Chapter 7 - Tujuh

SMK tempat Ana bersekolah sedang mengadakan acara rapat sskaligus pembagian raport hasil Ujian Tengah Semester ganjil, acara tersebut dihadiri secara serentak oleh seluruh wali murid mulai dari kelas 10-11. Seluruh wali murid dipanggil oleh masing-masing wali kelas untuk maju ke depan dan menerima penyerahan raport. Tiba saat Ibunya Ana dipanggil oleh wali kelas dan lalu ia berjalan maju ke depan menghadap wali kelas. Saat raport akan diberikan, wali kelas memberitahukan kepada Ibunya Ana bahwa Ana ingin berkuliah di Fakultas Kedokteran setelah lulus dari SMK.

"Bu. Anak Ibu sebenarnya ingin kuliah di Fakultas Kedokteran" ungkap wali kelas.

Seketika Ibunya Ana merasa syok setelah mendengar ungkapan yang dilontarkan oleh wali kelas, "ha!, Kuliah kedokteran biayanya mahal Pak, sedangkan saya sendiri tidak memiliki banyak dana dan tidak mampu membiayai anak saya untuk kuliah di Fakultas Kedokteran" sahur Ibunya Ana dengan mata melotot dan ekpresi muka tegang.

"tenang saja Bu, saya bakal membantu untuk mencarikan beasiswa. Masalah biaya bisa diringankan dengan adanya bantuan beasiswa" ucap oleh wali kelas.

"sebelumnya, Ana tidak pernah membecirakan maupun memberitahukan hal itu kepada saya, kok tiba-tiba bapak bilang ia ingin kuliah di Fakultas Kedokteran" sahut oleh Ibunya Ana.

"ya mungkin karena orangnya belum berani memberitahukan hal tersebut kepada Ibu, dan melalui saya maka ia memebritahukan hal itu kepada saya" ucap wali kelas.

Selang beberapa jam, akhirnya acara tersebut telah selesai dan seluruh wali murid berboyong-boyong membawa raport dan kotak makanan untuk dibawa pulang. Sesampainya di rumah Ibunya Ana segera menghampiri Ana yang sedang duduk di sofa ruang tamu, disitulah perdebatan mulai terjadi.

"Ana. Kamu kok bilang ke wali kelas mu kalau kamu ingin kuliah di kedokteran" sontak ungkapan dari Ibunya Ana.

"Wali kelas ku pernah bertanya kepadaku, cita-citanya ingin menjadi apa, lalu aku menjawab ingin menjadi dokter. Lalu mengapa Bu? kan itu merupakan impian yang baik" sahut Ana.

"tapi nak, Ibu tidak memiliki banyak uang untuk membiayai kamu kuliah di kedokteran" tutur Ibunya Ana.

"kan nanti bisa cari beasiswa Bu. Tidak melulu harus bayar sendiri" sahut Ana.

"iya kalau dapat. Tapi kalau tidak, maka bagaimana?" tutur Ibunya Ana.

"pasti aku usahakan supaya dapat beasiswa kok Bu, pokoknya Ibu harus tetap yakin bahwa aku bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah di kedokteran" ucap Ana untuk meyakinkan Ibunya.

"Ya kalau kamu ingin dapat beasiswa, kamu harus jadi pintar dan selalu giat belajar" tutur Ibunya Ana.

"iya Bu, Aku pasti akan sepenuhnya belajar dengan rajin dan giat, yang penting Ibu bisa mendukung aku" Sahut Ana.

Mendengar anaknya bersikukuh ingin kuliah di Fakultas Kedokteran, ia masih belum sepenuhnya merasa ikhlas untuk mendukung dan menyetujui anaknya. Perdebatan antara Ana dengan Ibunya telah selesai. Ibunya pergi ke rumah tetangga sebelah untuk menggosip tentang anaknya sendiri yang kekeuh meminta kuliah di Fakultas Kedokteran. Ana mengintip dari balik jendela ruang tamu untuk melihat dan mendengar Ibunya menggosip di teras rumah tetangganya.

"itu loh, ketika aku sedang berada di sekolahan untuk mengambilkan raport milik Ana, wali kelasnya berkata kepadaku seperti ini "anak ibu ingin kuliah di kedokteran" dan jelas aku langsung merasa kaget mendengar hal itu" curhat Ibunya

kepada tetangga, dengan menirukan kata-kata yang dibicarakan oleh wali kelas saat itu.

Spontan respon tetangganya setelah mendengar curhatan Ibunya Ana hanya tertawa terbahak-bahak, seolah dia menganggap remeh bahwa tidaklah mungkin seorang gadis yang polos seperti Ana kuliah di Fakultas Kedokteran.

"iya, ada-ada saja anak itu" lanjut ungkap oleh Ibunya Ana.

Mendengar dan melihat respon tetangganya, Ana merasa begitu kesal, "daripada anak-anak kamu, satupun kelakuannya tidak ada yang benar" gumamnya dalam hati. Setelah Ibunya pulang ke rumah, anak tidak melontarkan sedikitpun komentar kepada Ibunya, ia hanya menahan rasa sakit hati karena telah diremehkan oleh tetangganya sendiri. Dengan penuh kekesalan, Ana beranjak pergi ke kamar tidur dan tidak menggubris Ibunya lagi.