Chereads / CINTA DARI LANGIT / Chapter 27 - 27 || Dendam

Chapter 27 - 27 || Dendam

Di tempat yang sama dengan Langit dan Avara singgahi tadi, Alex dan Rere sedang menikmati es krim pesanannya. Meskipun Langit melihat keberadaan mereka, tapi untung lah Rere tak sampai melihat Langit dan Avara. Bisa-bisa Rere akan marah besar kepada Avara.

"Re. Gue boleh nanya gak?" Tanya Alex memulai pembicaraan

"Apa?"

"Kok waktu itu lo bisa nuduh Fahri sih?"

"Yang gue liat gitu. Gue ketemu dia deket lokasi 10 menit sebelum guru piket nemuin botolnya,"

"Bukan karena lo dendam sama dia karena MPLS dulu kan?"

"Enggak lah. Gue udah lupain kejadian itu. Kita juga udah berdamai kan waktu itu, jadi ya yaudah lah. Itu juga salah gue sendiri."

"Tapi sekarang dia jadi ketua osis lagi. Apa gak jadi di pecat?"

"Dia udah dapet bukti kalo miras itu bukan punya dia,"

"Hah? Terus punya siapa?"

"Gue gak tau pasti sih, yang jelas itu bukti yang kuat,"

Alex membalasnya dengan anggukkan mengerti. Sepertinya ia tak ingin membahas lebih jauh lagi soal Fahri.

"Oh iya Lex, sebenernya ada kejadian apa sih kemarin sampe lo hampir di DO?"

"Di malem penyerangan itu ada orang yang sengaja ngerekam aksi kita. Dan anehnya Mereka tuh gak banyak ngelawan, sedangkan si Langit lagi panas-panasnya banget karena gue kasih tau dia kalo Vara boncengan sama Fahri."

"Hah? Serius? Vara sama Fahri?" Rere memajukan wajahnya dan mengerutkan kedua alisnya.

"Iya, makanya Si Langit emosi banget jadi keliatan arogan banget. Kayaknya di sekolah ada mata-matanya Mantle deh,"

"Ha? Serius? Terus rencana kalian apa? Mau cari tau orangnya?"

"Iya. Sampe kapan pun kita gak akan nyerah buat nemuin tuh orang,"

"Dengan cara?" Semakin intens Rere memandang Alex, mencari tahu apa yang akan mereka rencanakan.

"Lo kenapa sih gitu banget? Udah biarin ini mah urusan YoungStar. Lo gak akan ngerti,"

Rere tersenyum kecewa. Ia masih belum tahu apa yang akan mereka lakukan untuk menemukan orang itu. "Enggak sih. Gue ngerasa gak habis pikir aja sama tuh orang,"

"Sama. Tapi udah lah bukan tempatnya ngomongin masalah itu di sini,"

Rere mengangguk pasrah.

***

Malan ini Rere di hantui rasa cemas perihal pernyataan Alex yang akan mencari tau siapa mata-mata di sekolahnya. Sejak pembicaraannya di kedai es krim tadi Rere menjadi sedikit pendiam. Tak ingin keresahannya semakin kalut, Rere segera mengambil ponselnya dan menghubungi Aldo. "Do, mereka bakal cari tau siapa cepu di sekolah. Gue harus gimana?" Ucapnya mendahului.

"Lo tetep tenang. Jangan pernah merasa bersalah di depan mereka, lo tetep pantau mereka. Yang terpenting lo deketin terus si Alex, cari tau lebih banyak lagi dari dia,"

"Tapi gue takut ketauan Do,"

"Bukan lo sendiri kan yang ngasih video itu ke guru?"

"Bukan sih. Gue nyuruh orang lain,"

"Selam dia gak ngomong. lo aman,"

"Yaudah deh gitu aja. Nanti kalo ada kabar terbaru gue telpon lo lagi,"

"Yaudah,"

Panggilannya Rere akhiri. Meski masih ada sedikit keresahan di hatinya. Ia kembali memutar memori awal-awal Avara menjadi murid baru di sekolahnya. Waktu itu juga yang membuat Rere dan Aldo melakukan kesepakatan.

