Chereads / CINTA DARI LANGIT / Chapter 23 - 23 || Diam-diam

Chapter 23 - 23 || Diam-diam

Pagi ini mentari tidak begitu terlihat. Angin bertiup kencang tidak seperti biasanya. Ini benar-benar hari yang mendukung untuk kembali tidur, tapi tidak-tidak Avara harus tetap sekolah. Ia tidak mau bolos sekolah hanya karena cuaca.

Ini sudah pukul 7 tapi rasanya ini masih pukul 6 pagi. Avara bergegas turun begitu melihat jarum jam yang panjang sudah menyentuh angka 2.

"Bun, Vara sarapan di sekolah aja ya," Ia berteriak sembari fokus mencari kaus kakinya yang baru.

"Bunda udah siapin nih. Sekalian buat Langit. Kok dia jarang main ke sini sih? Tapi dia baik-baik aja kan?" Balasnya merapikan kotak bekalnya.

"Baik-baik aja bunda. Yaudah Vara berangkat dulu ya, Assalamualaikum." Ia begitu rusuh pagi ini sampai jaket yang sudah di siapkan pun tertinggal.

"Selamat pagi," Fahri sudah menunggunya di depan gerbang. Ia tersenyum pada wajah Avara yang panik.

"Kak Fahri? Jemput Vara?" Balasnya tak mengerti. Sebabnya ia sama sekali tidak pernah membuat janji berangkat bersama dengannya.

"Iya. Langit udah nitipin kamu ke aku, jadi udah gak ada lagi kan penghalang aku buat deketin kamu,"

"Langit serius bilang gitu kak?"

"Iya. Yaudah yuk," Fahri menyerahkan helmnya. Ia begitu percaya diri Avara akan menerimanya. Meski berpikir sejenak, tapi apa boleh buat waktu tidak mendukung untuk menolak tawaran kakak kelasnya.

Avara bergidik. Setelah beberapa menit memacu jarak, ia baru sadar tubuhnya belum di balut jaket hangat yang sudah di siapkan tadi.

Avara menatap spion ketika Fahri tiba-tiba menghentikan laju motornya, Ia bahkan mengisyaratkan Avara untuk Turun sebentar. "Kenapa kak?"

"Dingin ya?" Fahri membuka jaketnya dengan sengaja lalu menyerahkannya kepada Avara. "Nih pake dulu,"

"Gak usah kak. Nanti Kakak masuk angin loh," Tolaknya yang tak menerima sama sekali

"Gak papa, aku bisa pake almamater osis," Fahri kembali meyakinkan Avara dengan mengulurkan tangannya lebih dekat lagi.

Avara meraihnya. Sepertinya Fahri benar-benar serius meminjamkan jaketnya. Dan lagi-lagi cuaca hari ini tidak mendukung Avara untuk menolak tawaran Fahri.

Sembari memakai jaketnya, Fahri juga mengambil almamater di dalam tasnya dan memakainya.

"Pegangan ya, gue mau ngebut,"

***

Untunglah, Hampir saja mereka tidak bisa masuk karena beberapa menit lagi gerbang sekolah akan di tutup. "Kak, aku ke kelas duluan ya,"

Fahri setengah mendengar, tapi ia lebih fokus pada dua orang yang baru turun juga dari motornya. "Itu bukannya Langit ya? Balikan sama Novi?"

"Hah? Mana kak?" Avara memainkan matanya mencari objek yang di maksud Fahri.

Fahri menunjuk pelan ke arah keduanya. "Bagus lah jadi Novi gak akan ganggu kamu lagi Va,"

Avara tersenyum. "Iya, kasihan Novi. Aku ke kelas duluan ya,"

"Bareng ya. tunggu sebentar,"

Avara dan Fahri berjalan sejajar melewati Langit dan Novi begitu saja. Tak ada satu patah kata pun yang terlontar untuk Langit dari mulut Avara. Avara hanya menunduk karena ia tau Langit sedang menatap langkahnya bersama Fahri.

"Udah ngeliatinnya," Tepuk Novi. "Kalo sampe gue liat lo sama Vara lagi, gue gak segan-segan buat lakuin apa pun ke dia," Lanjutnya.

Langit hanya diam. Novi memang pemegang kuasa penuh atasnya. Hanya Novi yang bisa membuatnya harus patuh.

***

Avara mempercepat langkahnya begitu menyadari Langit berada di belakangnya. Meskipun sudah tidak bersama Novi, tapi ia takut Rere akan melihatnya dan akan kembali marah padanya.

Ruangan kelas pagi itu sudah penuh. Mungkin hanya Avara dan Langit yang belum datang.

