Ini sudah pukul 10 pagi, Jam istirahat baru berjalan beberapa menit. awalnya Avara hanya ingin diam di kelas saja, malas sekali jika harus berjalan sendiri ke kantin. Apalagi jika bertemu Novi ia pasti di bully habis-habisan. Namun angin hari itu membuat dirinya bergidik, ia belum memasukkan apa pun ke dalam perutnya. Tadi pagi ia bangun terlambat dan tak sempat sarapan. Akhirnya ia terpaksa untuk segera makan di kantin. Bisa-bisa asam lambungnya naik.
Baru saja ia melangkah keluar, ia sudah di sambut siswa berparas rapi dan menarik. Siswa itu menenteng dua kotak bekal, sepertinya akan di berikan untuk Vara. "Selamat pagi Vara,"
"Hai.. Kak Fahri? Ada apa?"
"Mau ke kantin ya?" Tanyanya
"Iya kak. Kenapa?"
Fahri menyerahkan satu bekalnya kepada Avara. "Nih buat kamu. Makan di kantin yuk,"
"Gak usah kak, aku jajan di kantin aja,"
"Aku sengaja loh bawa ini buat kamu. Terima ya,"
Tak enak hati, Avara pun meraih bekalnya dari tangan Fahri. "Yaudah. Makasih ya Kak," Ia berjalan mendahului Fahri menuju Kantin.
***
Setelah lamanya putusan kepala sekolah dan guru-guru, juga karena bantahan Novi akhirnya Langit, Danu dan Alex hanya di berikan surat peringatan terakhir. Kala itu Novi benar-benar menjadi malaikat penolong untuk mereka. "Gue gak tau harus ngomong apa lagi sama lo," Ucap Langit setelah urusannya di nyatakan selesai.
"Gue cuman mau lo jauhin Vara. Semenjak ada dia lo jadi sial, gue gak mau ada hal buruk lagi terjadi sama lo,"
"Gue gak bisa Nov. Gue bakal lakuin apa aja asal jangan itu,"
"Jauhin atau gue berubah pikiran,"
Langit terdiam sejenak. Apa ia harus menjauh dari Avara? Rasanya sangat berat. "I-iya yaudah. Deal,"
Setelah permintaannya di sepakati Langit, Novi segera kembali ke kelasnya. Ia rasa sudah tidak ada lagi urusan dengan mantannya ini.
Danu menepuk halus pundaknya. "Lo yakin Lang?"
"Lagian gue juga gak bisa banyak berharap sama Vara. Yang penting sekarang, kita harus cari tau siapa cepu di sekolah ini,"
"Siapa ya? Apa ini juga termasuk rencana Mantle? Lo nyadar kan semalem mereka tiba-tiba minta damai, dan mereka gak ngelawan sama sekali. Kesannya kita yang sadis, dan mereka tertindas gitu," Balas Danu
"Berarti si cepu sama Mantle sekongkol? Apa ada anggota Mantle di sekolah ini? Dia juga yang buat lo dihukum waktu Vara pingsan?" Lanjut Alex
"Sialan!"
"Udah-udah nanti kita cari tau lagi. mending sekarang makan dulu, gue belum sarapan nih," Sanggah Danu.
"Nah bener tuh. Gue aja di telpon pas masih tidur," Lanjut Alex.
Usul dari kedua sahabatnya di setujui Langit. Tidak ada salahnya jika hari ini makan di kantin, barangkali bertemu dengan Avara. Jika dekat sebuah ke tidak mungkinan, melihat Avara saja sudah lebih cukup. Ketiganya pun langsung merubah tujuannya sebelum benar-benar pulang dari gedung itu.
Mereka sudah di area kantin karena jaraknya tidak terlalu jauh dari ruang guru. Langit langsung memainkan matanya mencari seseorang yang ada di pikirannya. Ia tersenyum begitu melihat seorang siswi pujaan hatinya sedang makan sendirian. Dalam hitungan detik senyumnya sirna begitu melihat gadis itu di hampiri laki-laki yang tak asing baginya. Laki-laki itu duduk dengan bebas di hadapan Avara. Tidak ambil pusing. Ia rasa ini sudah saatnya menjauhi Avara. Langit dan kedua sahabatnya lebih memilih bangku yang agak jauh dari posisi Avara.
Sepanjang ia makan, rasanya hambar. Perutnya sudah begah tapi ia sama sekali tak menikmati makanannya. Pemandangan di depannya terlalu menyakitkan.
"Kak, Vara ke kelas duluan ya. Gak papa kan?"
