Chereads / CINTA DARI LANGIT / Chapter 24 - 24 || Bertemu

Chapter 24 - 24 || Bertemu

10 menit sudah berlalu, Rere berdesis kesal pasalnya orang yang ia tunggu-tunggu tak kunjung menemuinya. Daripada harus terus menerus menunggu yang tidak pasti, ia memutuskan untuk menghubungi orangnya. Namun belum genap oa menekan 'panggil' Seseorang sudah berada di belakangnya. "Re," Ucap orang itu

"Ke mana aja sih?" Geram Rere

"Ada urusan di ruang osis. Kenapa?"

"Lo gimana sih? Kan gue bilang jangan sampe ada yang tau. Lo bilang-bilang ke Novi?"

"Enggak. Gue aja ketemu sama pak Zaka diem-diem,"

"Terus kenapa Novi bisa belain dia?"

"Ya gue gak tau Re. Dari bokapnya kali,"

"Chhkkk," Rere bercak kesal mendengar Alasan yang Fahri ucapkan.

"Oh iya Gue udah gak mau lo suruh-suruh kayak gini lagi. Lagian buat apa sih lo ngejatuhin Langit? Lo punya dendam apa sama dia? Jangan-jangan habis ini lo mau jatuhin Avara juga?" Cecar Fahri

"Di jaga ya kalo ngomong! Lagian gue tunjukin bukti yang bener kan. Emang si Langit itu kriminal harusnya lo berterima kasih sama gue, lo bisa di puji pihak sekolah karena laporin hal penting in.

"Gue gak sejahat itu ya. Mereka ngelakuin ini karena bela sekolah. Mulai sekarang Gue gak sudi lo suruh-suruh gituan lagi,"

"Oh gitu? Lo harus tau, miras kemarin gak ada apa-apanya. Gue bisa bikin nama lo lebih buruk lagi," Rere menatap marah wajah Fahri.

"Jadi miras itu cuman akal-akalan lo doang? Lo cuman neken gue biar gue jadi budak lo? Lo juga sebenernya ada dendam apa sih sama gue? Soal MPLS dulu?" Serang Fahri

"Maksud gue, gue bisa bikin nama lo lebih buruk dari kasus miras kemarin. Bukan berarti gue dalangnya!"

"Ngaku aja deh Re! Sebenernya lo ngerencanain apa sih?"

"Nurut sama gue, atau nama lo tambah buruk?"

"Picik lo ya!" Fahri meninggalkan Rere sendirian bersama wajah kesalnya.

***

"Nih.. makasih katanya," Danu menyodorkan kotak bekalnya kepada Avara.

"Gimana katanya? Ada ngomong sesuatu gak?" Balasnya.

"Gak ada sih. Tapi makanannya dia yang abisin kok gak di pinta siapa pun sumpah,"

"Ya gak masalah sih. Yang penting habis,"

"Tapi dia kayak nulis sesuatu deh. Coba deh lo liat,"

"Di dalem?"

"Iya. Tapi ya maaf kalo kertasnya agak berminyak, bekas gorengan soalnya,"

"Ada-ada aja sih. Yaudah makasih loh Nu,"

"Iyee, kayak sama siapa aja sih, yaudah gue ke sana dulu ya," Danu melanjutkan langkahnya menuju bangkunya menyusul Langit dan Alex.

Avara segera membuka kotak bekalnya sebelum Rere kembali. Ia mengambil kertasnya dengan mencubitnya menggunakan dua jarinya begitu pun dengan membukanya. Karena kertas itu benar-benar sedikit berminyak.

'Hai cantik.. apa kabar? udah lama ya gak ngobrol. Btw, bilangin terima kasih ke bunda mertua. saladnya enak banget. Pulang sekolah gue tunggu di rooftop ya, kalo gak tau jalannya lo ke toilet lantai 3 deket gudang ada tangga kecil. Gue tunggu ya cantik..'

Avara tersenyum begitu membacanya. Sepertinya Langit sudah tidak marah lagi, syukurlah..

"Va? Apa itu?" Rere menatap kebingungan

"Bukan apa-apa. Ada yang buang sampah sembarangan," Avara segera meremas kertasnya dan beranjak untuk membuangnya ke tempat sampah.

"Lo dari mana sih Re? Kok muka lo kayak kesel gitu?" Tanya Avara setelah kembali

"Emang gue keliatan kesel ya?"

Avara mengangguk membenarkan.

"Kesel aja tadi ada adek kelas yang tabrak gue sembarangan,"

"Tapi lo gak papa kan Re?