Ketika mereka datang secara bergantian dengan jarak yang tak terlalu jauh, menimbulkan tanda tanya di antara Danu, Alex dan juga Rere.

"Lang? Lo sama Vara lagi?" Sambut Danu sepelan mungkin

"Engga. Gue kan sama Novi," Balanya.

"Lang, lo serius ngelakuin ini? Gue tau banget gimana jijiknya lo sama Novi." Balas Alex

"Vara taruhannya. Gue gak mau dia kenapa-napa,"

Alex dan Danu serentak menepuk bahu Langit, sedikit menguatkan.

"Lo bareng Langit?" Tanya Rere sinis.

"Enggak. Gue sama Kak Fahri," Balasnya.

"Gak bohong kan," Rere sama sekali tak berpaling ke Avara. Ia masih tidak percaya dengannya.

"Enggak lah. Ini gue pake jaket Kak Fahri,"

Rere melirik dan benar Jaket itu sangat tidak asing. "Bagus deh,"

***

Menjelang siang mentari mulai terlihat, kehangatan pun mulai terasa meskipun angin masih sepoi masih menusuk. "Ke kantin gak?" Tanya Rere

"Gue makan di sini ya. Gue juga males ketemu sama Langit," Balas Avara

"Yaudah gue ke kantin ya,"

Avara mengangguk dan mengeluarkan kotak bekalnya. Ia memang sudah sangat lapar.

"Syut.. Danu," Panggil Avara dengan suara sepelan mungkin.

"Kenapa Va?"

"Lo mau ke kantin?"

"Iya. Lo mau nitip apa?"

"Gue cuman mau nitip ini. Kasih ke Langit ya, bilangin dari nyokap gue," Balasnya menyerahkan satu kotak bekalnya.

"Siap Va. Nanti gue kasih,"

"Tapi jangan depan Rere ya,"

"Kenapa emang?"

"Pokoknya jangan deh,"

"Yaudah iya. Aman lah,"

"Makasih ya,"

"Siap Vara,"

***

"Anjir ada Novi," Danu menghentikan langkahnya begitu melihat Novi sudah bersama Langit. Untunglah Danu bukan Alex yang bisa saja keceplosan.

"Dari mana si lo ngambil dompet lama banget. Jadi nyamuk kan gue," Ketus Alex

"Gue lupa nyokap gue bawain bekel,"

"Tumben. Sejak kapan lo jadi anak mami?" Balas Alex lagi.

"Sejak tadi lah. Tapi gue lagi gak mau makan salad ah, pengen makan mie. Buat lo aja ya Lang. dari nyokap gue," Danu menekankan kalimat terakhirnya.

Langit masih bingung apa maksud Danu. Tapi setelah melihat kotak bekal yang tak asing ia jadi mengerti. "Oh yaudah gue makan ini aja. gak terlalu laper juga,"

"Gak jadi pesen kamu?" Tanya Novi

"Enggak deh, makan ini aja. Sayang kalo gak di makan,"

"Iya lagian ngapain sih Nu nyokap lo bawain bekel daun-daunan kayak ngasih makan kambing aja," Seret Alex

"Tau tuh," Desis Danu

"Yaudah aku pesen dulu ya ke sana," Novi berdiri dan segera menuju kedai pilihannya tanpa curiga sedikit pun.

"Nyokapnya Vara ya?" Tanyanya saat mencium aroma makannya.

"Iya. Tadi Vara nitipin,"

Langit mengangguk mengerti dan segera melahap makanannya.

~

"Langit, aku pergi dulu ya di suruh papa ke ruangannya," Ucap Novi di tengah makannya

"Oh yaudah Hati-hati," Balasnya girang.

"Minta kertas gorengan lo dong Lex," Pinta Langit

"Buat apa anjir?"

"Udah sini," Langit menarik paksa kertas yang agak berminyak itu.

"Emm, Syut," Langit mencolek siswa di samping bangkunya. "Pinjem pulpen dong," Ucapnya lagi.

"Buat apa?" Balasnya

"Udah buruan kepo banget lo,"

Langit terlihat menulis sesuatu di kertas yang lumayan berminyak itu. Entah apa dan untuk siapa. Yang jelas selesai ia menulis, ia langsung melipatnya dan menaruhnya di kotak bekal yang sudah kosong.

"Nih, Thank you," Ucapnya mengembalikan bolpoin yang di pinjamnya.

"Nih kasih ke nyokap lo. Makasih," Ucapnya lagi menyerahkan kotak bekal berisi kertas itu.

~To be continued~