itu rusak karena saking kerasnya saat tadi terjatuh. Kalau sudah begini tetap Minchae yang harus bertanggung jawab padahal demi Tuhan bukan salahnya jika buku itu rusak sampai seperti ini.
Tarik nafas...
Buang..
Tarik lagiii..
Buang..
Tangan nya mengusap bekas air mata yang merembes keluar. Menyelipkan anak rambut yang menghalangi penglihatan. Lalu setelah merasa lebih baik, ia kembali merapikan buku-bukunya dari mulai yang terdekat. Saat akan mengambil buku yang kedua, tangan seseorang sedang mengulur ke arah buku yang sama sehingga mereka berdua sama-sama memegang buku itu.
Minchae terkejut dan mulai mendongak kan pandangan nya demi mencari tahu siapa sosok yang ada di depan nya. "Kau baik-baik saja?" tanya orang itu setelah matanya bertatapan dengan Minchae.
Apakah jika orang lain berada di posisi Minchae akan merasa se terharu ini? jujur, saat ini Minchae ingin meloloskan lebih banyak air mata setelah seseorang bertanya mengenai keadaan nya. Apakah Minchae berlebihan?
*Kau adalah orang pertama yang peduli padaku*
-
"Lucu sekali. Ternyata aku hanya berpindah dari masalah satu ke masalah yang lain." ucap Minchae setelah menyeruput teh hangat yang aromanya menggugah indra penciuman miliknya.
Minchae menoleh ke luar jendela tepat ketika dua burung merpati terbang bersama diluar sana, ia tersenyum kecut karena merasa tersindir oleh kemesraan dua burung itu. Bahkan hewan saja bisa merasakan keromantisan dalam hubungan. Ia jadi malu sendiri, setelah sadar dirinya iri pada hewan.
Menepuk pipinya sendiri agar kembali fokus dengan tugasnya yang harus segera ia selesaikan. Kalau tugasnya bisa selesai cepat maka ia juga bisa cepat bersantai. Saking fokusnya ia sendiri tidak sadar bahwa dahinya sampai berkerut dan bibirnya berkerucut maju.
Bayangan desain-desain bangunan mengelilingi kepalanya, ia berusaha berpikir dengan cepat dan tepat karena punggungnya sudah merindukan sandaran sofa. Rahasia Minchae dikenal sebagai mahasiswi yang rajin bukanlah semata-mata karena ia sangat menyukai tugas-tugas yang diberikan padanya. Namun karena ia ingin segera menyelesaikan semuanya agar pikiran dan tenaganya bisa segera beristirahat.
Jika teman-teman nya selesai mengerjakan tugas selama dua hari, ia hanya membutuhkan waktu tiga jam saja, itupun sudah beserta istirahat beberapa kali. Memang pada dasarnya orang pintar itu selalu memiliki caranya sendiri dalam melakukan sesuatu.
"Ini sudah jam 10?" Minchae baru bisa bernafas dengan lega jika tugasnya sudah ia selesaikan dengan tuntas, meskipun menghabiskan waktu yang tidak sebentar. Jam dinding berwarna biru itu dari tadi seperti membisikkan sesuatu pada telinga Minchae yang menunjukkan hari sudah semakin malam, jadi Minchae harus segera berlari dalam mengerjakan tugasnya hingga bisa selesai seperti sekarang.
Pandangan mata Minchae melirik ke arah pintu kamar Seojun yang mana pria itu sudah dua kali keluar masuk kamar, ia memang tidak melihat secara langsung tapi bisa merasakan bayangan seseorang dari sudut matanya.
Ruang tamu yang luas ini rasanya selalu sepi karena dua orang penghuni rumah tidak pernah duduk bersama di ruangan ini jika bukan karena membahas suatu hal yang penting. Saat Seojun berada di ruang tamu maka secepat mungkin Minchae pergi dari sana karena memang ia merasa tidak nyaman jika hanya berdua saja dengan pria itu di dalam satu ruangan yang sama.
Begitu juga saat Minchae yang berada di ruang tamu, sepertinya Seojun juga tidak ingin mendekat.