Chereads / Pengganti Jodoh Sang Alpha / Chapter 10 - Balas Dendam

Chapter 10 - Balas Dendam

Liv pun akhirnya menyetujui dan menyarankan putrinya itu untuk menyudahi perdebatan di antara mereka. "Sudah ... sudah ... tidak penting dan memang bukan urusan kita soal mengapa Rey memutuskan untuk bernegosiasi agar menumpang di rumah kita. Toh, jika memang keberadaan Rey bisa membantu perekonomian dan keamanan kita, maka hal itu akan sangat meringankan beban Mama yang merupakan seorang janda ini, bukan?"

Mendengar hal itu, Penelope sebenarnya merasa bersalah, karena ia sebagai seorang anak tidak bisa terlalu diandalkan. Ia merasa bahwa dirinya adalah seorang perempuan yang lemah dan hanya bisa keluar masuk pekerjaan baru dalam jangka waktu yang singkat. Terlebih saat ini, ia belum mendapatkan Diploma dari kursusnya, sehingga ia tidak bisa bekerja kantoran full time.

Akan tetapi, melihat anak semata wayangnya itu seketika merenung, Liv pun langsung menggosok punggungnya dan berkata seolah bisa membaca pikiran Penelope, "Nak, ini memang sudah waktunya untuk istirahat. Tidak perlu merasa dirimu menjadi beban, karena kamu sudah cukup membantu juga di keluarga ini. Terima kasih sudah membuat keputusan untuk mau menerima pemuda itu di rumah ini dengan begitu kamu juga sudah sangat membantu Mama dan juga Si Rey itu."

"Hufh ...." Penelope menarik nafas dalam-dalam dan mendenguskannya kasar. Mau tak mau, gadis berambut karamel itu pun harus mengalah pada kedua orang lawan bicaranya.

Ia pin berkata kepada Rey, "Ya sudah, mohon bantuannya, ya! Dan semoga kami tidak perlu lagi mengenakan perhiasan itu di dekatmu. Oh ya, kau kan, sekarang sudah tahu betapa menyedihkan kehidupan Mama dan diriku ini. Jadi, jika memang keinginanmu untuk memangsa kami sekalipun, lebih baik langsung lakukan saja sekalian malam ini juga!"

Rey pun tertawa mendengar hal itu, "Hahaha ... biarpun saya adalah seorang manusia serigala, saya sendiri memilih untuk tidak makan manusia, karena saya juga manusia kan, setengahnya. Saya tidak mau menjadi kanibal."

Penelope bergidik ngeri mendengarkan penjelasan itu. Kemudian Liv menengahi keduanya dan segera menyuruh mereka semua untuk pergi tidur.

"Kalau masih mau mengobrol tentang hal ini, lebih baik kita lanjutkan besok saja! Terserah kalau kalian mau berdebat sampai urat kalian putus pun," kata Liv sambil mengangkat bahunya.

Penelope yang sebal mendengar kata-kata ibunya itu pun segera melengos dan masuk kamar lebih dulu. Mungkin karena keletihannya yang ditahan sejak tadi, gadis itu pun terlelap dengan cepatnya.

Sementara itu, ketika Penelope sudah tertidur pulas, Liv pun mengendap-endap kembali ke ruang tengah dan membangunkan Rey. "Nak ... maaf bangunlah dulu."

Sesuai dugaannya, Rey ternyata belum tertidur. "Apakah kau tidak bisa tidur, karena merasa lapar? Kau kan, selama ini belum makan, hanya kusuapi bubur dan air. Aku punya beberapa makanan di dapur. Tetapi kalau kau tidak berselera, aku mengizinkanmu untuk pergi berburu."

Pemuda yang sudah terduduk itu masih merasa canggung, karena tubuhnya hanya terbungkus oleh selimut. Ia sibuk membenarkan posisi selimutnya.

"Oh, benar juga! Kau belum berpakaian. Tunggu sebentar, ya!" Liv pun mengendap-endap lagi masuk ke dalam kamar, lalu menarik perlahan baju mendiang suaminya. Sebuah kemeja flannel, celana cordurei, bahkan pakaian dalam. Sebisa mungkin perempuan itu tidak membuat keributan yang membangunkan putrinya.

"Nah, pakailah ini nanti," ujar Liv seraya menyerahkan pakaian suaminya tersebut.

