"Groar!" Florena yang sudah bertransformasi sebagai serigala betina itu menghambur dengan kecepatan tinggi. Serigala berbulu abu-abu gelap itu pun melompat dari area yang lebih tinggi.
Serigala betina itu menerjang tubuh kakak kandungnya dari samping, hingga Aksel terjatuh dari tubuh serigala perak yang ditindihnya.
"Auu ... auuu ... auuuu!" lolong para anggota manusia serigala menyoraki dari masing-masing pack.
Mereka semua berjaga di posisi masing-masing. Jika sampai pecah perang dari ranking anggota serigala tertinggi, para bawahan sudah siaga untuk saling terkam demi menyelamatkan harga diri pack masing-masing.
"Grrrr!" Aksel menggeram sambil mengatupkan rahangnya kuat-kuat. "Sialan kau, Rena! Kenapa aku yang justru kau terkam!" teriaknya dalam hati. Sayangnya, mereka masih mengenakan dinding penghalang telepati bekas pertandingan berburu tadi.
Serigala yang paling besar itu hanya bertukar geraman murka pada adik perempuannya. Dada Aksel bergemuruh, karena nafasnya berhembus kasar, sehingga memenuhi kedua rongga telinganya.
Sementara itu, matanya mengunci tatapan adik kandungnya itu. Mereka saling bertukar ultimatum lewat pesan non verbal. Aksel lupa sejenak bahwa lawannya di belakang sana pun sudah terbebaskan.
Rey pun bangkit dari tanah dan berusaha menegakkan kuda-kudanya. Ia sebenarnya sudah enggan melanjutkan perkelahian, tapi kedatangan Florena yang menghalau serangan Aksel tadi, membuatnya merasa lemah. Rey merasa kurang maskulin jika menyudahi perkelahian itu begitu saja.
"Demi nama pack Silver Moon! Auuuu ..." Rey berlari sekencang mungkin dari tempatnya tersungkur tadi menuju lawannya.
Manusia serigala muda itu memicingkan matanya. Rey mengunci posisi target yang tampak tidak siaga dan memunggunginya tersebut.
Dengan satu tolakan kuat pada kedua tungkai kakinya sekaligus, pewaris pack serigala wilayah Harsenville itu melesat dengan sudut empat puluh lima derajat. "Groaaar!" Perhitungan sempurna Rey membuat tubuh karnivora itu mendaratkan seluruh berat badannya ke tubuh lawan yang sedang tidak awas.
Aksel sendiri salah langkah. Ia kira bisa mengandalkan pendengarannya yang tajam saja dan bermaksud menghindar di detik terakhir saat Rey akan menghunjamnya. Sehingga, lawannya itu akan terjerembab ke tanah. Namun, ternyata Rey mempercepat pendaratannya sepersekian detik.
Serigala berbulu hitam mengkilat itu menoleh ke belakang tepat ketika lawannya melompat ke arahnya. Aksel pun tertindih dengan posisi terlentang.
"AUUUU ..." Semua serigala muda di pelataran villa itu serempak merespon aksi duel itu di saat yang sama.
Florena murka mendapati usahanya tadi untuk melerai mereka diabaikan begitu saja. "Auuuu!" lolongnya seraya menghambur ke arah kedua pejantan itu.
Tanpa sedikit pun nyalinya susut, Flora menancapkan taringnya ke salah satu lengan depan serigala berbulu perak yang bertengger di atas kakaknya. "Groaaaar!" Rey mengaduh dan pijakannya limbung. Ia pun terjatuh dari atas tubuh Aksel.
"Grrrr ... groaaar!" Florena berlaku adil dengan menggigit juga bahu Aksel yang terbaring di rerumputan itu.
Aksel juga merasakan sakitnya tancapan taring adik kandungnya itu dan segera berguling ke sisi lain, "Auuu ... grrr!" Serigala muda itu menegakkan keempat kakinya dan mengibaskan kepalanya dengan beringas.
Nafas mereka bertiga tersengal seraya saling bertatapan. Kedua pejantan itu mengerti apa yang dimaksud oleh Florena, walaupun tanpa telepati.
Mereka sendiri sudah hafal tabiat serigala betina itu jika tidak dituruti keinginannya. Kalau mereka tidak berhenti bersengketa saat itu juga, Florena tidak segan-segan melibatkan diri dalam perkelahian, hingga pertumpahan darah sekalipun.
