Sebelum pergi berburu, sebenarnya Rey juga pergi ke dapur dulu menanggapi tawaran dari perempuan paruh baya yang menawarinya makan itu. Hanya saja, ia tidak menyangka bahwa kehidupan keluarga yang menolongnya itu terlalu sederhana, sehingga tidak ada sepotong daging pun di sana.
Mereka hanya memiliki sayuran, telur rebus, dan juga tumis jamur. Rey tidak bisa memulihkan keadaannya kalau ia tidak makan dengan baik.
Ia membutuhkan makanan yang sesuai untuk dirinya, sehingga ia pun memutuskan untuk pergi berburu malam itu juga. Berbekal dengan aroma tubuh dari Liv, ia memperkirakan setidaknya dalam lima jam dari sekarang, ia sudah harus kembali pulang.
Saat itu, waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari dan ia pergi ke arah hutan dekat tempat tinggal mereka. Rey masih berjalan normal seperti manusia, hingga di area hutan ia kemudian pun memutuskan untuk berubah.
Setelah dia memperhatikan keadaan sekitarnya dan ia tidak mencium adanya aroma manusia serigala lain di sepanjang radius yang bisa ia ditangkap oleh radarnya, Rey pun menghentakkan kakinya.
Angin puting beliung datang membungkus tubuhnya, lalu meninggalkan asap ke angkasa Menghadirkan sosok serigala berbulu perak yang gagah dan matanya berkilat.
Rey berwujud serigala itu pun kemudian mulai berburu. Pandangannya menyasar setiap pergerakan ranting, dahan, dan dedaunan. Telinganya langsung menangkap adanya suara gemerasak di balik semak belukar.
Serigala besar itu pun segera menerkam semak-semak itu dan mendapatkan kelinci hutan di mulutnya. Ia melemparkan makhluk itu dari rahangnya ke tanggul pohon, ketika mendengarkan suara pergerakan makhluk hutan lainnya.
Tak berapa lama setelah mengulang cara yang sama, Rey pun berhasil mendapatkan seekor rusa. Ia menatap jengah hasil buruannya yang tergolek di bawah tanggul pohon tersebut.
Ia tidak lagi bisa makan binatang itu dalam keadaan mentah, sehingga mau tak mau Rey harus pulang dan membawa buruan tersebut untuk dimasak sebelumnya. Setelah meyakinkan diri bahwa hasil buruannya cukup untuk mereka bertiga, Rey pun membawa hasil buruannya itu pulang.
Pemuda tampan itu tidak menyangka, ketika ia membuka pintu, Liv sangat terkejut melihat dirinya membawa dua korban di tangannya.
"ASTAGAAAA! K-kamu rupanya! Ya sudah, masuklah!" Seraya menutup mata, Liv pun mempersilakan Rey untuk segera pergi ke dapur dan menyerahkan urusan dapur padanya.
Liv sendiri memang pernah mengalami hal seperti ini, tetapi karena ia takut melihat darah binatang dan merasa tidak tega, maka ia pun memutuskan untuk membeli daging di pasar dan tidak pernah mau makan daging buruan.
Akan tetapi, karena perekonomiannya memang memburuk, dia sudah lama sekali belum pernah makan daging. Jadi, ia juga berterima kasih atas inisiatif Rey yang mau memberikan daging untuk dia dan putrinya itu.
Setelah beberapa jam kemudian, daging dari hewan buruan Rey itu pun selesai dipotong-potong dan siap untuk diolah. Barulah Liv berkenan untuk masuk ke dapur guna membantu Rey. Ia sendiri hari itu sedang berniat untuk meliburkan diri dari aktivitas mencari jamur dan menjualnya di pasar, karena ia merasa kurang tidur semalam.
"Saya mohon maaf atas keributan yang disebabkan oleh perubahan wujud saya semalam. Jadi, Anda tidak bisa beristirahat lebih awal sebagaimana mestinya."
Liv pun memaklumi, "Sudahlah, tidak apa-apa. Ini kurang sedikit lada hitam sepertinya."
Tak berapa lama kemudian, mereka pun selesai memasak dan waktunya untuk makan siang. Liv yang baru menyadari hal itu pun berkata pada Rey, "Hmm ... biasanya di jam makan siang seperti ini, Penelope pulang ke rumah untuk makan di rumah, karena ia tidak pernah membawa bekal untuk kursusnya dan untuk menghemat agar tidak makan di kantin."
Rey pun mengangguk-angguk saja mendengarnya sembari membantu Liv untuk menata hidangan mereka di atas meja.
