Langit membulatkan matanya begitu tahu seseorang wanita lemah berada di balik pintu toilet yang terkunci. "Avara?"
Melihat pintu keluar sudah terbuka lebar dan ada seseorang di hadapannya. Avara meneteskan air matanya air mata bahagia, air mata bersyukur. Ia segera keluar dan memeluk sang penolong. Ia sangat bersyukur sudah terbebas dari ketakutannya. Sungguh, kalau tidak ada Langit tak tahu bagaimana.
Setelah isaknya sudah tak terdengar, Langit melepaskan pelukannya secara perlahan. "Vara? Lo kenapa? Ada yang ngunciin? Dari tadi kuncinya di situ lho. Terus ini kenapa baju lo basah, kotor? Ada yang ngerjain lo?"
"Sorry baju lo jadi ikutan kotor," Avara sedikit lebih menjauh.
"Enggak. Gak masalah. Siapa yang tega ngunciin lo Va?" Langit menatap penasaran. Kedua tangannya berada di kedua pundak Avara. Kali ini Langit benar-benar Khawatir dengan perempuan di hadapannya.
"Tadi Novi nyiram gue. Terus gue bersihin ke toilet. Pas gue buka udah gak bisa. Gue sama sekali gak tau siapa yang ngunciin," Langit mengepalkan tangannya begitu mendengar penjelasan Avara. Ia sangat tidak terima dengan perlakuan Novi. Kali ini Novi sudah sangar keterlaluan.
"Sekali lagi makasih ya. Gue harus pulang," Avara mengambil tasnya yang masih tertinggal di toilet lalu berjalan meninggalkan Langit.
Langit sigap menahan lengan Avara. Ia tak tega melihat Avara yang begini harus pulang sendirian naik angkot. "Gue anterin ya,"
Avara menarik tangannya dari genggaman Langit. "Gak usah. Gue bisa pulang sendiri, lo kan masih capek habis basket,"
"Gak papa Va. Lo lebih penting," Langit kembali meraih tangan Avara dan menuntunnya dari area toilet.
"Langit, gue naik taxi aja ya.. gak papa kok lo pulang aja?" Ternyata Avara masih saja berusaha untuk menolak.
"Udah gak usah nolak. Gak papa ya," Rupanya Langit sama sekali tidak menerima penolakan dari wanita ini. Avara mengangguk pasrah. Ia akan menuruti saja. Lagi pula Langit sudah baik menolongnya.
"Nih pake," Langit menyodorkan jaketnya. Ia tak ingin Avara kedinginan karena bajunya yang basah.
Avara menggeleng tegas. "Enggak usah. Lo aja yang pake,"
"Baju lo basah. Nanti masuk angin, pake ya," Tak ingin ada penolakan lagi, Langit memilih untuk memakaikannya langsung ke tubuh Avara. Akhirnya Avara tak berusaha menolak lagi. Ia hanya diam sampai jaket itu berhasil menyelimutinya. Bagaimana pun ia memang benar-benar kedinginan.
"Heii? Are you okay? Kenapa?" Langit menatap wajah sayu Avara. Langit tahu betul ada yang kurang baik di diri Avara. Namun Avara menyanggah semuanya. Ia menggeleng tegas dan tersenyum memberi isyarat bahwa ia baik-baik saja.
"Yaudah yuk. pake dulu helm nya," Lagi-lagi Langit hendak memakaikan helmnya, namun Avara menepisnya.
"Gue bisa pake sendiri," Dengan sigap Avara meraihnya.
"Mau kemana?" Tanya Danu yang tiba-tiba datang.
"Gue duluan ya," Balas Langit bersiap-siap menunggu Avara naik.
"Eh, Avara kenapa?" Tanya Alex yang menyusul.
"Gapapa. Gue anterin dia dulu ya," Pamit Langit. Danu dan Alex hanya menjawab dengan isyarat.
Perjalanan yang menempuh kurang dari 20 menit ini di manfaatkan Langit. Ia menarik lengan Avara agar melingkar di perutnya. Alasan utamanya adalah keselamatan Avara. Avara terlihat begitu tidak baik-baik saja.
Di tengah perjalanan Seseorang memperhatikan keduanya. Pria berseragam SMA ini menatap keduanya hingga jejak keduanya menghilang. "Avara? Sama Langit?" Seseorang itu mengepalkan kedua lengannya.
