Chereads / CINTA DARI LANGIT / Chapter 25 - 25 || Jangan Pergi

Chapter 25 - 25 || Jangan Pergi

Seorang siswi Natakusuma turun dari sebuah motor bersama seorang siswa yang memakai seragam berbeda dengannya. Keduanya sangat terlihat akrab. Terbukti dari tidak adanya rasa canggung di antara mereka, keduanya berjalan sejajar melewati pintu masuk sebuah rumah sakit. Kedua matanya saling sibuk mencari sebuah ruangan yang entah di mana. Rupanya Rere benar-benar pergi ke rumah sakit seperti alasannya pada Avara. Tapi siapa siswa asing di sampingnya? Apakah kerabatnya juga.

Sudah sekitar 5 menit Rere dan teman laki-lakinya menyusuri lorong rumah sakit. Ia tak kunjung menemukan juga di mana ruangannya. "Ruangan apa sih? Dari tadi gak nemu-nemu," decaknya.

"Katanya sih flamboyan. Tapi gue lupa nomornya, 3 apa 2 ya," Balas laki-laki di sampingnya. "Yaudah kita coba dulu aja ke sana yuk," Lanjutnya menunjuk ke arah salah satu ruangan di antara mereka.

Keduanya kembali berjalan beriringan menuju ruangan yang mereka duga sebagai tujuannya. Teman Laki-laki Rere mulai mengintip dari kaca kecil di pintunya, sedangkan Rere hanya berdiam di belakangnya menunggu temannya ini. "Bener Re ini Ruangannya," Ucapnya yang kemudian mulai membuka pintunya perlahan.

Kini di hadapan Rere sudah berada seorang pasien berusia sama dengannya. Rere mendekat dan duduk di kursi di samping pria terbaring itu. Sedangkan temannya yang tadi hanya menunggu di sofa. "Gue udah bilang ke nyokap lo kalo lo lagi ikut camp,"

Laki-laki itu mengangguk. "Makasih,"

"Gimana keadaan lo sekarang?" Tanya Rere

"Udah mendingan. Kata dokter besok juga balik,"

"Bagus lah,"

"Gimana rencana kita?"

"Mereka di bela Novi. Anak ketua yayasan, guru-guru aja takut sama dia,"

"Chhkk, terus Avara?" Tanya pria terbaring itu

"Dia udah mulai jauh sama Langit. Dia juga udah mulai deket sama cowok suruhan gue,"

"Gue gak mau dia jadi suka beneran sama cowok itu,"

"Udah lo gak usah mikirin itu. Lo fokus aja sama kesembuhan lo,"

Pria berbaring itu kini mulai duduk, ia membuka laci nakasnya dan memberikan satu pesawat kertas dan sebuah boneka kepada Rere. "Gue nitip ini lagi ya," Ucapnya

"Lo beneran cinta sama dia? Gak usah pake hati kenapa sih Do? Sebenernya gue sakit hati banget tiap sama dia. Saking nahannya rasa benci gue," Rere menekankan kalimat terakhirnya.

"Gue bener-bener cinta sama dia, gue gak mau dia suka sama orang selain gue,"

"Do, Dari awal tujuan kita balas dendam. Gue udah berusaha buat jatuhin Langit, sekarang dukung gue juga dong buat jatuhin Avara. Lo inget kan gimana Vara memperlakukan lo? Lo juga bilang lo mau balas dendam sama dia. Ayo kita sama-sama balesin dendam kita ke dia, plis lah Do ngalah dulu sama hati lo,"

Pria yang ternyata bernama Aldo itu diam merenung. "Ngeliat Avara, gue juga benci Re, Tapi hati gue gak bisa bohong, gue cinta sama dia. Gue pengen dia cinta lagi sama gue, baru gue bisa balesin dendam gue. Lo boleh ngerjain dia apa aja, tapi gue minta jangan sampe ngebahayain nyawa dia,"

"Gue ngerti. Tapi buat ngasih ini kayaknya gak bisa, Vara masih nyangka itu dari si Langit. Dan sekarang mereka lagi jauh, gak mungkin gue ngasih itu lagi,"

"Yaudah nanti aja,"

***

Masih di tempat yang sama dan Avara masih dengan pikirannya yang sama tentang pesawat kertas yang sering hadir untuknya "Lo bisa bikin pesawat kertas?" Tanya Avara

"Kenapa nanya kayak gitu? Lo mau di bikinin?"

