Brakkk!!!
Suara gebrakan terdengar begitu keras. Sampai membuat Avara dan semua yang ada di kantin terkejut keheranan. Mereka semua mengalihkan pandangannya serentak ke arah meja yang di duduki Avara dan Rere.
"Gue gak ngerti ya sama lo. Bisa gak, Gak usah kecentilan jadi orang. Lo pikir lo secantik apa?" Lagi-lagi siswi bernama Novi. Wanita itu benar-benar marah terlihat dari tatapannya. Kejadian itu membuat semua orang tak mengalihkan pandangannya dari mereka.
Avara bangkit dari duduknya dan berdiri tegap di hadapan Novi. Tidak seperti kemarin yang tertunduk takut. Avara melangkah lebih dekat lagi. Ia menyentuh rambut Novi dan membelainya. "Gue gak secantik lo sih. Tapi, emang lo pikir Langit masih suka sama kakak yang syantik ini? Upssi," Semua yang ada di kantin bertepuk tangan serentak. Mereka salut dengan keberanian Avara. Avara benar-benar sudah mewakili mereka yang resah dengan tingkah Novi.
Novi menepis kasar perlakuan Avara terhadap rambut pirangnya. Baginya Avara satu-satunya siswa yang berani melawannya. Itu sangat memalukan. "BELAGU BANGET LO YA! LO GAK TAU GUE SIAPA?" Bentak Novi semakin marah
Avara memajukan wajahnya "MANTAN NYA LANGIT YANG MASIH NGEJAR-NGEJAR DIA TAPI GAK PERNAH DAPET. UMMM CIANNN!! DAN YANG MENARIK DARI LO, LO SUKA SAMA DIA CUMA KARENA LANGIT GENDONG LO WAKTU LO PURA-PURA PINGSAN PAS UPACARA," Avara tersenyum miring setelahnya.
"SUMPAH YA GUE BARU NEMU ADEK KELAS YANG SOK BERANI, YANG SOK TAU TENTANG GUE, DAN YANG KECENTILAN KAYA LO!" Mata Novi memerah. Ia sangat marah pada adik kelas barunya ini.
"Kenapa? Mau ngadu sama bokap lo? Mau minta dia buat Drop Out gue? Hah?" Kali ini Avara merendahkan intonasinya. Ia masih menatap mata merah Novi. Memang apa kelebihan Novi sampai wajib di segani? Tidak ada.
"Awas lo ya urusan kita belum selesai!" Novi menyingkir dari hadapan Avara. Bukan ia mengalah tapi entah lah mungkin akan ada kejutan untuk Avara darinya. Tapi Avara, sangat tidak peduli. Bahkan dengan santainya ia duduk dan menikmati makanan yang Rere pesankan.
"Va, lo beneran ngelawan dia?" Rere masih syok dengan tingkah sahabatnya ini.
"Ngapain harus takut. Dia juga sama-sama manusia," Dengan entengnya Avara menjawab. "Emang dia gak punya temen ya? Kok sendirian terus?" Lanjutnya lagi.
"Gak ada yang mau nemenin dia. Jangankan murid, guru aja takut sama dia. Dia sering banget ngancem guru. Bawa-bawa nama bokapnya. Jadi ya gitu seenaknya aja," Avara malah tersenyum miring. Ternyata Novi tak se-menakutkan itu bagi Avara.
Setelah urusannya di kantin selesai, Avara berjalan menuju kelasnya bak tuan putri yang di sambut rakyat-rakyatnya. Banyak pasang mata yang menatapnya, mereka masih tidak percaya Avara lah wanita satu-satunya yang mampu menaklukkan Novi the Queen of Natakusuma. Hingga di kelas pun mereka menyambutnya dengan baik. "Vara, serius lo ngelawan Novi tadi?" Tanya Alex menghampirinya.
Avara mengangguk mengiyakan. Sebenarnya Avara masih bingung kenapa semua orang menganggapnya hebat. Padahal mereka juga bisa melakukannya.
"Ahh sayang tadi gue gak nonton. Kalo nonton pasti seru nih," Lanjut Alex menyesal.
"Lo gak papa kan Va? Dia nyakitin lo gak?" Kekhawatiran tampak di wajah Langit. Ia takut Novi akan berlaku kasar lagi pada Avara
Avara menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Dibalas senyum bangga oleh Langit. "Lo hebat Vara. Novi emang pantes di gituin,"
Avara tak ambil pusing dengan Novi yang sewaktu-waktu akan membuatnya menyingkir dari sekolah barunya. Ia terbilang cukup berani dan tak takut dengan ancaman mengerikan itu.