"Mau sekarang? Yaudah aku masih nunggu temen sebentar,"
"Yaudah Kak. Makasih ya makanannya, Vara suka."
"Syukurlah. Yaudah hati-hati ya,"
Avara mengangguk. Lalu berdiri dan meninggalkan Fahri. Sebenarnya ia tak banyak melirik ke sana ke sini. Tapi objek di salah satu meja membuat ia terus menilik objek itu. "Langit?" Avara mulai percaya setelah tatapan Langit menjawab keraguannya. "Hai.. kok di sini?" Lanjutnya.
"Iya, lagi ada urusan,"
"Ada apa?"
"Ada masalah sedikit,"
"Hm, Gue mau jelasin soal kemarin dan." Avara melirik ke belakang kepada laki-laki yang baru saja menemaninya makan.
Rupanya Langit mengerti yang di maksudkan Vara. Ia tersenyum "Gue masih ada urusan Va. Lo ke kelas aja ya, udah mau bel juga. Habis ini pelajaran pak Budi, Pak Budi gak suka orang yang telat."
Avara menunduk jam pembelajaran masih 10 menit lagi. di balik semua perkataan Langit, ia sadar Langit sedang tidak ingin berbicara dengannya. "Yaudah.. Tapi nanti bisa belajar bareng?"
"Gue masih banyak urusan Va. Gak dulu ya,"
Avara mengangguk mengerti. "Yaudah gak papa, gue ke kelas dulu,"
***
"Arrghhh Novi sialan!" Rere terlihat emosi. Ia membanting semua yang ada di hadapannya. Kondisi kelas yang sepi membuat ia leluasa untuk meluapkan emosinya.
"Re? Kenapa?" Avara yang saat itu baru masuk pun heran dengan tingkah Rere. Apa ada masalah dengannya?
"Gue gak papa. Tapi lo udah tau kasus Langit?"
Avara terkejut mendengarnya. Apa ini yang Langit sebut masalah? "Kasus? Kasus apa?"
"Semalem dia nyerang markas geng motor yang kemarin nyerang sekolah,"
"Hah? Aldo? Terus gimana dia? Tadi gue ketemu sih, tapi gak banyak ngobrol sama dia,"
"Iya tadi Langit, Danu sama Alex di panggil sama kepala sekolah. Awalnya mereka mau di DO, tapi Novi protes. Jadi mereka cuman di kasih surat peringatan,"
"Ya ampun, kok dia gak cerita sih tadi. Semarah itu dia sama gue," Monolognya.
"Gue gak salah kan ngelarang lo buat jauhin Langit? Lo anak baik-baik Va. Gue gak mau lo kebawa-bawa sama kasus dia,"
"Gue minta maaf Re. Gue juga lagi berusaha ngejauhin dia kok. Demi lo,"
"Lo serius?"
"Langit kayaknya marah kemarin liat gue boncengan sama Kak Fahri. Mumpung dia lagi marah, gue bisa jauhin dia dengan alasan deket sama Kak Fahri," Ucapnya.
Rere tersenyum lebar. Setelah seharian tak mau bicara dengan Avara, baru kali ini ia bisa tersenyum lagi untuknya. "Gue sayang sama lo," Rere memeluk hangat tubuh Avara. Begitu pun Avara, ia membalasnya sangat erat. "Baikkan ya?"
"Iya Vara,"
***
"Lo yakin mau relain Vara?" Tanya Alex
"Mumpung masih ada orangnya, sikat gak?" Danu melirik Fahri singkat.
Langit tak menjawab ucapan siapa pun. Ia bangkit menatap Fahri, apakah akan ada baku hantam lagi?
Ia melangkahkan kakinya mendekati Fahri, mimik wajahnya sama sekali sulit untuk di tebak ia marah atau tidak. Yang jelas ia hanya memasang wajah datar.
"Ri," Sapanya?"
Fahri menatap balik seseorang yang memanggilnya. Jantungnya berdebar tak beraturan. "Kenapa?"
"Kok panik?"
"Enggak. Ada apa sih?" Bantahnya.
"Lo suka sama Vara?"
"Emang lo siapanya Vara?"
"Gue tanya baik-baik sama lo. Lo suka sama dia?" Langit sedikit meninggikan nada bicaranya.
"Emang kenapa kalo gue suka sama dia?" Balas Fahri yang juga ikut meninggikan intonasinya.
Langit menekan kedua bahu Fahri. Ia menatap tajam matanya. "Jagain dia. Sampe gue denger dia nangis karena lo, lo habis di tangan gue," Langit menghempas kasar kakak kelasnya.
***
~To be continued~