aku sekarang makan malam di rumah iori bersama keluarganya di halaman belakangnya dibawah bintang musim panas yang berkilauan. berempat kita berkumpul disana dan menikmati makan malam yang rasanya lebih enak dari biasanya, entah karena suasananya menambah rasa makanannya atau memang keluarga iori adalah tukang masak tingkat atas, yang pasti aku sangat menikmatinya.
mungkin ini sedikit ironis keluarga mereka merayakan lahirnya sapi mereka dengan memakan daging sapi, tetapi aku juga ikut memakannya jadi aku bukanlah orang yang tepat untuk mengatakan hal seperti itu.
duduk di bawah sinar bulan dan makan bersama kerabat adalah hal yang langka bagiku, karena kedua orang tuaku bekerja di sebuah hotel dan mereka sering mendapatkan shift malam, jadi aku tiap makan malam biasanya sendirian. dan kita tidak punya teras atau halaman yang luas untuk bisa dipakai makan di luar juga sih.
"ren, bagaimana kabar orang tuamu? kok ga ikut?" tanya ayah iori, mereka dulu cukup dekat sebelum kami pindah ke kota. "mungkin jika ayahmu disini yakinikunya bisa lebih enak lagi, haha!" tawanya, tidak salah juga karena dia bekerja sebagai chef disana.
"mereka baik-baik saja kok, tapi mereka tidak bisa ikut karena tidak dapat cuti saat musim panas." jawabku. memang terdengar tidak enak musim panas harus sendirian setiap tahun, tapi sisi bagusnya adalah kita bisa liburan saat tempat wisata sudah banyak yang sepi.
"sudah kuduga, tapi syukurlah dia baik-baik saja." setelah mengatakan itu dia pergi ke dapur untuk mengambil sesuatu, dan iori menarikku ke luar rumah.
"ada apa, iori?" tanyaku bingung, aku tidak tahu kenapa dia membawaku ke luar.
"aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."
lalu dia memegang tanganku dan menariknya. tangannya sangat lembut dan hangat, aku seperti memegang tangan seorang perempuan, walaupun aku tahu tangan yang ku pegang sekarang adalah tangan seorang pria yang seumuran denganku. dia membawaku berjalan di jalanan yang gelap tanpa penerangan, lalu mendaki ke suatu tempat. aku merasa familiar dengan jalannya tetapi aku tidak tahu kemanakah dia membawaku atau sekarang aku dimana karena aku tidak bisa melihat apa-apa kecuali iori di depanku dan tangannya yang menggenggam erat tenganku.
saat mendekati puncaknya, aku melihat siluet seperti sebuah gubuk dan sebuah pohon di sebelahnya. iori terus menarikku hingga kita sampai di puncak. melihatnya dari dekat, aku sadar bahwa itu adalah markas rahasia yang kita buat dulu waktu SD, dan pohon itu adalah pohon sakura yang kita selalu piknik bersama dengan teman-temanku waktu SD dulu
"ren, ada yang ingin ku katakan kepadamu." kata iori dengan menatap mataku.
sinar bulan membuat mata birunya dan rambutnya yang terkena angin terlihat lebih berkilauan dari segala permata yang pernah kulihat. aku tidak bisa memalingkan wajahku darinya ataupun mengedipkan mataku. hilang sudah di dalam pikiranku kalau dia adalah seorang lelaki. dia terlihat seperti, aku tidak tahu apa yang dapat kubandingkan dengan yang kulihat sekarang ini.
"aku tahu ini tiba-tiba, dan mungkin kamu akan membenciku setelah ini."
jantungku berdetak sangat kencang, sepertinya aku tahu apa yang akan dia katakan, tetapi aku masih belum siap untuk mendengarnya.
"aku menyukaimu."
dia mengatakannya, dia mengatakannya. aku merasa sulit untuk bernafas, dan jantungku sepertinya tidak dapat bertahan jika ini terus berlangsung. aku tidak dapat berpikir dengan lurus, dan wajahku memerah. aku seperti akan mendidih.
"aku tahu ini aneh karena kita berdua punya itu, tetapi sudah menyukaimu sejak kita membuat markas rahasia ini, dan menghabiskan waktu kita di bawah pohon sakura ini." katanya, dia terdengar seperti akan jatuh ke dalam tangisan. "aku berdandan seperti ini karena aku kira kamu akan lebih mudah menerimanya jika aku terlihat seperti seorang perempuan."
sekarang aku paham kenapa dari sekian banyak temanku saat SD, hanya dia yang tetap bersamaku walaupun kita terpisah dengan jarak.
lalu tanpa mengatakan apapun, aku memeluknya dengan erat. dia menangis di pundakku, menggumamkan sesuatu seperti 'syukurlah' namun aku tidak dapat mendengarnya dengan jelas karena isak tangisnya. kita tetap seperti itu hingga entah berapa lama, hingga iori berhenti meneteskan air matanya dan melepaskan pelukannya.
"sekarang sudah saatnya kita pulang." kataku.
dia mengangguk, lalu kita berdua turun dengan berpegangan tangan hingga ke rumah iori.
"ren-chon, terimakasih ya!" katanya dengan tersenyum bahagia.
aku membalas senyumannya dan mengangguk, lalu mengatakan selamat jumpa kepadanya dan melambaikan tanganku.
dari sekian banyak hal yang aku kira akan terjadi, ini adalah peristiwa yang paling tidak kukira akan terjadi. namun aku tidak menyesalinya sedikitpun, ini adalah salah satu kenangan terindah musim panas ku dalam sepanjang hidupku.