Setelah kejadian penyerangan tanpa sebab kemarin, seluruh siswa di kumpulkan di lapangan layaknya kasus miras kemarin. Bedanya kali ini siswa yang di duga penyebabnya tidak datang. Orang yang sama berdiri di hadapan ratusan siswa. Orang yang memiliki tahta tertinggi setelah ketua yayasan itu berbicara lantang tentang kekecewaannya terhadap siswanya yang bermasalah belakangan ini.
Tidak semua siswa mau mendengarkan semua ucapan orang di depan itu. Sebagian besar justru sibuk melindungi dirinya dari sinar matahari. Untungnya wejangan yang di berikan kepala sekolah pagi itu kurang dari 30 menit.
Rere bernapas lega. "Gue bisa balikin nama baik lo lagi,"
Seseorang yang di ajak bicaranya berpaling begitu cepat dari lamunannya. lalu mengerutkan keningnya kebingungan. Apa maksudnya?
"Tinggal lo turutin semua permintaan gue, nama baik lo akan balik. Dan jabatan ketua osis bisa lo pegang lagi.
"Maksud lo apa sih Re? Dengan lo fitnah gue, lo bisa memperbudak gue? Dengan iming-iming pembersihan nama baik?" Tegas Fahri.
"Iya.. gue ngincer itu dari lo. Jadi gimana? Deal? Oh iya gue juga tau loh, lo suka sama Vara kan? Gue juga bisa deketin lo sama dia."
"Dari mana lo tau?"
"Kak, Kak... gue bisa liat dari tatapan lo ke Vara. Lo juga sering curi pandang kan? Lo takut aja sama si Langit. Iya kan? Gue bisa nyingkirin si Langit dan deketin lo. Gimana?"
"Gimana bisa gue percaya sama lo?"
Rere menyodorkan ponselnya "Lo kasih video ini ke kepala sekolah. Lo bilang, penyerangan sekolah kemarin itu udah di persiapkan dari jauh-jauh hari sampe mirasnya ketinggalan."
"Terus gue harus lakuin apa buat lo?"
"Nanti lo juga tau, gue kirim ke nomor lo ya videonya. Oh iya, sekedar informasi aja. Langit lagi di skors, jadi lo bebas deketin Vara,"
Fahri mengangguk terpaksa. Bagaimana pun nama baiknya sangat penting untuknya.
"Kapan lagi gue bisa memperbudak ketua osis,"
***
Masih di waktu pembelajaran belum berjalan normal. Siswa-siswi masih bebas berkeliaran setelah perkumpulan paksa di lapangan tadi. Saat itu Avara berjalan sendiri dari kantin menuju kelasnya. Sebenarnya ia kesepian. Langit yang biasanya nempel, sedang di skors, Rere yang tadi dengannya, izin ke toilet. Tapi tidak apa-apa, ia cukup santai dengan posisinya sekarang.
Ia memang sedang asyik berjalan bersama earphone nya sehingga tidak sadar seseorang mengikutinya dari belakang. Tepat di hadapan tempat sampah ia tersungkur akibat dorongan dari seseorang yang mengikutinya. "Aww," Rintihnya.
"Bangun lo," Titah Siswi yang paling di segani itu.
Avara berusaha untuk bangkit. Ia akan membuktikan ke tidak takutannya kepada Novi. "Maksud lo apa sih?"
"Lo emang cewek pembawa sial ya!" Bentak Novi terang-terangan.
"Gue gak ngerti maksud lo apa. Dan Gue gak mau cari ribut juga sama lo," Avara berbalik dari hadapan Novi. Ia tak ingin berurusan lagi dengannya.
"Lo gak nyadar apa? Setelah lo ada di sekolah ini, setelah lo ganjen sama Langit, Langit jadi kena sial mulu. Kemaren di hukum, sekarang di skors. Lo emang pembawa sial buat Langit," Bentak Novi memperjelas di hadapan punggung Avara.
Avara membalikkan badannya tak terima. "Bisa di jaga gak omongannya? Hm? Jangan harap lo bisa bully gue seenaknya dan jangan mimpi gue takut sama lo," Avara menatap marah wajah Novi
Novi bertepuk tangan dengan tempo lambat. "Waw Avara sang pemberani. Lo dengerin gue ya, gak ada yang berani tumpang kaki di atas kepala gue. Itu tandanya lo satu-satunya orang yang gak sayang sama nyawa lo sendiri,"
"Novi cukup ya, gue gak berminat ribut sama lo. Kalo lo gak mau gue lawan, gak usah usik gue,"
"Sialan lo," Novi menjambak kasar rambut Avara. Tak ragu-ragu ia terus memaki Avara. Baginya Avara sudah benar-benar mempermalukannya.
