Avara menghela napas panjang. "Kasian ya masih muda tapi udah buta. Lain kali kalo jalan di pake matanya mbak, Udah tau ada ember main tendang aja," Avara sama sekali tak melirik ke arah Novi. Ia hanya sibuk menyikat Lantai yang kotor. Rasanya tak ada gunanya meladeni Novi.
"Duhhh mbaknya marah nichh," Ledek Novi
"Mbak bisa minggir gak? Lantainya mau saya bersihin. Apa mau saya bersihin juga mbaknya? Biar gak kotor lagi. Nih saya bersihin ya," Dengan sangat sengaja Avara menyikat sepatu putih Novi dengan sikat lantai yang kotor.
"Iewww. Lo ngotak dong setan, sepatu mahal gue kotor! Lo tuh bener-bener ya, Harus gue kasih pelajaran. Sini lo ikut gue, gue kunciin lo di toilet," Novi menyeret paksa Avara ke dalam toilet.
"Kenapa? Mau ngunciin Avara lagi di toilet? Gapapa kunciin aja bareng gue di sini. Paling besok lo di hukum bersihin gudang! Karena gue udah rekam semuanya,"
"Lo tuh bener-bener ya gak punya perasaan. Gue kurang apa sih sama lo? Semuanya udah gue kasih. Termasuk---" Novi menjeda. "Semuanya pokoknya," Lanjutnya.
"Kurang ngotak lo. Puas?" Sentak Langit.
"Gue gak terima Langit. Gue aduin lo berdua," Mendengar Sentakkan Langit, Novi terdiam dan lebih memilih pergi meninggalkan keduanya. Ia merasa benar-benar sudah tidak di hargai lagi.
"Lo gak papa?" Tanya Langit.
"Gak papa. Gue balik lagi ke depan ya,"
Kurang lebih satu jam mereka mengerjakan semua tugasnya. Kini saatnya istirahat sejenak, mereka duduk di antara murid SMA Natakusuma yang lain makan di kantin. "Nih minum." Langit menyodorkan sebotol air mineral yang baru di pesannya. Avara meraihnya. Tenggorokannya sudah sangat kering.
Rere sigap menghampiri Avara. Ia terlihat khawatir dengan sahabatnya. "Vara, lo di hukum?"
"Iyaa, nanti gue liat catatan lo ya," Balas Avara.
"Iya santai aja. Yaudah lo istirahat aja dulu. gue ke sana dulu ya," Ucap Rere berpamitan menuju sebuah kedai. Dan dibalas hanya dengan satu anggukkan dan senyum minimnya.
Avara hari ini terlihat sangat letih. Iya kembali tak bergairah seperti hari-hari sebelumnya. Sepertinya Avara kembali tidak enak badan. Wajahnya pun sedikit pucat. "Vara, lo cape ya? Udah lo istirahat aja di kelas. Biar hukumannya kita aja yang lanjutin, nanti gue yang bilang ke guru deh," Kata Langit yang menyadari keletihan Avara.
"Bener tuh Va, lagian sekarang panas banget. Nanti kalo lo pingsan gimana?" sambung Danu yang masih asik makan.
"Lo juga kemaren abis sakit kan? Nanti kalo tambah sakit gimana?" Lanjut Alex juga masih asik makan.
"Bener tuh. Istirahat aja ya," Sambung Langit.
"Gue gak papa cuma pegel-pegel doang," Ucap Avara terlihat baik-baik saja.
Sepertinya 20 menit tak cukup untuk mereka merehatkan tubuhnya. Ini sudah saatnya mereka melanjutkan hukumannya yang ke dua. Karena bel masuk sudah menggema di semua penjuru Natakusuma.
Suasana di kantin sudah sepi, kini tinggal lah mereka berempat. Saat Avara mulai berdiri dan mengikuti yang lainnya ke lapangan, dengan tidak sengaja Avara menginjak sesuatu. Ia mengurungkan langkahnya, ia membiarkan ketiga temannya berjalan lebih dulu. Pesawat kertas itu tepat berada di bawah kakinya, ia meraihnya dan membongkar lipatannya.
'Semangat Vara'
Pesawat kertas itu masih di kirim dari seseorang yang berinisial L. Avara menggelengkan kepalanya begitu membaca. Pikirnya, dalam kondisi begini saja pria yang di duga Langit itu masih sempat membuat begini.
Hukuman akan segera mereka laksanakan. Dengan sangat terpaksa mereka berbondong ke lapangan upacara yang sangat terik dengan matahari sempurna di atas kepalanya. Keempatnya berbaris dengan urutan Avara, Langit, Danu dan Alex. Tangan kanannya dalam posisi hormat sempurna, sesekali mereka menurunkan tangannya untuk melepas pegal sekejap.
