Apple pada awalnya tidak memahami apa yang sebenarnya tengah terjadi, karena dirinya tengah menikmati kemarahan Kyle dan sikap konyol Jayden.
Tapi, ketika Jayden menariknya mendekat dan mendaratkan sebuah kecupan manis di pipinya, amarah yang menggulung dari Kyle menjadi tidak terlihat oleh dirinya dan yang Apple rasakan adalah perasaan terkejut, shock yang melanda dirinya atas perlakuan Jayden.
Apa yang baru saja terjadi?!
Memang Jayden tidak mencium bibirnya, yang menandakan sesuatu yang terlalu intim, tapi ciuman di pipi pun bukanlah hal yang wajar untuk terjadi di antara mereka.
Dengan perlahan, Apple memiringkan kepalanya dan menatap Jayden di sampingnya. Matanya membelalak dengan tidak percaya ketika dia sama sekali tidak melihat guratan penyesalan di ekspresi wajah pria itu.
"Sudah cukup buktinya?" tanya Jayden dengan ringan, dia bahkan memiliki keberanian untuk mengistirahatkan kepalanya di atas kepala Apple dan tersenyum dengan konyol pada Kyle.
Setelah itu, Apple tidak tahu apalagi yang Jayden katakan pada Kyle sehingga dapat membuat pria itu berjalan pergi meninggalkan rumahnya dengan sumpah serapah dan juga berbagai macam kata- kata kotor ketika dia berjalan menjauh.
Apple sangat yakin kalau Kyle akan mendatanginya lagi nanti, tapi itu akan menjadi masalah di hari yang lain, untuk sekarang, dia harus meluruskan masalah ini dengan Jayden terlebih dahulu.
Karena sepertinya pria ini butuh untuk diberitahukan batasan- batasan di antara mereka.
"Okay, masalah sudah selesai," ucap Jayden dengan ringan, melepaskan pelukannya pada tubuh Apple. "Ayo kita masuk ke dalam rumah sekarang."
Tapi, sebelum Jayden membalik tubuhnya untuk masuk ke dalam rumah, dia menangkap pergerakan Apple dan menangkap tangannya tepat waktu sebelum gadis itu berhasil dengan mulus menamparnya dengan keras.
"Wow! Tenang, tenang… untuk apa ini?" tanyanya dengan suara yang rendah, matanya menatap Apple tepat di matanya dan mendapati betapa kesalnya gadis itu. "Itu hanya sebuah ciuman pipi, okay? Aku membantumu, kau harus mengakui hal itu."
Apple wriggled her hand untuk terbebas dari cengkeraman Jayden dan pria itu melepaskannya, tapi dia masih terlihat waspada karena Apple sama sekali tidak tenang.
"Mungkin bagimu kau bisa seenaknya saja mencium setiap wanita dan mereka tidak akan protes," Apple menggeram dengan sangat galak sembari menatap ke dalam mata Jayden dengan tajam dan bukan hanya itu saja, dia bahkan menghentakkan kakinya dengan keras, salah satu kebiasaannya bila dirinya sedang marah. "Tapi, aku bukan wanita- wanita itu. Aku bukan wanita- wanitamu yang akan memujamu setiap kali kau menyentuh mereka tanpa permisi!"
Apple menghentakkan kakinya dengan keras, tapi kali ini dia menginjakkan kakinya di atas kaki Jayden dan membuat pria itu mengerang kesakitan.
"Hei!" seru Jayden, sambil terpincang- pincang karena rasa sakit. Apple sepertinya melampiaskan seluruh kekesalannya, jadi dia bahkan tidak tanggung- tanggung ketika melakukannya.
Tapi, sebelum Jayden dapat mendekat ke arah Apple atau menangkap tangannya untuk membuatnya tetap di sana, Apple sudah keburu masuk ke dalam rumah, meninggalkan Jayden dengan rasa sakit di kakinya.
"Damn! It's painful!" gerutu Jayden, yang kemudian ikut menyusul masuk ke dalam rumah dengan terpincang- pincang.
