libur musim panas telah berakhir. aku menghabiskan musim panas ku di kampung halaman dan itu adalah libur musim panas terbaik yang pernah aku rasakan.
aku ingin itu berlangsung untuk selamanya, karena setidaknya aku tidak harus mendengarkan pertanyaan anak kelas tentang apa yang terjadi saat itu. karena aku tidak bisa mengatakan bahwa aku berpacaran dengan seorang bencong.
ini semua terjadi karena aku posting fotoku bersama iori saat di festival. ketua kelas yang sering bereaksi berlebihan berteriak bahwa aku punya pacar baru. karena itu aku dibombardir dengan pertanyaan seperti 'bagaimana caranya dapat pacar','apakah dia cewe tulen?' atau 'pakai pelet apa bisa dapat pacar seperti itu?' dan lain-lain yang akan terlalu panjang jika aku tulis semua.
lalu ciri yang biasanya terus terang bertanya kepadaku sembari menunjuk ke fotoku dengan iori yang memakai yukata, yang jujur saja terlihat cantik, "berapa kamu bayar dia?" aku tidak tahu dia serius atau bercanda karena dia terlihat datar seperti tanpa emosi.
"ng-ngga lah! dia bukan pacar bayaran."
lalu ia menaruh tangannya di dagunya untuk beberapa saat, "aku tidak menyangka orang sepertimu bisa mendapatkan pacar saat liburan musim panas, apalagi yang penampilannya seperti dia." ucapannya sedikit menusuk tetapi aku setuju dengannya. lalu dia mengulurkan tangannya kepadaku dan berkata "selamat telah lulus dari keperjakaanmu."
"gak gak! kita ga sampai kesitu!" dan mungkin tidak akan pernah sampai kesana karena aku masih normal, walau sekarang sudah sedikit miring.
"oh begitu ya." katanya, lalu ia memalingkan wajahnya dan aku dapat mendengar dia menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti 'ga asik'.
***
(bel istirahat makan siang)
pak guru meninggalkan kelas lalu ketua kelas berjalan ke kulkas kelas, mengambil beberapa semangka yang sepertinya dia bawa tadi pagi yang ia masukkan ke sebuah jaring. lalu dia juga membawa sebuah tongkat baseball.
aku yang tidak terlalu peduli mengeluarkan kotak bekal ku dan membukanya. di dalamnya ada nasi dan paha ayam goreng, kesukaanku. saat aku mulai mengambil suapan pertamaku ketua kelas datang kepadaku dan menarik tanganku. dia membawaku ke luar kelas di bawah sebuah pohon yang berada di depan kelas,
di pohon itu ada sebuah semangka di dalam jaring yang digantung di dahan pohon tersebut. aku tahu apa yang akan terjadi, aku yang akan disuruh memukulnya kan?
tanpa mengatakan apapun seseorang menutup mataku dengan penutup mata dan memberikanku tongkat baseball. lalu ia menarikku ke posisi yang berbeda dan memutar-mutar badanku agar aku pusing. aku yang berusaha melepaskan diriku dari pusing bertanya ke ketua kelas, "kenapa aku?"
"pengen aja." jawabannya itu membuatku ingin memukul kepalanya bukan semangkanya.
"aku boleh mulai?"
"yap! mulai!"
aku berusaha mengingat langkah kakiku sebelumnya, tetapi aku tidak bisa mengingat apapun karena kepalaku masih sedikit pusing dari putaran tadi. aku mulai berjalan lurus, aku bisa dengar mereka mengatakan 'ke kiri!' dan 'ke kanan!'.
aku berjalan dengan arahan mereka yang terasa seperti selamanya. setelah beberapa kali aku hampir memukul ketua kelas, yang sayangnya aku meleset, akhirnya aku dapat memukul semangkanya. lalu aku membuka penutup matanya dan melihat semangka yang sudah tidak bulat lagi.
"ren, tadi sengaja?" tanya ketua kelas, yang dia maksud mungkin saat aku hampir memukulnya beberapa kali.
"ya." jawabku, lalu aku mengejarnya dan melempar tongkat baseball yang kupakai untuk memukul semangka tadi, mengenai punggungnya.
lalu kita makan semangka dingin itu bersama, rasanya enak sekali makan semangka dingin di cuaca cerah seperti ini. ketua kelas bahkan bisa melupakan punggungnya yang masih sakit karena kulempar tadi.
***
(sore, di kediaman ren)
"aku pulang."
lalu ayahku yang keluar dari dapur, dan sepertinya bersiap-siap untuk berangkat kerja menyambutku, lalu ia bertanya "ren, akhir pekan nanti kamu luang kan?"
aku mengangguk.
"baguslah, karena aku dan ibumu libur nanti, kita akan berkemah pada akhir pekan, kamu mau kan?"
"ya." dia terlihat senang mendengar itu, aku juga senang bisa menghabiskan waktuku dengan orang tua ku. aku tidak sabar menunggunya.