Beberapa bulan telah berlalu. Setelah menyelesaikan studinya di jenjang SMP, Ana memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang SMK/Sekolah Menengah Kejuruan dengan menekuni jurusan Farmasi. Kala itu, Ana mulai bercita-cita menjadi dokter spesialis jantung, alasan dia memilih bersekolah di SMK karena madrasah tersebut dianggapnya sebagai perantara untuk meraih cita-citanya menjadi dokter. Pikirnya, dengan melanjutkan sekolah ke SMK dirinya akan lebih mudah untuk masuk kuliah di fakultas kedokteran.
Awal cerita dia bercita-cita menjadi dokter yaitu ketika dia sedang belajar mempersiapkan ujian akhir semester kelas 9 SMP, tiba-tiba saja terlintas dalam pikirannya untuk menjadi dokter. Tidak ada alasan apapun yang mendasari ia ingin menjadi dokter, seakan hatinya selalu dibolak-balikkan oleh Tuhan, dia bisa aja meninggalkan cita-cita yang ia inginkan ketika telah menemukan dan membangun cita-cita yang baru.
Seluruh siswa-siswi baru diwajibkan untuk mengikuti kegiatan MOS/Masa Orientasi Siswa. Saat dilaksanakan acara MOS baru jenjang SMK dan di dalam ruang kelas, seluruh peserta MOS diberikan pertanyaan oleh guru pembimbing MOS masing-masing mengenai cita-cita dan alasan siswa-siswi baru memilih sekolah di SMK. Diantara mereka, ada yang berkata dan mengakui ingin menjadi juru masak, guru, apoteker, dokter, dan lain sebagainya meski apa yang mereka cita-cita kan sangat berbeda dengan bidang yang akan bersiap untuk mereka pelajari nantinya di sekolah. Dan juga ada yang mengakui jika sekolah di SMK karna hanya sekedar mmengikuti ajakan temannya, disuruh orang tua, jarak tempuh sekolahnya lumayan deket dari rumah, karna sekolahannya masih baru, karena memang inisistif dari diri sendiri, dan lain hal sebagainya, dll. Mereka para peserta/ siswa-siswi yang sedang mengikuti MOS ditanya secara bergiliran mulai dari siswa yang duduk di bangku depan hingga yang duduk di bangku belakang. Saat itu, Ana duduk dibangku yang paling belakang, dan saat guru pembimbing MOS sedang menanyai siswi yang duduk dibangku tengah, Ana mulai merasa gemetaran dan grogi untuk menjawab pertanyaan dari guru pembimbing MOS nanti. Sampai pada saat guru pembimbing MOS telah bertanya kepada siswa yang duduk di depannya, dia semakin gemetaran dan grogi karena setelah menanyai teman yang duduk di depannya pasti guru pembimbing MOS akan berlanjut menanyainya. Akan tetapi dugaanya salah, ternyata guru pembimbing MOS sama sekali tidak bertanya kepadanya. mungkin karena guru pembimbing MOS tidak melihat jika di bangku paling belakang sendiri masih ada siswi lain. Ana akhirnya mulai lega karena tidak jadi untuk ditanyai. Memang dirinya sering grogi jika ditanya oleh orang-orang baru di hadapan orang banyak dan wajar saja karena orangnya sangat pemalu. Tetapi, meski telah merasa lega juga bercampur rasa kesal karena dia snediri yang tidak ditanya oleh guru pembimbing MOS.