"Vara," Seseorang menghampiri keduanya berusaha menjauhkan tangan Novi dari rambut Avara. "Nov udah Nov."
"Lo diem Fahri. Gak usah belain cewek bajingan kayak dia." Bantah Novi yang sudah terlewat emosi.
"Nov udah. Vara udah Va,"
Karena Avara juga tak tinggal diam dan membalas jambakan Novi. Novi menghentikan aksinya. Ia sedikit menjauh dari dekat Avara. "Gue gak akan biarin hidup lo tenang Vara. Lo liat aja," Tegas Novi lalu pergi meninggalkan keduanya.
"Hufftt,"
"Kamu gak papa? Ada yang sakit? Ke UKS yuk?" Tawar Fahri
"Enggak kak. Gak usah gak papa, makasih ya udah nolongin Vara,"
"Duduk dulu yuk di sana." Fahri mengarahkannya. "Kamu kok berani sih sama Novi?"
"Kenapa harus takut coba. Justru aku yang bingung, kenapa pada gak berani sama Novi,"
"Aku salut sama kamu,"
Avara membalas bingung tatapan kakak kelasnya. Ia tertawa sungkan "terima kasih Kak. Oh iya, aku turut prihatin ya sama kabar kemarin tentang kakak,"
"Oh, gak papa kok. Sekarang masalahnya udah selesai. Pihak sekolah juga udah tau itu bukan punya aku,"
"Wah.. serius kak? Syukurlah.. terus punya siapa kak?"
"Ternyata itu punya anak geng motor kemarin. Kayaknya mereka udah ngincer dari beberapa hari sebelumnya deh.. sampe minumannya ketinggalan,"
"Ya ampun, untung lah semuanya udah terbukti ya kak,"
Fahri tersenyum mengakhiri pembahasannya. "Kamu sama Langit ada apa? Aku liat Langit suka deketin kamu,"
"Sama Langit? Gak ada apa-apa sih.. cuman temenan aja,"
"syukurlah. Berarti kamu bebas dong di deketin siapa aja,"
***
Avara duduk dengan perlahan di bangkunya. Ia masih memikirkan ucapan kakak kelasnya tadi. Apakah Fahri menyukainya? Jika iya, apakah Langit akan marah? Dan menjadi masalah dengan Fahri?
Ia mengeluarkan beberapa pesawat kertas yang selama ini ia simpan di dalam tasnya. Ia membaca kembali tulisan-tulisan di dalamnya. "Andai lo bukan seorang ketua geng motor. Mungkin gue bakal coba buka hati buat lo Lang," Ia terus memandangi beberapa pesawat kertasnya hingga ponselnya berdering dan mengalihkan fokusnya.
"Halo? Kenapa Langit?" Perasaan sosok itu masih hangat di pikirannya. Sekarang sedang berbicara dengannya.
"Lo gak papa kan? Lo baik-baik aja kan?" Dari nada bicaranya Langit sangat terlihat mengkhawatirkan Avara.
"Maksud lo? Gue baik-baik aja," Balas Avara tak mengerti.
"Gue tau lo ribut lagi sama Novi kan? Gue dapet videonya dari grup angkatan,"
"Hah? Kok bisa ke sebar sih? Tapi lo tenang aja gue bener-bener gak papa kok,"
"Serius? Gue nyesel banget gak bisa bela lo,"
"Gak papa Langit.. gue." "Vara," Rere berjalan terburu-buru mendekat menghentikan Avara yang sedang berbicara.
"Udah dulu ya. Nanti gue telepon lagi," Avara segera mengakhiri panggilannya. Dan beralih fokus kepada Rere. "Kenapa Re?"
"Mending lo jauh-jauh deh dari Langit. Semenjak lo deket sama Langit, lo bermasalah mulu sama Novi. Dia udah berani jambak lo. nanti apa? gue gak mau lo kenapa-napa. " jelas Rere.
"Gue gak papa Re. Lagian gue sama Langit juga gak ada apa-apa kan. Novi nya aja yang cemburuan,"
"Tapi si Langitnya suka kan sama lo, udah deh gak usah deket-deket sama berandalan itu lagi. Dia cuman bawa pengaruh buruk buat lo. Lagian lo juga gak suka kan sama anak geng motor. Cowok baik-baik di sekolah ini banyak Va. Kak Fahri contohnya. Dia kan yang nolongin lo tadi,"
"Gue gak ada niatan buat deket sama siapa pun Re. Gue sama Langit cuman temenan kok,"
"Temenan ya udah temenan aja. Gak usah deket-deket, gak usah pulang bareng, gak usah belajar bareng juga,"
"Kok lo ngatur gue sih Re,"
"Gue cuman peduli sama lo Va,"
~To be continued~