Tak ada kegiatan setelah pembelajaran. Avara dan Rere beriringan akan melakukan kebiasaannya menunggu angkutan umum di halte. "Va, bentar ya gue ke toilet dulu, lo tunggu di bawah aja,"
"Yaudah gue tunggu di bawah ya." Dengan percaya diri Avara mulai melangkahkan kakinya menyusuri tangga yang menjadi jalur evakuasi. Avara berdiri di tepi lapangan cuaca hari ini sangat panas. Ia tak tahan jika menunggu Rere di dekat gerbang.
Avara menyipitkan matanya begitu menatap triknya matahari menuju lapangan. Tak lebih dari 2 menit, tiba-tiba...
byurrrr...!!!
Seketika seragam yang ia pakai basah kuyup dengan air kotor dan lumpur yang tidak sedikit matanya di buat membulat perlahan ia menengadahkan kepalanya. seseorang sudah menertawakannya. "Upss, gue kira tempat pembuangan, abisnya lo kaya sampah sih." Lagi-lagi Novi. Ia begitu puas melihat Avara di penuhi air kotor.
"Bukannya kelakuan lo yang kaya sampah?"
Tak ada lagi waktu untuk berbasa-basi ia segera melangkah menuju toilet. Sepanjang ia berjalan, ia kembali menjadi pusat perhatian kali ini mereka memandangnya jijik. "Makanya jangan cari gara-gara sama Novi," Avara memutarkan bola matanya mendengar celoteh salah satu siswa. Kenapa ia harus tak berani sama Novi?
Avara masuk ke salah satu bilik dua di antaranya sudah tertutup rapat. Mungkin Rere ada di salah satu. "Re gue di bilik sini ya. Lo kalo udah tunggu in gue," Tak ada balasan dari salah satu bilik. Tapi Avara tidak peduli. Mungkin Rere memang mendengarnya dan tidak membalasnya.
"Ini gimana baliknya kalo kotor kayak gini? Mana bau lagi," Monolognya.
Ternyata tak sampai 5 menit untuk membersihkan bajunya. Meskipun tidak bersih sempurna dan menjadi semakin basah, setidaknya sudah lebih baik. Avara merapikan rambutnya sebelum benar-benar keluar. "Loh? Kok susah?" Avara mencoba membuka pintu toiletnya lebih keras lagi. Bahkan ia menggedor-gedor sangat keras.
"Tolong.. Rere lo di luar gak? Kok ke kunci sih?" Saat ini Avara benar-benar bingung. Sepertinya Rere ataupun yang lain tidak ada di luar.
Avara tak tahu lagi harus meminta tolong pada siapa. Ponselnya mati karena terjatuh dan terguyur air yang Novi siramkan. Ia hanya bisa menunggu seseorang yang datang sembari terus berusaha meminta tolong dengan memukul-mukul pintunya. Tapi apakah mungkin akan ada orang lagi? Mungkin semuanya sudah pulang.
Entah sudah berapa jam ia di dalam. Yang jelas ia mulai putus asa tangannya tak lagi berusaha mengetuk. Ia hanya terduduk lemah dengan air mata yang mulai menetes. Mungkin kah ia akan berada di sana sampai esok? Namun Secercah harapan ia dapatkan setelah mendengar tawa laki-laki. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia segera mengedor-gedor lagi pintunya berharap siapa pun itu akan segera menolongnya.
"Tolong!!! Siapa pun tolongin gue," Teriak Avara sekuat tenaga.
"Nu, denger ada yang minta tolong gak?" Tanya Alex yang terdiam untuk mendengar suaranya kembali.
"Ngaco lo mana ada," Sanggah Danu yang masih sibuk berganti pakaian.
"Beneran coba deh dengerin," Kekeh Alex meyakinkan dengan menempelkan telinganya di balik pintu.
Brakkk!!
"Woi buruan ganti bajunya, lagian ngapain sih ganti baju berduaan," Bentak Langit yang memukul keras pintu toiletnya
"Astaga Langit, untung gak budek kuping gue," Bentak Alex mengelus-ngelus telinganya.
Danu tidak begitu mempermasalahkan gebrakan nya, ia cukup santai saat berganti pakaian.
"Tolong.. tolong!!!" Suara Avara mulai habis namun masih terdengar samar.
Langit mendengar suara itu, sontak Langit bergegas menuju sumber suara. Dan benar suara lirih Avara kembali terdengar dari arah toilet wanita. Ia langsung membuka kuncinya yang sedari tadi menggantung.
Langit membulatkan matanya begitu tahu seorang wanita lemah berada di balik pintu toilet yang terkunci. "Avara?"
~To be continued~