Sesampainya di dalam rumah, Jayden langsung berhadapan dengan Pyro, yang telah berdiri di ruang tengah, dia melipat tangannya di depan dada dan ekspresi wajahnya sulit terbaca.
"Ada yang ingin kubicarakan denganmu," ucap Jayden langsung, dia masih meringis karena rasa sakit di kakinya.
"Ya, ada yang ingin kubicarakan padamu juga, nak," jawab Pyro dengan ekspresi wajah yang serius. Dia lalu berjalan lebih dulu dengan Jayden mengikuti di belakangnya.
Di sisi lain, ketika mendengar sebutan 'nak', Jayden tahu kalau apapun yang ingin Pyro katakan padanya adalah sesuatu yang serius. Dia tidak pernah terlihat begitu cemas seperti ini.
Tapi, Jayden kurang lebih tahu apa yang membuat pria itu bersikap seperti ini.
Sepertinya dia berhutang permintaan maaf pada seseorang…
==================
Pyro akhirnya membawa Jayden ke dalam ruang kerjanya dimana mereka berdua duduk saling berhadap- hadapan dengan hanya dibatasi oleh meja.
Jayden tidak mengatakan apapun, karena dia tahu kalau apa yang akan dia katakan akan dipotong oleh Pyro, sejak pria itu telah menunjukkan indikasi kalau dia akan menyampaikan hal yang jauh lebih penting.
"Jayden," Pyro memula.
"Kau ingin menegurku karena aku mencium pipi Apple?" Jayden telah mengalahkannya untuk mengakui hal ini lebih dulu. "Aku tidak bermaksud seperti itu."
Pyro menghela nafas dalam- dalam. Dia tahu kalau Jayden tidak bermaksud buruk pada putrinya, karena dia telah mengenal Jayden sejak lama, bahkan ketika dia baru lahir.
Secara harfiah, Jayden sudah seperti anak sendiri bagi Pyro.
"Aku tahu, aku melihat semuanya." Pyro mengakui.
"Aku akan berbicara pada Apple mengenai ini."
Pyro mengangguk- angguk. "Aku harap hubungan kalian tidak lebih dari sekedar pekerjaan saja."
Dengan kata lain, Pyro tidak ingin ada hal lain yang terjadi di antara ke duanya, terutama ketika mereka mulai menggunakan perasaan. Itu bukanlah suatu hal yang Pyro harapkan sama sekali.
Jayden memang tidak buruk, tapi karena dia mengenal sifat pria ini dan bagaimana dia memberikan respon pada wanita- wanita di sekitarnya, maka dari itu Pyro tidak setuju bila hubungan mereka lebih dari sekedar pekerjaan.
Bukannya Jayden memperlakukan mereka dengan buruk, hanya saja, Jayden cenderung memperlakukan mereka dengan sangat baik, walaupun dirinya tidak memiliki perasaan apapun dan meninggalkan mereka ketika dia merasa sudah cukup.
Tentu saja Pyro tidak ingin hal tersebut terjadi pada Apple. Dia sangat mengenal putrinya dengan sangat baik. Salah satu alasan mengapa Apple dapat menjalin hubungan dengan Kyle cukup lama karena putrinya tersebut terlalu memakai perasaan dalam setiap hal yang dia lakukan.
"Aku mengerti maksudmu," jawab Jayden dengan lugas. Dia terlihat serius ketika mengatakan hal tersebut.
Hanya saja, tanpa mereka berdua ketahui, Apple tengah berjongkok di depan pintu, mencoba untuk mencuri dengar pembicaraan antara Jayden dan ayahnya, berharap dia dapat mendengar suara ayahnya yang memarahi Jayden.
"Apa sih yang mereka katakan," gerutu Apple, karena dia tidak bisa mendengar apapun.
Gadis itu berjongkok dengan tidak nyaman, menempelkan telinganya ke pintu yang tertutup dengan rasa penasaran. Dia akan senang kalau sampai bisa mendengar suara ayahnya mengomeli Jayden.