"Gue sering dapet kiriman pesawat kertas. Gue kira dari lo,"

Langit terkejut mendengarnya, ia menatap Avara sungguh serius. "Hah? Mana coba liat,"

Avara mulai membuka tasnya dan mengambil beberapa pesawat kertas di dalamnya. Langit pun mulai meraihnya dan menilik pesawat kertasnya satu persatu. "Kalo gue mau ngucapin kayak ginian, ya tinggal ngomong lah sama lo. 'Semangat ya belajarnya, selamat tidur. Blablabla' apa susahnya,"

"Jadi ini bukan lo?"

"Ya bukan lah. Gue aja gak bisa bikin pesawat kertas, dari kecil gue udah benci banget sama pesawat karena dia yang udah bawa orang tua gue pergi jauh. Coba kalo gak ada pesawat pasti orang tua gue gak akan pergi,"

"Sorry, ya habisnya pas gue dapet kertas itu terus gue liat lo, lo malah senyum. Dan yang tau rumah gue cuman lo,"

"Bisa aja Kak Fahri,"

"Kak Fahri baru kemarin tau rumah gue,"

"Ya bisa aja nyuruh orang, Rere, atau siapa gitu,"

"Kalo beneran Kak Fahri, berarti dia suka banget ya sama gue? Sampe niat gini. Jadi baper," Avara tersenyum kecil di hadapan wajah kesal Langit.

"Ya iya kali,"

"Lo cemburu ya?" Godanya

"Iya," Balasnya menunduk

"Jadi gak boleh nih gue deket sama Kak Fahri?"

Kepalanya kembali ia tegakkan dan menatap Avara begitu intens "Va, gue kan udah bilang. Gue gak berhak atur perasaan lo, gue dukung kok kalo lo suka sama Kak Fahri. Dia orang baik, gue tau dia,"

"Lang. apa pun yang terjadi sama gue dan Kak Fahri, gue gak akan pernah tinggalin lo, gue gak akan ke mana-mana. Gue bakal jaga rahasia lo, gue juga bakal berusaha buat wujud in permintaan lo. Tapi lo sabar ya, kita harus berjarak dulu,"

Semakin lama, Langit semakin dalam menatap Avara. Lalu ia mengangguk dan tersenyum "Makasih ya,"

"Tapi gue selalu berharap. Permintaan lo itu gak akan pernah terwujud. Gue gak mau itu terjadi, Lo harus tetep di sini Langit. Jangan pergi ya,"

"Gue gak janji Vara. Gue gak tau tuhan ngasih gue hidup berapa detik lagi. Gue gak minta lo jadi pacar gue atau apa pun. gue cuman minta itu dari lo,"

"Tapi lo, nyakitin gue."

"Lo sakit pas jenazah gue masih di depan mata lo aja. Nanti enggak, kalo lo kangen sama gue, lo liat ke atas, lo rasain hati lo, Langit gak bener-bener pergi. Dia masih ada nemenin lo,"

Avara menunduk terenyuh. Sedikit lagi ia akan menumpahkan air bening. Langit sigap menengadahkan wajah Avara ia mengusap kedua matanya yang sedikit lagi akan menjatuhkan air matanya. "Jangan nangis. Gue ngajak lo ke sini, gak bermaksud bikin lo nangis. Gue kangen sama Lo Va,"

Avara tersenyum "Kita pulang yuk, mau belajar gak hari ini?"

Langit menggeleng tegas. "Gue mau jalan-jalan sama lo,"

"Ke mana?"

"Ke mana pun lo mau,"

"Yuk,"

"Sebentar, lo duluan ya tunggu gue di halte. Nanti gue nyusul,"

"Kenapa?"

"Gue takut Novi belum pulang,"

"Yaudah gue tunggu ya,"

"Hati-hati turunnya," Langit beranjak. "Yuk gue bantuin, pelan-pelan,"

~To be continued~