Chereads / CINTA DARI LANGIT / Chapter 17 - 17 || Serangan

Chapter 17 - 17 || Serangan

Avara tersenyum tak mengerti. Sangat terlihat senyuman itu bukan senyuman yang tulus. "Yang tulus dong," Kali ini Avara berusaha untuk tersenyum dengan tulus meskipun ia tak tahu untuk apa ia tersenyum. "Nah. Kan gini enak, gue jadi gak pusing lagi deh," Langit begitu menikmati senyuman sempurna di hadapannya yang berjarak beberapa inci saja.

Senyumnya ia kerutkan. "Gue serius Langit. Di mana obat lo? Gue ambilin ya. Lo harus minum obatnya. Gue gak suka lo nyerah,"

Masih menatap objek yang sama, Langit tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Di atas nakas di kamar gue. Kamarnya di lantai atas,"

Avara ikut mengangguk "Iya, gue ambil sebentar ya," dan beranjak menghentikan Langit menikmati wajahnya.

Langkahnya terayun menaiki beberapa anak tangga menuju ruangan tujuannya. Logo YoungStar geng motor yang di ketuainya terpampang di salah satu pintu ruangan, membuat Avara tidak kebingungan mencari kamar Langit.

Perlahan ia membuka pintunya dan masuk dengan segan. Kamar yang semerbak wangi pengharum ruangan membuat siapa pun betah berlama-lama di ruangan itu. Avara tersenyum kagum melihat ruangan yang penuh kerapian. Buku-buku tersusun rapi di rak dekat meja belajar, miniatur-miniatur motor pun terparkir sempurna di atas meja belajarnya. Ada satu barang yang tidak tepat berada di tempatnya. Avara mengetahui itu saat hendak mengambil sebotol obat di atas nakas sesuai instruksi Langit. Ia meraih sebuah buku di samping botol obat itu. "CINTA DARI LANGIT" Dari judul yang sengaja di buat itu membuat Avara tertarik. Sepertinya Langit sering menulis ungkapan hatinya di dalam buku itu. Begitu puas memandangi bagian luar dari buku itu, Avara mulai membuka lembar pertamanya.

"Neng Vara sudah menemukan barangnya? Den Langit sudah menunggu," Ucapan wanita paruh baya tadi membuat Avara kembali menutup bukunya dan menyimpannya ke tempat semula.

"I-iya Bi ini sudah ketemu," Avara segera menghampiri Bi Murni yang menunggu di depan pintu.

"Nih minum dulu obatnya," Avara sudah menyiapkan beberapa butir obat untuk Langit. Ia menatap Langit begitu serius, ia memastikan laki-laki itu benar-benar meminum obatnya.

"Lo sering nulis diary ya?"

"Baru-baru ini sih. Lebih tepatnya setelah gue tau penyakit gue,"

"Apa yang lo tulis?"

"Banyak sih. Tapi lebih dominan ke harapan,"

"Dua harapan lo itu?"

"Iya.. tapi gue juga punya banyak harapan selain itu. Termasuk harapan yang gak mungkin bisa lo bantu,"

"Apa?"

"Gue gak mungkin biarin lo tau Va. Lo terlalu baik sama gue, gue gak mau lo terpaksa ngelakuin itu,"

"Apa? Kalo gue bisa bantu, gue pasti bantu kok,"

"Tuh. Lo tuh baik banget Va.. Lo gak mungkin bisa ngelakuinnya. Udah, biarin itu jadi harapan mustahil gue,"

***

"Guru-guru rapat tapi kenapa gak libur aja sih. Kesel gue," gerutukan Alex memecahkan keheningan seisi kelas yang di tuntut tidak berisik oleh sang ketua kelas.

"Tau tuh. Tau gini gak usah sekolah." Lanjut Danu. Mereka tidak sedang mengerjakan tugas individu ataupun kelompok mereka hanya di minta diam di dalam kelas dan tidak berisik.

Rere menepuk bahu ketua kelasnya dan sedikit berbisik. "Gue izin ke toilet ya,"

Melihat bangku di samping Avara kosong, Langit segera berlari dan mengisinya dengan membawa beberapa buku. "Tumben banget dia mau belajar," Ucap Alex menyiku Danu.