Avara bernapas lega begitu motor yang di tumpanginya berhenti di depan rumahnya. "Masuk dulu yuk,"
Seseorang yang menunggunya segera keluar menyambut anak kesayangannya. Ia benar-benar terlihat khawatir. "Avara? Kenapa baru pulang? Tapi kok basah kuyup?" Rena menatap anaknya. Apa yang sudah terjadi?
"Avara jatuh bunda. Untung ada Langit yang nolongin," Balasnya menciptakan senyum simpul.
"Assalamualaikum tante, saya Langit." Langit segera mencium punggung tangan Rena.
"Terima kasih ya Langit. Silahkan duduk, tante buatkan minum dulu yaa,"
"Gak usah repot-repot tante,"
"Udah gak papa, tunggu ya. Kamu mandi gih nanti temenin Langit makan," Titah Rena dan mengelus halus punggung anak gadisnya.
"Bentar ya, gue bersih-bersih dulu," Avara segera naik ke kamarnya di lantai dua dan di setujui Langit.
"Om kemana tante?" Tanya Langit saat Rena menyodorkan minuman untuknya.
"Ayah Vara udah lama meninggal." Balas Rena
"Aduh maaf tante. Langit gak tau maaf banget," Balas Langit penuh rasa bersalah.
"Iya gak papa." Rena tersenyum meyakinkan Langit bahwa ia itu tidak masalah
"Yaudah tante tinggal sebentar ya belum beres di dapur," Lanjut Rena.
"I-iya tante," Langit melontarkan Senyum segannya.
Avara sudah kembali beberapa menit di tinggal Avara, seperti lama sekali bagi Langit. "Kok lo bohong?"
"Gue gak mau Bunda khawatir," Balas Avara sedikit berbisik.
Langit tersenyum. Ia meraih jari jemari Avara dan menatapnya serius. "Vara, gue gak akan biarin Novi ngerjain lo lagi. Gue bakalan jagain lo terus, meskipun lo belum suka sama gue, gue bakalan ada terus buat lo, gue gak akan biarin Novi sentuh lo dari ujung kepala sampe ujung kaki pun," Ucap Langit sepenuh hati.
Avara tertawa geli, "Gak usah berlebihan. Gue bisa jaga diri," Avara menghempas genggaman Langit begitu saja.
"Gue udah serius juga," Langit meruncingkan bibirnya.
Avara kembali tertawa. "Lo butuh makan kayanya, Makan yuk," Avara menarik paksa tangan Langit menuju meja makan.
Langit makan dengan lahapnya, jarang ia menemukan makanan rumahan seperti ini. Di rumah Langit hanya makan pagi itu pun hanya dengan roti atau nasi goreng. Siang hingga malam, Langit lebih sering makan di luar.
Hari sudah mulai malam. Sudah banyak juga topik yang mereka bicarakan. Ini saatnya untuk Langit berpamitan. "Tante makasih ya, Langit suka banget sama masakan tante," Puji Langit saat akan berpamitan
"Sama-sama, tante seneng kalo Langit suka. Kapan-kapan main kesini lagi ya," balas Rena dengan senyum senangnya.
"Pasti tante. Yaudah Langit pulang dulu ya, assalamualaikum," Langit begitu santun ia mencium punggung tangan Rena begitu tulus.
"Waalaikumsallam, di anter sama Avara ya ke depan,"
"Iya tante terima kasih,"
"Va, gue pulang ya. Makasih lho udah di kasih makan. Bunda mertua nyuruh gue kesini lagi tuh, lo siap gak?" Langit mendekatkan mulutnya ke telinga Avara.
"Dihh siap apaan?"
"Rahasia deh.. Yaudah gue balik ya,"
Yeee gak jelas lo!" Teriak Avara sebelum punggung Langit menghilang.
"Lah? Pesawat kertas lagi?" gumam Avara saat menemukan pesawat kertas yang sama di dekat gerbang rumahnya.
'jangan lupa istirahat'
Masih di akhiri huruf L Avara tersenyum kecil membacanya
"Apaan sih Langit, barusan aja baru ketemu. Kenapa gak ngomong langsung. Ada-ada aja," Decak Avara Lalu masuk ke dalam rumahnya.
***
Pagi itu seperti hari kemarin Avara berangkat bersama Rere menggunakan angkutan umum. "Va, sore lo balik sama Langit?" Tanya Rere yang sibuk dengan ponselnya.
"Kok lo tau gue balik sore sama Langit?" Avara melontarkan pertanyaan yang membuat Rere terdiam dan menghentikan aktivitasnya.
"Ya-ya,.."
~To be continued~