Chereads / CINTA DARI LANGIT / Chapter 11 - 11 || Aldo

Chapter 11 - 11 || Aldo

Langit tak langsung mengantar Avara pulang. Ia menepi di sebuah jembatan. Entah untuk apa yang jelas hal itu di tanggapi bingung oleh Avara.

sebenarnya Avara sangat ingin cepat istirahat, badannya sudah tidak tahu lagi apa rasanya. "Vara, Lo kok peduli banget sih sama gue?"

Avara berpikir sejenak, fokusnya benar-benar terpecah. "Emangnya lo gak suka?"

"Enggak. gue gak suka kalo kepedulian lo buat lo sakit,"

"Gue gak akan sakit lagi. janji,"

Langit menarik lebar bibirnya. melukiskan satu senyum termanisnya "Tawaran kemarin masih berlaku loh. Pacaran yuk?"

"Pacaran bukan hal yang mudah. Gak semudah barusan lo ngomong. Kita aja baru kenal. Gak mungkin ada cinta yang sesingkat ini, dan yang paling penting lo itu anak geng motor. Gue males, kita temenan aja,"

Langit tersenyum simpul. Ia pasrah jika kini cintanya benar-benar bertepuk sebelah tangan. Mungkin mereka hanya cocok berteman. "Lo pernah trauma sama geng motor?"

"Dulu mantan gue anak geng motor juga, Dia ngedapetin gue karena menang taruhan," jawabnya. Avara mengulang kembali memori pahit yang sebenernya sangat ingin ia lupakan.

*Flashback on*

"Aku gak akan biarin satu orang pun nyakitin kamu. Hukum aku apapun kalau aku sampai lalai,"

Beberapa minggu setelah ucapan itu, Avara mendapati Aldo sedang membicarakannya bersama anak-anak yang lain.

~

"Bulan depan Clara fiks?"

"Asik tuh badanya beuhh,"

"Lo gak usah ikut Do. Lo kan udah dapetin Avara,"

"Pengen sih dapetin Clara juga. Tapi Avara lebih mantap cuy. Cantik, badannya bagus. Segalanya lah. Bahkan dulu Gue gak ekspek loh bisa dapetin Vara. Tapi malah dianya yang baper duluan. Gue gas aja,"

"Kalo dia tau lo deketin dia karena menang taruhan gimana?"

"Ya makanya lo semua jangan ember. Gue udah terlanjur sayang sama dia,"

~

"Kamu bilang aku boleh hukum kamu kalau ada yang nyakitin aku?"

"Siapa yang nyakitin kamu? Kamu bilang sama aku,"

"Tapi kamu bersedia aku hukum? Habis itu kasih tau siapa orangnya,"

"Apa sayang? Kamu mau hukum aku apa?"

"Aku mau kita putus. Kamu tau siapa yang nyakitin aku? Kamu. Kamu jadiin aku bahan taruhan kan? Selain putus, aku juga mau hukum kamu jangan pernah temui aku lagi. Aku pikir kamu tulus Do,"

"Kamu tau dari mana? Itu gak bener sayang,"

"Gue denger dari mulut lo sendiri Do,"

"Kok gue lo? Aku gak mau putus,"

"Gue gak peduli sama semua alesan lo. Mulai detik ini, lo bukan siapa-siapa lagi buat gue,"

*Flashback off*

"Aldo?" Langit menatap tak percaya. Apakah Aldo yang sama dengan Aldo yang kemarin mengeroyoknya.

"Lo kenal?"

"Dia musuh gue Va. Gue paham banget dia gimana. Dia bener-bener bahaya Va, apapun yang dia mau harus di dapetin gimana pun caranya,"

Avara menghela napas panjang "Gue udah paham karakter dia. Dan lo tau alesan gue pindah? Karena dia ganggu gue terus. Teror gue," jelasnya

"Hah? Serius?" Langit menatap tak percaya yang ia dekati adalah mantan dari musuhnya sendiri. Apakah ini akan menjadi masalah besar? Tapi apapun yang terjadi, Langit akan setia menjaga Avara.

"Tapi tenang aja. Sebelum gue pindah, gue udah mempermalukan dia di depan banyak orang. Dan sejak saat itu dia udah gak pernah ganggu gue lagi,"

"Awas hati-hati lo. Setau gue dia orang nya pendendam,"

Sejak keduanya berdiri di pinggir jembatan, dua orang berbeda dengan motor yang berbeda juga memperhatikan Avara dan Langit dari seberang jembatan. Matanya tak lekang memperhatikan gerak-gerik Avara dan Langit.

