Melihat ayahnya tersungkur tak berdaya, Florena yang baru saja terlepas dari cengkeraman seekor serigala Rogue betina pun mendekat untuk menolongnya. "Aarrgggh!" Dijejaknya kedua kaki Florena kuat-kuat ke tanah sebagai tolakan, lalu dihempaskan tendangannya ke kepala Rogue yang bersiap menghunjamkan taringnya pada ayahnya.
"GROAAARR!" Rogue itu terjengkal ke samping. Serigala gembel yang sudah kelaparan itu tidak mampu mengendalikan kepekaan panca inderanya lagi, sehingga ia tak sadar akan kedatangan serangan betina muda itu dari arah kiri. Ia meraung kesakitan dengan penuh amarah.
"Betina jalang sialan!" umpatnya melalui telepati.
Florena yang setengah jalan hendak membantu ayahnya berdiri itu langsung tegak daun telinganya mendengarkan umpatan tersebut. Tanpa persetujuan Magnus, putri bungsunya itu sudah berbalik badan lagi dan siap menyerang manusia serigala gelandangan tadi.
Radar telepati Rey menangkap pergerakan calon Lunanya itu dan segera menyapu pandangannya ke segala arah. Pemuda itu berupaya menemukan sang gadis untuk menolongnya.
Florena sudah bergerak menamparkan cakarnya ke muka Rogue yang masih terbaring. Sayang, dengan sigap, serigala beringas itu menyergap lengan Flo lalu menggigitnya. "AUUUUUU!" Flo melolong lantang kesakitan.
Beruntung sebelum darahnya menetes, Rey datang secepat angin dan menjambak Rogue itu dari belakang kepalanya. Rahang Rogue itu ternganga, menjatuhkan lengan Florena bebas. Serigala betina itu terhuyung ke belakang dan ditangkap Magnus yang sudah tertatih berdiri.
Belum sempat mereka memulihkan keadaan, bekas gigitan di lengan Florena mulai merembeskan darah. Segera saja hal itu menarik perhatian semua anggota kawanan Rogue jahat. Mereka menoleh ke titik yang sama, Florena.
Mengetahui hal itu, Helga, Luna dari kawanan Black Fur segera melesat ke arah berlawanan. Ia masuk ke dalam tenda utamanya dan mencari apa saja untuk menghentikan pendarahan. Malang, langkahnya terjegal oleh seorang Rogue betina yang terkapar di tanah. Semua anggota Rogue yang jahat seolah terisi ulang lagi energinya begitu mencium aroma darah manusia serigala murni.
"ARRGGHH!" Helga meraung ketika tersungkur ke tanah. Si Rogue betina pun segera bangkit dan lompat menindih punggungnya.
Aksel yang baru saja ditempeleng oleh seorang Rogue kurus, telinganya berdering. Ia tidak sepenuhnya yakin suara ibunya yang didengarnya barusan. Namun, radarnya menangkap sinyal bahaya dari seluruh anggota keluarga intinya.
Terbersit perasaan sedikit menyesal akan perbuatannya sendiri malam itu. Dengan penuh amarah, pada dirinya dan kawanan serigala liar yang kelaparan itu, ia pun menggeram seraya memutar pangkal leher Rogue kurus di depannya hingga ia nyaris meregang nyawa.
"Errggh ... tolong ... tolong lepaass! Ampuuuun ..." rintih Rogue kurus tersebut.
Aksel yang licik langsung menutup akses telepati di kepala, lalu berbisik padanya, "Kulepas kau hanya dengan satu syarat!"
"To ... tolong ... ergh ... katakan, apapun itu!"
"Grrr ... kau harus bilang pada Alphamu tentangku yang menyelamatkanmu!" Setiap kata yang terlontar dari mulut manusia serigala muda itu seiring dengan penekanan tangannya pada leher lawan.
Si Rogue yang tak berdaya itu tidak punya pilihan selain melambaikan tangan mengisyaratkan dirinya setuju. Aksel menyeringai puas dan melepas cengkeramannya. Ia lalu melesat menuju lokasi ibunya yang ditangkap indera penciumannya.
Helga meronta dan berusaha membebaskan lengannya yang tertindih badannya sendiri. Beruntung hidung Aksel yang walaupun terganggu aroma busuk di sekelilingnya, masih bisa mencium keberadaan ibunya.
Pemuda itu segera mencabik punggung Rogue betina yang menindih ibunya. "GROAAR ... AUUU ..." Si serigala gelandangan betina itu menyingkir ke samping karena kesakitan.
Arnold berteriak memastikan keadaan keluarga sahabatnya, "Magnus, bagaimana pertahananmu? Apakah kau bisa meredakan pendarahan putrimu?"
"Arrgh ... kami terkepung! Penyembuhan tubuh Florena melambat, lukanya masih berdarah." jawab Magnus dengan telepatinya.
