Setelah memelintir lengan lawannya beberapa saat dengan mengunci pandangannya pada pemuda itu, Rey pun mendorong tubuh dari berandalan itu mundur dengan sedikit keras. Melihat itu, kawanannya yang lain sudah siap untuk merangsek maju. Akan tetapi Rey menghentakkan kakinya kuat-kuat ke tanah, sehingga menimbulkan sedikit gempa dan itu cukup untuk menggertak mereka semua diam di tempat.
"Kalian mau main keroyokan terus? Hanya itu yang kalian bisa, hah? Tidak hanya kepada lelaki sepertiku, bahkan kepada seorang anak perempuan! Luar biasa, lalu kalian sebut diri kalian adalah seorang atlet? Apakah itu tindakan yang sportif?" cemooh Rey yang tentu saja membangkitkan emosi semuanya.
Rey sendiri sebenarnya tidak takut, mau satu lawan satu atau dikeroyok sekaligus, karena jelas-jelas mereka adalah bukan lawan yang sepadan baginya. Ia terbiasa melawan kawanan manusia serigala yang kekuatannya juga sebelas dua belas dengannya.
Namun, melihat nyali mereka yang sama sekali tidak terpengaruh pada gerakan Rey yang sudah menciptakan gempa barusan, rupanya mereka termasuk berandalan tangguh juga, begitu pikir Rey.
Pemuda yang ototnya kini semakin terlihat mencuat dibungkus oleh kemeja flanel itu pun mendengus keras. Ia seharusnya sudah terlihat menyeramkan di mata para lawan, karena di saat itu, wajah Rey sudah tampak merah padam.
Namun, karena pengaruh yang dipunyai oleh pemuda pemimpin penculikan Penelope itu sangat kuat di kota tersebut, anggota dari klub basket itupun tak gentar untuk maju pemberanikan diri melawan Rey.
Tanpa kuda-kuda dan terlihat memiliki basic kemampuan bela diri yang mumpuni, tiga orang pemuda tanpa aba-aba, langsung maju menyerang Rey. "Aaarghhh!" seru mereka sembari berlari.
Otomatis saja dengan menyunggingkan seringaiannya, Rey menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menunggu beberapa detik ketika tiga orang itu hampir mendekat ke arahnya. Lalu,via hempaskan tangannya yang tersilang itu ke arah luar.
"HIAAAAATT!" teriak Rey menggelegar.
Kawanan manusia biasa itu tidak ada yang menduga, bahwa hal yang terjadi selanjutnya sungguh di luar nalar. Ketiga pemuda yang tubuhnya tinggi termasuk melebihi rata-rata pemuda biasa, karena mereka merupakan atlet basket itupun, langsung terhempas ke belakang. Bahkan mereka terlihat seperti sedikit diterbangkan oleh angin.
GUBRAAAK!
Mereka terjengkang. Ketiganya terlempar ke belakang dengan punggung duluan yang menghempas ke tanah.
Serta merta, salah satu di antara ketiganya bangkit dan dengan terpincang, ia pun berlari ke arah belakang rumah dari pemimpinnya itu untuk segera kabur. Rupanya, ia memanjat lewat pagar belakang dan tidak mau terlibat dalam kancah perkelahian itu lebih lama lagi.
Sambil memegangi sebelah lengannya yang tadi dipelintir oleh Rey, pemuda pemimpin penculikan itu pun menoleh ke arah anggotanya yang meninggalkannya. ia berseru, "Dasar pecundang!"
Kemudian, ia menoleh lagi ke arah Rey dengan tatapan mata penuh dendam. Ia menyuruh sisa kawanannya yang berjumlah empat orang itu untuk maju melawan Rey. "Kalian semuanya tunggu apalagi? Habisi pemuda sialan itu!"
Mendengar aba-aba itu, mereka tidak langsung bergerak. Keempat orang pemuda itu, masih berpandangan satu sama lain. Mereka rupanya cukup ciut nyalinya melihat dua orang temannya masih tergeletak di tanah.
"Hei, apa-apaan ini? Kalian mau jadi pecundang juga rupanya!" teriak pemimpin kawanan manusia itu.
Dua orang di antaranya langsung balik badan dan seorang pemuda berseru, "Maafkan aku! Aku tidak sanggup melanjutkan perkelahian ini!" Sama dengan pemuda sebelumnya mereka berdua pun berlari ke arah belakang.
"KURANG AJAR!" seru pemuda yang kini meregangkan lengannya itu. Ia angsung maju ke arah Rey dengan berlari yang sangat kencang.
Rey hanya memutar bola matanya, merasa bosan, karena pemuda satu ini tidak jera juga atas kekonyolannya sendiri. Bagaimana mungkin ia melakukan perlawanan tanpa ancang-ancang dan kesadaran diri bahwa lawannya itu bukan tandingannya sama sekali?