"Gak papa sih. Oh iya, nanti gue gak bisa pulang bareng ya. Gue mau jenguk saudara gue yang di rawat di rumah sakit,"

"Oh gitu, yaudah gak papa. Cepet sembuh ya buat saudara lo,"

"Makasih Va,"

***

Hari sudah siang, Rere sudah pulang, ruangan kelas sudah sepi. Ini saatnya Avara menemui Langit di rooftop, Langit pasti sudah lama menunggunya. Perlahan dan berhati-hati, Avara mulai menaiki tangga menuju lantai tiga. Ia sangat tak ingin berpapasan dengan Fahri apalagi Novi. Ia ingat ia pernah membersihkan toilet di lantai ini, ia pun segera mencari arahnya dan mencari di mana letak tangganya.

Vertikal dan lumayan tinggi Kondisi tangganya. tapi tidak apa-apa ia akan berhati-hati. Satu persatu kakinya menaiki tangga itu. Begitu sudah berada di tangga terakhir, ia benar-benar melihat hamparan yang cukup luas di singgahi laki-laki yang menunggunya. Laki-laki itu duduk di bangku reyot sembari menghisap rokok yang sudah memendek, itu tandanya ia sudah cukup lama berada di sana.

Laki-laki itu berpaling begitu Avara sudah mulai mendekatinya. "Ciee yang lagi deket sama Kak Fahri," Ucapnya sembari melakukan isapan terakhirnya lalu rokoknya ia tekankan kuat-kuat agar asap rokonya segera padam.

"Ciee yang di bela mantannya," Balas Avara semakin mendekat

"Ciee yang udah mulai di antar jemput, makan bareng, di pinjemin jaket juga."

"Gue sama Kak Fahri gak." Langit memotongnya.

"Gue gak butuh penjelasan lo Va. Gue gak berhak tau ataupun ngelarang hubungan lo sama Kak Fahri,"

"Tapi lo marah kan?"

"Gue gak mungkin bisa marah sama lo. Gak ada alasan kuat buat gue harus marah sama lo,"

"Terus kenapa lo ngejauhin gue?"

"Gue minta maaf. Novi larang gue buat deket sama lo,"

"Terus lo mau?"

"bukannya lo seneng ya? Gak ada lagi yang ganggu lo, dan lo bebas jalan sama Kak Fahri kapan aja,"

"Sebenernya Rere juga larang gue buat deket sama lo. Dan lo kenapa coba nyerang markas Mantle? Kalo lo gak balas dendam kan kita gak mungkin diem-diem gini ketemunya,"

"Jadi lo gak mau jauh dari gue? Ke pikiran ya kemarin gue diemin? Bukannya lagi suka sama Kak Fahri?"

"Gue khawatir sama keadaan lo. Gue lebih takut lo gak minum obat sih,"

Langit tertawa kecil. "Gue masih pengen liat senyum lo,"

Avara tersenyum melipat bibirnya "Kalo senyumnya buat Kak Fahri doang gimana?"

"Ya gak papa sih. Oh iya gue punya hadiah buat lo,"

"Apa?"

Langit memasukkan jarinya ke dalam saku baju di dadanya. Lalu mengeluarkannya lagi dengan menyilangkan dua jarinya membentuk Love. Kali ini Avara tersenyum lebar melihatnya, bisa-bisanya Langit melakukan hal ini.

"Yang ini cuma buat gue kan?" Tanyanya menatap hangat senyum Avara dan membelai halus pipi kirinya.

Avra menatap balik tatapan Langit. Baru kali ini ia bisa menatap Langit sedekat ini tanpa merasa risih oleh siapa pun.

"Udah sampe mana sih lo sama Kak Fahri?" Tanya Langit mengalihkan tatapannya.

"Gue belum ada perasaan apa-apa sih sama dia,"

"Kenapa? Kak Fahri kan ganteng, keren, ketua osis, dan bukan anak geng motor kayak gue,"

"Bukan berarti yang bukan anak geng motor bisa gue pacarin,"

"Lo takut gue cemburu ya?"

"Enggak, siapa bilang?"

"Ngaku deh, kemarin aja berusaha banget buat ngejelasin,"

"Sok tau banget sih, enggak juga."

"halah sok jaim banget sih. Apa susahnya sih bilang Iya Langit aku takut banget kamu cemburu," Ledeknya.

"Ih gak gitu ya!"

"Gue cemburu banget tau Va. Pas denger dari Alex kalo lo boncengan sama Fahri, gue hampir bunuh Aldo tau. Eh besoknya malah liat lo berdua makan bareng. Makin retak hati gue,"

"Jadi lo tau dari Alex? Lo gak ada di rumah gue?" Tanya Avara kebingungan.

"Enggak, ngapain juga ke rumah lo. Kan lo sekolah,"

"Gue pikir lo liat Langsung,"

Langit menggeleng tegas.

~To be continued~