*Flashback on

Setelah mengunci Avara di toilet, Rere segera keluar dari area toilet dengan mengendap-endap. Bahkan setengah perjalanan ia berlari dengan cepat menuju halte untuk menghindari kecurigaan siswa-siswi yang lain. Saat sedang menunggu angkutan umum, matanya menangkap pengendara motor yang berhenti di hadapannya. Laki-laki di atas motor itu tidak membuka helmnya tapi Rere sangat mengenali siapa laki-laki itu. "Gue pikir lo sama Vara," Ucap laki-laki itu.

"Lo ngapain sih ke sini? Gue gak mau ya ada orang yang tau kalo gue kenal sama lo,"

"Emang kenapa sih?"

"Udah deh buruan pergi," Rere segera naik ke atas motornya dan memaksa Aldo untuk segera membawanya pergi.

Setelah menjauh dari gedung sekolah, mereka memutuskan untuk mengobrol di suatu tempat. Tempat yang tak mungkin di jangkau anak SMA Natakusuma tentunya.

"Kenapa sih Re?" Tanya laki-laki itu lagi.

"Gue gak mau Vara sampe tau gue sama lo sepupuan,"

"Kenapa? Lo udah tau hubungan gue sama Vara?"

"Iya. Gue juga tau sesakit apa perlakuan dia ke lo,"

"Iya dia mempermalukan gue di depan banyak orang. Itu malu banget Re,"

"Orang kayak dia emang pantes buat di kasih pelajaran. Lo inget kasus Kak Rani?"

"Iya. Kenapa?"

"Yang ngehamilin Kak Rani itu Alvaro Kakaknya Vara. Dia perkosa Kak Rani sampe Kak Rani hamil, dia gak ngaku sama sekali sampe Kak Rani depresi dan bunuh diri,"

"Vara punya Abang?"

"Iya, Dulu dia pernah cerita Abangnya udah lama di Bangkok, dia tinggal di sana karena Nyokapnya marah besar sama dia,"

"Jadi lo dendam sama Vara?"

"Iya, gue benci banget sama dia. Gue pengen dia ngerasain apa yang Kak Rani alami,"

"Lo mau ngelakuin apa sama dia?"

"Lo khawatir? Lo masih cinta sama dia?"

"Gue cinta sama dia, tapi gue juga benci banget sama dia,"

"Lo tau kalo Vara deket sama si Langit?"

"Langit musuh gue?"

"Iya. Dia ngejar-ngejar Vara mulu,"

"Anjing!"

"Kita punya misi yang sama. Gue hancurin Avara, lo hancurin Langit,"

"Iya, tapi kita harus pelan-pelan lakuinnya. Jangan sampe Vara ataupun Langit tau lo siapa sebenernya,"

Rere mengangguk mengerti. "Iya,"

Flashback off*

***

Pagi ini Avara tak bangun siang lagi. Semalam ia tidur sangat cukup karena sepulang dari mall kemarin ia sangat ke capean dan langsung beristirahat.

Masih ada waktu 15 menit lagi untuk bersiap-siap. Setelah sarapannya habis, ia hanya duduk di teras menunggu Rere. Ia mengeluarkan ponselnya dan memilih untuk menghubungi Langit. Ia sadar di sekolah nanti ia tidak akan bisa menanyakan kabarnya.

"Selamat pagi cantik," Ucap pria di sana mendahului

"Selamat pagi,"

"Tumben telpon? Ada apa?"

"Gimana kabar lo? Baik-baik aja kan?"

"Baik cantik. Udah mau berangkat ya?"

"Iya nih lagi nunggu Rere juga,"

"Awas loh ketauan,"

"Enggak dong kan pake Airpods dari lo,"

"Pake terus ya. Nanti gue telpon lagi. Gue mau siap-siap dulu,"

"Yaudah. Sampe ketemu di sekolah ya,"

"Siap cantik,"

Langit sengaja mengakhiri panggilannya. Sebenarnya ia masih bersantai di kamarnya. Setelah mandi tadi kepalanya kembali terasa sakit. Sepertinya akhir-akhir ini kepalanya sering terasa sakit.

"Arrghhh. Lo bisa Langit, lo harus baik-baik aja." ia mengambil botol obatnya dan mengeluarkan beberapa pil, ia segera menegaknya dengan segelas air putih yang di siapkan bi Murni. Lalu ia mengambil ponselnya kembali untuk memesan ojek online karena ia tidak mau ambil risiko jika membawa motor sendiri.

~To be continued~