"Bodo lah. Gue mau tidur aja,"

30 menit setelah Langit mengisi bangku Rere, ia baru tersadar kenapa Rere tak kunjung kembali. Ia menilik teman-temannya yang lain mereka semua berjamaah tidur dan tidak ada Rere di mana pun. "Rere ke mana?" Tanyanya

"Tadi bilangnya mau ke toilet. Kok belum balik ya? Apa ke perpus?"

Pyarrrrr. Serpihan kaca berserakan di lantai dekat papan tulis akibat hantaman batu sebesar kepalan tangan. Suara yang cukup keras itu membuat seisi kelas terbangun ada juga beberapa orang yang berteriak karena suara itu.

"Bentar Va gue liat dulu," Langit segara beranjak dari duduknya dan mendekat ke arah jendela yang sudah tidak memiliki kaca lagi.

"Hati-hati Lang," Beberapa siswa lain pun ikut berbondong mengintip siapa pelaku yang sudah melayangkan batu ke kelasnya di lantai 2 itu.

"Aldo. Anjing!" Pekik Langit menatap marah rombongan pria muda yang berusaha masuk ke dalam area SMA Natakusuma.

"Hah? Aldo?" Balas Alex tak percaya.

Melihat musuh bebuyutannya itu berusaha mengusik sekolahnya, Langit segera mundur dan akan menghadapi kawanan itu. "Vara, lo tunggu di sini ya. jangan ke luar," dengan sentuhan di kedua bahunya Langit terlihat benar-benar khawatir.

"Lo yakin nemuin dia? Jangan gegabah. Mereka banyakan," Balas Avara yang lebih mengkhawatiri keadaan Langit.

"Tunggu di sini. Jangan keluar," Langit benar-benar mengacuhkan ucapan Avara. Dan segera meninggalkan kelasnya di susul beberapa siswa lainnya yang ikut marah dengan aksi kawanan geng motor itu.

Sebenarnya semua siswi di kelas itu ikut ke luar . Mereka hanya melihat dari balkon. Meski di larang Langit agar tidak keluar, tapi kekhawatiran pada laki-laki penyakitan itu terlalu besar. "Langit," Gumamnya kala melihat Langit dan beberapa siswa lainnya sudah berada di hadapan matan sialannya.

"Maksud lo apa?" Geram Langit yang berdiri paling depan.

"Gak usah banyak bacot. Serang!" Beberapa orang di belakang Aldo menyerang orang-orang yang ikut di belakang Langit. Sedangkan yang lainnya merusak beberapa fasilitas dan barang-barang di sekitarnya. Siswi yang tadi menonton di lantai atas pun berteriak histeris mengundang semua siswa-siswa Natakusuma keluar dan ikut menyaksikan pertarungan itu. Beberapa siswa pun ikut turun membantu Langit dan yang lainnya.

Sentakkan dan teriakkan Satpam tak membuat siswa Natakusuma berhenti membela harga diri sekolahnya dan tak membuat kawanan geng motor itu berhenti menyerang. Namun suara sirene yang entah dari mana membuat mereka ciut dan menghentikan baku hantamnya.

"Urusan kita belum selesai," Aldo menatap Langit penuh amarah. Di akhiri tatapan sinis untuk salah satu siswi di lantai dua membuat siswi itu sedikit mundur ketakutan.

"Sekali lagi lo ngeliatin dia kayak gitu, abis lo sama gue sekarang juga," Langit berbisik sembari meremas kasar kerah baju Aldo.

Aldo tersenyum miring. "Ini gak seberapa. Lo tunggu aja tanggal mainnya,"

***

"Maksud Aldo apa sih nyerang sekolah? Biasanya nyerang markas. Itu pun kalo ada masalah besar." Ucap Alex yang di tanggapi heran yang lain.

"Ini urusan pribadi lo kan Lang? Ngapain sih harus bawa-bawa sekolah?" Pekik Salah satu siswa yang ikut baku hantam.

"Gue juga gak tau dia punya masalah apa sama sekolah kita. Lagian berani-beraninya nyerang, kayak tau aja guru-guru lagi gak ada," Balas Langit.

"Bentar-bentar deh, kalo mereka tau guru-guru lagi gak ada. Ada cepu dong di sekolah kita?" Sanggah Danu membuat orang-orang di sekitarnya terkejut dan mulai menyadari hal itu.

~To be continued~