Rey menerimanya dan mengucapkan terima kasih, tapi ia tampak ragu. Pemuda itu pun berucap, "Mmm ... saat saya baru saja pulih seperti ini, memang saya sangat butuh makan, tetapi saya tidak berani untuk langsung pergi berburu, karena saya masih harus memperbaiki aroma tubuh saya."

Mendengar hal itu, Liv pun terkejut, karena ia sendiri sudah pernah mendengar hal ini sebelumnya. "K-kalau begitu ... t-tunggu dulu, ya! Jangan memakai pakaian itu dulu."

Lagi-lagi Liv meninggalkan pemuda itu penuh tanda tanya. Perempuan paruh baya itu pun kemudian masuk ke kamar mandi dan mengambil handuk.

Ia membasahi handuk itu sampai lembab, kemudian menggosokkan handuk itu ke sekitar area denyut nadinya, dari tengkuk, belakang leher, pergelangan tangan, area siku, hingga belakang lututnya.

Kemudian, ia pergi ke ruang tengah untuk memberikan handuk itu kepada pemuda tersebut. Rey tertegun, karena ia tidak mengerti apa maksudnya.

Liv menjelaskan, "Rey, kau harus menggunakan handuk itu setelah mandi, sehingga kau bisa menyamarkan bau kita berdua, tetapi ini hanya bersifat sementara sampai kau ehem ... bisa berhubungan lebih jauh dengan manusia."

Biarpun informasi yang ia berikan itu kurang lengkap, tetapi Liv enggan mengatakan apa yang ia maksudkan itu, sebab ia merasa untuk saat itu seharusnya trik yang ia sarankan sudah cukup. Rey pun menurut, "Baik, Bu. Terima kasih banyak."

"Nah, kalau begitu, silahkan anggap rumah ini seperti rumahmu sendiri, ya! Aku mau pergi lanjut tidur dulu."

Rey mengangguk dan tersenyum. Ia pun melakukan semua yang disarankan Liv, sebelum ia pergi berburu.

Keesokan harinya, ketika Penelope bangun tidur dan keluar kamar, ia mendapati pemuda itu sudah tidak ada di rumah mereka. "Oh, Si Rey itu jadi pergi rupanya?" tanya gadis yang menguncir rambutnya dan menuju ke kamar mandi itu.

"Oh, iya. Tapi, nanti dia akan kembali, kok. Biarkan saja, dia butuh cari makan," jawab Sang Ibu sambil menyiapkan sereal untuk mereka berdua di atas meja.

"Ah ...." Penelope memutar bola matanya, masih kesal dengan pemuda itu.

Setelah membersihkan dirinya, Penelope pun izin kepada ibunya untuk pergi kursus. Ibunya mengizinkannya setelah mereka sarapan bersama.

Tidak ada firasat apapun dari kedua perempuan itu, hingga ketika dalam perjalanan Penelope menuju ke gedung kursusnya, tiba-tiba ia disergap oleh seseorang dari belakang.

"AAAAARGHH MMMMM ...!" teriak gadis berkuncir ekor kuda itu tertahan di balik sapu tangan yang ditutupkan secara paksa di hidung dan mulutnya.

Penelope tidak bisa berontak lagi, karena saat disergap itu, ia juga dibius, sehingga tubuhnya terasa lemas. Kesadarannya pun berangsur hilang dan tubuhnya merosot ke pelukan pelaku penyergapan di balik punggungnya.

Kemudian, gadis malang itu pun dibawa ke dalam mobil van menuju ke suatu tempat. Siapa sangka, di hari yang cerah ceria begitu, Penelope malah menjadi korban penculikan.

Gadis itu tidak tahu kemana nasib membawanya. Ketika Penelope membuka mata, kedua bola matanya seolah ingin melompat keluar dari rongga matanya.

"Hmmmppp ... mmm ....!" Penelope tidak bisa berteriak, karena mulutnya dijejali sapu tangan.

Bagaimana ia tidak terkejut setengah mati, ia mendapati seorang lelaki berteriak dan tertawa terbahak di depan matanya. "Hahaha ... gadis manis sudah bangun rupanya. Selamat pagi, Cantik!"

Jantung Penelope seolah anjlok dari dada ke perutnya. Rupanya sosok di depannya itu adalah pemuda yang sudah menggodanya di cafe tempat ia bekerja semalam.