Akan tetapi, hingga lewat jam makan siang, gadis itu tak kunjung datang. Ibunya berpikir, "Hmm ... mungkin Penelope menggunakan kesempatannya untuk mencari kerja, jadi ia memilih untuk tidak pulang."
Sementara itu, Penelope gemetaran, karena Ia tidak menyangka bahwa ia berhadapan langsung dengan seseorang yang sudah berniat melecehkannya semalam.
Gadis yang kedua lengannya diikat kebelakang dan mulutnya disumpal sapu tangan itu membatin, "Ya Tuhan, bagaimana bisa aku bertemu lagi dengan Si Bajingan ini? Padahal aku sendiri sudah berlari berkelok-kelok. Aku tidak menyangka ada orang yang bisa mengikutiku."
Bahkan ternyata, orang itu kini malah berhasil menculiknya. Sang Pemuda penculik itu pun menyeringai melihat Penelope berekspresi ketakutan begitu.
Ia pun berkata, "Oh ... Cantikku ... kau pasti bertanya-tanya, bagaimana bisa aku menemukanmu, kan? Hahaha ...."
Pemuda pongah itu kemudian menceritakan bahwa sangat mudah menjadi seorang anak pemilik dari pemegang saham tertinggi cafe itu. Bahkan cafe di kota ini semuanya adalah setengahnya milik Papanya, sementara setengahnya lagi adalah milik para pengelola cafe. "Jadi, kau paham kan, bagaimana dengan mudahnya aku mendapatkan identitasmu, Penelope?" tanyanya sambil membuka sumpalan di mulut gadis itu.
Penelope yang sudah merasa terpojokkan itu pun segera meminta maaf, "A-ampuni aku ... memang tindakanku s-sangat ceroboh, karena aku sendiri terbawa emosi."
Bibir gadis itu bergetar hebat dan matanya berkaca-kaca. Hilang sudah kepercayaan dirinya semalam, ia pun melanjutkan mengiba, "M-maaf ... aku t-tidak ingin membuat masalah sebenarnya, tetapi aku merasa kelakuanmu semalam itu sungguh keterlaluan."
Sesaat setelah mengucapkan kata-kata itu, Penelope pun menyesalinya. Pun pemuda itu tidak terima mendengar permintaan maafnya. "Ckckck ... aku keterlaluan katamu? Andai kau tidak keterlaluan cueknya, kan?"
Ia lalu mendekati tubuh gadis itu. Pemuda berandalan itu lalu bermaksud untuk mencium gadis itu, tetapi Penelope sangat cepat membaca situasi.
Gadis itu pun menjatuhkan diri dari kursinya ke samping, sehingga pemuda itu luput menciumnya.
"Keparat! umpat pemuda itu marah, karena mendapatkan penolakan dari Penelope berulang kali.
Padahal ia juga merupakan salah seorang pemuda yang tampan di area itu, tetapi Penelope tidak peduli pada seorang yang berwajah tampan sekalipun, jika kelakuannya brengsek.
Entah kekuatan dari mana, dalam keadaan tersungkur begitu, Penelope berani menyemburkan kata-kata umpatan balik, "Kau yang keparat!"
Pemuda itu juga tercengang akan nyali gadis itu. Padahal nasibnya sedang di ujung tanduk. Pemuda yang tersinggung itu pun kemudian segera memanggil kawanannya.
"Hei, gadis manis ini butuh pelajaran rupanya!"
Seorang teman dari pemuda itu datang. Si Otak Penculikan Penelope itu pun diberikan seutas cambuk oleh temannya itu. Seringaian senyumnya membuat tubuh Penelope yang masih tersungkur di lantai dengan kedua tangan masih terikat ke belakang punggungnya itu pun gemetaran hebat.
"Rasakan ini!" Dengan bengisnya, pemuda itu pun mencambuki tubuh Penelope.
CTARRR!
"AAAAAAW!" teriak gadis itu begitu cambuk menyengat tubuhnya.
Seiring dengan cambukannya menghajar tubuh Penelope, ia berkata bahwa itu adalah hukuman bagi Penelope yang berani merendahkannya di muka umum.
"Pelajaran pertama, jangan langsung menolakku!"
CTAAAR!!
"AAAAKK ... TOLOOONG!" Penelope meraung kesakitan.
"Pelajaran kedua, jangan jual mahal padaku!"
CTARRR!
"AAAAAAA ... SAKIIIT! HENTIKAAAAN!"
Pemuda itu tidak memedulikan jeritan Penelope yang semakin menyayat hati. Ia bahkan menghinanya, yang merupakan seorang perempuan miskin. Ia juga membutuhkan lelaki kaya sepertinya untuk membuat perekonomiannya membaik.