Beberapa detik sebelum tubuh dari pemuda berandalan itu menabrak Rey, ia sudah mengacungkan telapak tangannya ke depan, sehingga menekan dahi dari pemuda tersebut. Membuat tubuhnya berhenti di tempat.
"ARRRGH!"
Kaki pemuda yang masih terkayuh untuk berlari memberontak itu pun menggerus tanah di bawahnya, hingga ia tampak seperti sedang menggali tanah dengan kedua kakinya. Hal itu dikarenakan kekuatan Rey di otot lengannya yang menahan dahi dari pemuda itu cukup keras menghunjam ke tanah.
Pemuda itu pun panik dengan kedua lengannya bergerak serampangan meninju ke udara, berharap bisa mengenai tubuh Rey. Namun, pria berambut brunette yang masih mengeluarkan satu persen kekuatannya itu, hanya berdecak.
"Ckckck ... sampai kapan kau mau berlagak main perang-perangan seperti ini? Akui saja kita bukanlah lawan yang seimbang! Kau mau berhenti? Akan kulepaskan. Atau terus berusaha melawanku dan akan kujebloskan kau ke dalam tanah?" ancam Rey.
Sisa dari anggota kawanan itu pun berusaha untuk menghentikan Rey dengan menyerang sisi kanan dan kiri tubuh Rey. Mereka datang bersamaan dengan teriakannya, "Hiaaat!"
Rey marah. Ia merasa sudah berusaha untuk mengingatkan mereka dengan menahan kekuatannya, tetapi tak kunjung juga mereka mau berhenti membuat keonaran yang konyol ini.
Ia menghempaskan kepala pemimpin kawanan itu ke bawah, hingga mukanya terjerembab tanah lebih dulu. BRUK!
Kemudian, ia mengayunkan kedua lengannya ke arah kanan dan kiri, sehingga membuat kedua pemuda yang mendekatinya itu juga melayang jauh ke udara. "AAAAAAKKK ...!"
Sebelum tubuh mereka mendarat dengan dentuman keras ke tanah. BRUAAAK!
Rey menyugar rambutnya ke belakang. Ia menghela nafas dalam-dalam dan kemudian dengan suara menggelegar berseru, "Kalian mau terus menguji kesabaranku seperti ini? Ayo, aku ladeni seharian sampai besok pagi atau sampai berhari-hari pun tak masalah!"
Hening. Tak ada jawaban dari mereka semua. Hanya rintihan kesakitan terdengar dari mulut kawanan manusia itu. Mereka juga diliputi ketakutan, karena baru kali ini melihat ada sosok manusia yang memiliki kekuatan sebesar Rey.
Mata Rey memandang mereka semua nanar. Dadanya naik turun. Nafasnya tersengal. Ia menggertakkan giginya dengan rahang yang mengatup rapat.
Rey kesusahan untuk mengontrol emosinya lagi begitu teringat akan perbuatan pemuda berandalan itu pada Penelope. Ia kemudian maju ke depan, berjongkok, dan menjambak rambut pemuda yang mukanya masih tersungkur di tanah itu. Lalu ia mendongakkan kepala penculik Penelope itu.
"Hei, brengsek! Apa yang kulakukan padamu ini tidak sepadan dengan perlakuanmu pada gadis yang kau culik hari ini! Aku juga bisa mencambukimu agar perbuatanmu itu impas. Tapi, kalau aku yang melakukan, maka tubuhmu akan termutilasi. Jadi, aku hanya bisa mengatakan di sini padamu baik-baik, ya? Kau dengar? Jawab aku dulu!" hardik Rey.
Pemuda itu mengerang, "Errgh ... i-iya ...."
"Bagus! Dengarkan aku ... kalau sampai kau lakukan perbuatan ini lagi dengan menunjukkan kesombonganmu kau memburu gadis itu atau siapapun di kota ini, maka kau berhadapan lagi denganku! Tidak seperti ini, tapi langsung kubuat remuk seluruh tubuhmu. Tidak sampai meninggal, kok, hanya membuatmu menderita seumur hidup dengan keadaan tubuh yang cacat!" ancam Rey yang terdengar sangat mengerikan.
Pemuda itu pun gemetar hebat ketakutan. Namun, Rey masih melanjutkan, "Dan lagi, aku tidak mau bertanggung jawab atas apapun yang terjadi hari ini! Kalau sampai aku dengar ada desas-desus tentangku dan gadis itu di kota ini, kau dan kawananmu akan menjadi target utamaku! Kau bersembunyi di balik baja pun aku masih bisa mengendus keberadaanmu!"