Rey lah yang terlebih dahulu menghentakkan kakinya dan memanggil tornado untuk menyelubungi tubuhnya. Ia bertransformasi menjadi sosok manusia lagi. Pemuda itu menghembuskan nafas saat menatap Aksel dan adiknya, lalu berlari masuk ke villa.
Disusul kemudian oleh Florena dan Aksel yang bertransformasi hampir dalam waktu bersamaan. Mereka beradu tatapan sengit.
Si gadis itu belum puas dan menubrukkan bahunya pada kakak lelakinya itu. Aksel hanya membalas dengan menyenggol saja seiring perjalanan mereka kembali ke kamar masing-masing.
Satu per satu anggota masing-masing pack juga bertransformasi kembali menjadi manusia. Namun, masih saja mereka terus memperdebatkan jagoannya masing-masing.
"Sudah, kan? Kau lihat tadi akibat mulut besarmu, perang saudara hampir terjadi!" seru Kasper, Si Pendek dari pack Silver Moon.
Oliver hendak maju dengan kepalan tangannya, tapi pemuda yang lebih besar darinya menggamit lengannya. Justru pemuda itulah yang menyahut, "Iya, itu lah bukti bahwa harga diri anggota pack kami ini sangat tinggi! Tidak peduli saudara sendiri, kalau salah pasti dilukai agar jera."
Mereka lalu saling membangga-banggakan masing-masing jagoan dari packnya. Kali ini, mereka menghindari kata-kata yang keterlaluan seputar darah murni dan keturunan setengah manusia serigala.
Para manusia serigala muda itu bagaimanapun masih tidak mau jika sampai tersulut pertikaian lagi. Namun, mereka masih beradu mulut dan saling menyumpah.
"Huh? Kau bilang egois? Lalu Rey harus mengalah begitu saja oleh seorang betina yang kekanakan?" bantah seorang anggota pack Silver Moon, ketika anak pemimpinnya dihina.
Seorang pemuda anggota Black Fur pun menyeringai dengan sinis, "Hal yang seperti itu tadi kau bilang punya solidaritas yang tinggi? Apa bedanya dengan pertandingan perburuan tadi di mana Aksel hanya fokus pada misinya saja?"
"Tentu saja berbeda, Dungu! Kejadian di medan perburuan itu melibatkan keselamatan diri lawan, sehingga Rey berbesar hati untuk mengorbankan diri. Dalam perkelahian tadi, Rey hanya ingin menyelesaikan urusannya dan tidak mau menurunkan nilai maskulinitasnya. Sementara itu bagaimana dengan jagoan kalian?"
"Kenapa dengan Aksel memangnya?" tanya Oliver menuntut.
"Hahaha ..." Kasper tertawa mengejek, "Apa pedulinya pada kalian? Yang dipikirkan oleh anak pimpinan kalian itu hanya agendanya sendiri. Melerai kita pun bukan urusannya kan, katanya? Apa Aksel bakal berlaku seperti Rey jika berada di posisinya?" Kubu Rey itu pun menembakkan kata-kata skak matt.
Hening. Kubu Aksel kemudian saling berbisik membicarakan kata-kata tersebut. Mereka pun terpaksa setuju bahwa Aksel terlalu egois.
Benar saja, selama ini hubungan para anggota pack Black Fur dengan anak-anak pimpinannya kentara sekali bedanya. Jika Florena selalu merajuk dan bersifat kekanak-kanakan, Aksel selaku calon pengganti Alpha tersebut malah acuh tak acuh nyaris apatis.
"Well, mungkin karena anak pemimpin kami itu dididik untuk menjadi pribadi yang berdedikasi tinggi pada dirinya sendiri." bela Oliver.
"Halah, bilang saja kalau kau ini setuju mengatakan Aksel itu egois!" sergah anggota pack Silver Moon.
"Braak!"
Aksel yang baru tiba di depan kamarnya, membanting daun pintu hingga terbuka. "Sialan! Bodoh kau, Aksel! Sangat bodoh!" kutuknya pada diri sendiri.
Ia sangat menyesal mengapa tidak menghilangkan dinding penghalang telepati di pikirannya sebelum menyerang Rey tadi. "Aaargh!" Aksel segera memejamkan mata dan mencabut kalungnya secara paksa.
Sejurus kemudian isi kepalanya sudah ramai dengan suara-suara dari para serigala di sekitarnya. Mendengar perdebatan para anggota, Aksel jadi semakin geram. Pada akhirnya mereka mengelu-elukan Rey. Ia menyesal mengapa perkelahiannya tadi dilerai oleh adiknya.