Hari pun mulai siang, panasnya matahari semakin terik. Avara sudah tidak kuat, Kakinya sudah tidak kuat menopang, dari hidungnya pun perlahan mengeluarkan darah. Dalam hitungan detik Avara Tergeletak di antara ketiga temanya dan teriknya matahari siang. Ketiganya amat sangat panik, dan menghampiri Avara dan berusaha membangunkannya.
"Vara, bangun Vara," Perasan Langit saat itu sangat tidak karuan. Ia sangat merasa bersalah dengan kondisi Avara seperti ini. Terlebih Avara sama sekali tak meresponsnya, Langit segera menggendongnya menuju UKS. karena ia mendekap Avara, darah nya pun mengenai seragamnya. Tapi Ia sama sekali tidak memperdulikan itu.
Langit terus berusaha menyadarkan Avara dengan minyak angin yang di dekatkan ke hidungnya selepas membersihkan darah yang terus mengalir. "Vara. Ini Langit, bangun Va,"
Meski ikut khawatir, Danu dan Alex hanya bisa terdiam dan berdoa mengelilingi Avara. Setelah beberapa tindakkan Langit lakukan, Avara mulai membuka matanya secara perlahan. Ia masih sangat kebingungan.
"Syukurlah. Apa yang lo rasain Va?" Meski Avara sudah sadar, tapi kekhawatiran belum juga menyingkah dari wajah Langit. "Mau minum?" Langit sigap membantunya duduk dan membantu Avara untuk minum.
"Va, Lo gak papa?" Tanya Danu
"Iya Va, Langit panik banget lho tadi. tuh sampe darah lo aja nempel di bajunya," sambung Alex
"Gue gak papa kok. Gue udah biasa kalo kepanasan suka mimisan, nanti bunda yang cuci ya. Makasih ya kalian udah khawatirin gue. Tapi gue baik-baik aja kok,"
"Gue anter pulang ya," Langit menawarkan.
"Gak usah. gue naik taksi online aja.
"Va, lo kaya gini karena gue. Karena ngejagain gue," Balas Langit tidak menerima penolakan Avara.
"Ngejagain? Lo di jagain cewek? Di jagain Avara? Yang bener aja," Bantah Danu yang jelas membuat Langit kesal.
"Seorang ketua geng motor, arogan, punya musuh di mana-mana. Di jagain nya sama cewe? Hello!" Lanjut Alex
Langit benar-benar kesal. Ia mengepalkan kedua tangannya. "Bacot banget lo berdua! Bisa diem gak?" Sentak Langit menatap keduanya penuh amarah
"Vara, gak papa ya? Biarin gue tanggung jawab Va,"
"Tanggung jawab? Astaga Langit lo ngapain Avara? Hah? Selain nakal ternyata lo mesum juga ya. Tingkat kemesuman lo udah melampaui gue tau gak?" Alex kembali menyanggahnya.
Berbeda dengan Danu. Ia hanya menyiku keras badan Alex.
Kali ini Langit bukan kesal lagi tapi marah. Benar-benar marah. Kedua tangannya kembali ia kepalkan. Ia langsung melemparkan minyak angin tepat pada sasaran yaitu Alex.
"Bangke lo. Gue lagi ngomong SETAN."
"Udah-udah. Berantem mulu heran. Iyaa gue balik sama lo," Tegas Avara. Langit tersenyum sempurna mendengar jawaban Avara yang tak sia-sia ia membujuknya. Tapi mereka harus menunggu jam pulang yang tersisa 15 menit. Karena guru yang menghukumnya sudah membebaskan mereka dari hukuman dan membiarkan mereka beristirahat di sisa waktu pembelajaran.
***
Langit tak langsung mengantar Avara pulang. Ia menepi di sebuah jembatan. Entah untuk apa yang jelas hal itu di tanggapi bingung oleh Avara.
sebenarnya Avara sangat ingin cepat istirahat, badannya sudah tidak tahu lagi apa rasanya. "Vara, Lo kok peduli banget sih sama gue?"
Avara berpikir sejenak, fokusnya benar-benar terpecah. "Emangnya lo gak suka?"
"Enggak. gue gak suka kalo kepedulian lo buat lo sakit,"
"Gue gak akan sakit lagi. janji,"
Langit menarik lebar bibirnya. melukiskan satu senyum termanisnya "Tawaran kemarin masih berlaku loh. Pacaran yuk?"
~To be continued~