"Vara tuh," ucap salah satu dari keduanya.

"Belum saatnya gue balas dendam sama Vara. kita harus beresin Langit dulu. Lo kontak anak-anak kita tunggu di jalan biasa. Langit pasti jalan situ," Balas satunya dengan mata Penuh amarah mengikuti kemana motor targetnya melaju.

***

Mendengar suara motor teman gadis perempuannya berhenti di halaman rumahnya, Wanita berusia 40 tahun itu bergegas menemuinya.

"Langit. Langit," Teriak Rena dari dalam menuju halamannya.

"Ada apa tante?"

"Hasil pemeriksaannya sudah keluar. Mau di ambil sekarang?" Tanya Rena.

"Ayo tante. Langit pengen tau hasilnya," Meski perasaannya masih berkecamuk, tapi Langit cukup berani menghadapi tadir yang kemungkinan besar akan menyakitinya.

"Yaudah pake mobil tante aja ya. Vara ikut kan?"

"Vara tunggu di rumah aja bun. Capek,"

"Yaudah berangkat sekarang?"

Sepanjang perjalanan Langit sangat gelisah, cemas, tak tahu bagai mana hasilnya. Ia akan belajar menerimanya meskipun kenyataan pahit akan menimpanya. Hingga tiba di rumah sakit pun saat berhadapan dengan dokter, tangannya bergetar hebat penuh dengan keringat dingin. Sampai keluar lah ucapan dokter yang sangat mengecewakan. Tangannya semakin bergetar, jantungnya berdegup tak beraturan, kedua kakinya melemas seketika. Ia pasrah dengan keadaannya saat ini. Bahkan hingga perjalanan pulang pun Langit masih menampilkan ke tidak percayaan nya pada kondisinya saat ini. Ia hanya bisa berlaga tegar menahan air mata jatuh di hadapan Rena. Ia sadar itu bukan satu-satunya cara untuk menjadi lebih baik.

***

"Tante Langit pulang dulu ya,"

"Gak masuk dulu? Makan dulu ya?" Tawar Rena mengelus punggung Langit.

"Engga usah tante. Langit pulang aja, salam untuk Vara ya," balas Langit.

"Yaudah hati-hati ya. Yang sabar. Semangat terus," balas Rena menyemangati.

"Iya tante Langit baik-baik aja kok. Yaudah Langit permisi ya," pamit Langit mencium punggung tangan Rena. Rena mengelus halus punggung laki-laki muda ini. Memberikan sedikit ketegaran untuknya.

"Bunda Langit mana?" tanya Avara yang berlari dari arah kamarnya.

"Udap pulang barusan. salam katanya," balas Rena.

"Terus hasilnya?" Avara semakin mendekat

Rena menarik napas panjang "Iya. Langit ter diagnosa tumor otak. Kata dokter kondisinya lumayan parah, dan harus segera di ambil tindakan. Bunda gak bisa memutuskan apa-apa, itu udah bukan tanggung jawab bunda," jelasnya.

Avara diam tak bersuara mendengarnya. Matanya membulat, jantungnya berdegup tak beraturan. Ia masih tidak percaya dengan keadaan Langit sekarang.

"Bunda Vara pergi sebentar ya," Avara segera masuk ke dalam mobil yang masih berada di halaman rumahnya. Dan meminta sang supir menemaninya.

***

Langit harus terhenti saat Mantle yang di ketuai Aldo menghadangnya di jalanan sepi dekat rumah Avara. Langit terpaksa turun dan mengatasinya sendiri. "Mau lo apa sih? selain anak geng motor lo juga pereman?" Langit mendekat tak terima.

"Bacot lo. Gue punya dendam pribadi sama lo." Tegas Aldo.

Langit tertawa sinis. "Mental ayam aja sok-sok an jadi pendendam lo," sindir Langit.

"Maksud lo apa Anj*ng?" Teriak Aldo

"Maksud gue, kalo lo punya dendam pribadi sama gue, dateng sendirian jangan keroyokan ngandelin ayam-ayam lo," Langit mempertegas maksudnya.

Tanpa tinggal diam, Aldo langsung menyerangnya. Jelas Langit membela dirinya, keduanya pun kini bertarung hebat satu lawan satu.

Avara yang menyaksikan perkelahian itu, sigap turun dari mobilnya dan mencoba untuk melerainya. "Langit...."

~To be continued~