Arnold berusaha berpikir dengan kepala dingin bersamaan dengan upayanya menumpas serangan Rogue di depannya yang bertubi-tubi. Seharusnya, keturunan manusia serigala berdarah murni itu cepat pemulihannya jika terluka. Oleh karena itu, mereka menjadi yang terkuat di medan perang dan paling diincar oleh kawanan manusia serigala Rogue. Arnold tak habis pikir, mengapa betina muda itu malah susah pulih malam itu.
"Sayang, apakah kau baik-baik saja?" tanyanya pada Lovina, istrinya.
"Arrgh ... aku baru saja bebas dari kejaran Rogue dan berlari menuju tenda. Kau baik, kan? Kau butuh apa?" sahut Luna kawanan Silver Moon itu.
"Ambilkan pembalut luka untuk Florena. Iya, dia tidak bisa pulih cepat malam ini." Bersamaan dengannya menyelesaikan kalimatnya, Arnold melihat putranya dengan ekor matanya sedang menahan serangan para Rogue yang akan menerkam gadisnya.
Arnold menyingkirkan para Rogue di sepanjang jalannya menuju putranya tersebut. Ia melaju siap memberikan bantuan.
"Tetaplah di balik punggungku, Rena!" teriak Rey memerintah. Bagaimana pun tidak sukanya ia akan perjodohan, tapi gadis yang cedera ini adalah calon Lunanya. Naluri kejantanannya terdorong untuk menyelamatkannya.
Florena menggenggam bawah lengannya untuk menghentikan pendarahan. Pijakannya limbung dan bersandar pada punggung calon pasangannya itu.
Keadaan kawanan Ruby Howl juga susah digambarkan, karena kondisi ketahanannya sedang tidak bisa diharapkan. Dari lima belas ekor serigala yang berjuang, hanya tiga ekor dengan ranking tertinggi yang masih tegar menyerang balik para Rogue. Sisanya terkapat tak berdaya beserta sebagian besar kedua anggota kawanan lainnya.
Lovina memacu tungkai kakinya untuk kembali ke arena peperangan. Tergantung sebuah kompres dingin dari gigi-giginya yang mengatup. Ia segera memblokir telepatinya agar tujuannya tidak diketahui oleh para lawan. Begitu hendak dilemparkannya kompres itu ke arah putranya, seekor Rogue betina menyabetkan cakar ke rahang Lovina. Kompres jatuh dan esnya berhamburan.
"ARRRGGGHHHH!" Luna itu meraung penuh kekesalan. Ia segera bangkit dan memberikan betina gembel itu pelajaran.
Sementara itu di tepian hutan area Bergen, keluarga Jordahl yang sedang mengantarkan pesanan ke kerabat jauhnya itu memarkir mobilnya tiba-tiba. Alexei hanya berpamitan untuk buang air kecil dan melesat keluar mobil.
"Ayo, Pa! Kami sudah siap berangkat ini! Tiiin ... tiiin ..." teriak Penelope dari dalam mobil sambil menekan-nekan klakson. Gadis itu memang tidak sabaran dan paling tidak suka disuruh menunggu.
"Hentikan, Poppi! Biarkan Papamu menyelesaikan urusannya dulu!" sergah Liv seraya menangkis tangan putrinya yang terulur dari jok belakang ke setir mobil.
Alexei mendadak berlari sekuat tenaga dari arah hutan dan tanpa berkata sepatah kata pun, ia masuk mobil. Dijalankannya mobilnya dengan kecepatan maksimum ke jalan setapak kecil yang menyibak hutan hingga menaiki bukit.
"Aaaaaaa ...!" Penelope dan Liv berteriak ketakutan.
Alexei tidak peduli dan terus menancapkan gasnya. Terdengar riuhnya suara lolongan dan raungan serigala.
Serigala terbesar yang seolah seperti ketua kawanan Rogue itu sudah bersiap menumbukkan kepalan cakar kanannya pada Rey yang dicengkeram lengan kanannya, ketika deruman mesin mobil terdengar semakin nyaring. Sebagian besar serigala berhasil menyingkir begitu dikejutkan lampu sorot dari mobil tersebut.
Alexei mendengus dengan keras. Liv hanya bisa mencengkeram jok mobilnya. Sementara Penelope merasa mual dan pusing luar biasa. Ia tidak sepenuhnya yakin bahwa yang dirasanya saat itu bukanlah mimpi buruk. Samar-samar dilihatnya seekor serigala di balik kemudi mobilnya. Kepalanya berdenyut keras.
Rey mendadak mencium aroma manis yang sangat pekat mengalahkan bau-bau busuk dari badan Rogue. Ia teringat bau ini pernah ditangkap hidungnya, tapi ia sedang tidak bisa memproses ingatannya sepenuhnya. Pergerakan seluruh makhluk hidup pada momen itu seolah berada pada mode slow motion.
Sebuah mobil menabrak kencang tubuh seekor serigala, "BRAAAAAK!"