Chereads / Nanairo no Tenmondai / 七色 の 天文台 [Re-Published] / Chapter 59 - Chapter 2: Uang dan Masalah

Chapter 59 - Chapter 2: Uang dan Masalah

"Kalau boleh aku tanyakan, kok kamu bisa se-santai ini sih jalannya? Beberapa menit lagi kan bel masuk sekolah berbunyi," tanya Henry.

"Sebentar lagi? Ini kan masih jam enam pagi, sedangkan kita baru masuk sekolah jam tujuh," jawab Lavina.

"Hah?" balas Henry. Ia kemudian mengecek ponselnya untuk memastikan. Benar saja, jam pada ponselnya menunjukkan pukul enam pagi.

"Mungkin jam di rumahmu mati kali," kata Lavina.

"Yah ... Mungkin," balas Henry.

"Sudahlah. Kita akan benar-benar terlambat kalau hanya diam di sini," ujar Lavina. Ia lalu mulai berjalan. Henry pun mengikutinya.

"Oh ya, aku mau bertanya satu hal," kata Henry.

"Mau tanya apa?" tanya Lavina.

"Soal game yang kamu buat. Bagaimana cara menyelesaikannya ya?" tanya Henry.

"Di ponselmu sudah ter-install aplikasi untuk melihat perkembangan game nya. Kamu cukup pastikan bahwa love meter nya mencapai 50 persen dan kamu bisa keluar," jawab Lavina.

" Satu lagi. Player lain yang bermain game ini itu ... Kamu kan?" tanya Henry.

"Ya, memangnya kenapa?" balas Lavina.

"Artinya aku harus jatuh cinta padamu dong?" tanya Henry.

"Kalau mengenai itu, kurasa kamu bisa menjawabnya sendiri," jawab Lavina.

"Bagaimana dengan waktu yang berlalu di sini?" tanya Henry.

"Tenang saja. Ketika permainan selesai, waktu yang berjalan di dunia nyata adalah satu menit," jawab Lavina.

"Oh," ucap Henry.

"Kalau begitu aku duluan ya. Aku mau membeli sesuatu terlebih dahulu. Sampai jumpa," kata Lavina. Ia lalu pergi ke sebuah minimarket tak jauh dari sekolah.

Tak lama setelah Lavina masuk ke minimarket tersebut, Henry langsung mengambil ponsel miliknya lagi dan mengecek aplikasi yang tadi Lavina beritahu. Di situ tertulis angka 0, yang berarti belum ada kemajuan yang berarti diantara dirinya dan Lavina.

"Bagaimana ya cara meningkatkan love meter nya?" pikir Henry.

"Aku tanya saja deh sama Xavier kalau sudah sampai di kelas," pikir Henry lagi. Ia lalu langsung menuju ke kelasnya. Beberapa menit sebelum bel masuk, Xavier akhirnya sampai.

"Hei Xavier, aku mau tanya sesuatu dong," ucap Henry.

"Mau tanya apa?" tanya Xavier.

"Kamu kan punya pacar. Nah, bagaimana caramu saat pertama kali mendekatinya?" balas Henry.

"Caraku pertama kali mendekati Ernesta ya ... Langsung ngomong saja kalau aku suka padanya. Gampang kan," kata Xavier.

"Yah elah, itu sih sudah biasa," ucap Henry.

"Coba saja berikan dia sesuatu. Mungkin dia akan suka," balas Xavier.

"Ya sudah deh, nanti akan kucoba," ucap Henry.

"Oh ya, apakah kamu sudah dengar tentang Violette?" tanya Xavier.

"Violette? Yang aku tahu dia adalah murid yang sering ikut lomba antarsekolah, tidak lebih dan tidak kurang dari itu," jawab Henry.

"Kalau itu sih benar. Tetapi ya, ada rumor yang baru-baru ini beredar. Kudengar, orangtuanya meninggal dan meninggalkan hutang beberapa puluh juta. Dia depresi karena tidak sanggup membayarnya," ujar Xavier.

"Ah masa sih? Kamu salah dengar kali," sanggah Henry.

"Aku tidak salah dengar. Pokoknya itu yang aku tahu. Kamu coba saja untuk menggali lebih dalam lagi," ujar Xavier.

"Hmm ... Lihat nanti saja deh," balas Henry. Keduanya lalu kembali ke tempat duduk masing-masing karena pelajaran akan segera dimulai.

"Akhirnya pulang!" teriak Xavier.

"Hush! Tidak sopan tahu teriak begitu di sekolah," tegur Henry.

"Maaf deh. Habisnya mau apa lagi, aku sudah tidak sabar ingin main game di rumah," balas Xavier.

"Game terus, nanti nilaimu turun jangan salahkan aku ya," ujar Henry.

"Hehehe santai saja. Kalau begitu, aku pulang duluan ya," balas Xavier. Ia kemudian berjalan keluar dari kelas.

"Hmm ... Aku mau jajan dulu deh di kantin. Padahal ini cuma game, tetapi kok tetap merasakan lapar ya?" pikir Henry.

Henry kemudian juga berjalan ke luar kelas untuk menuju ke kantin. Namun di tengah jalan, ia bertemu dengan Ernesta yang sedang membawa setumpuk buku. Ia pun menawarkan bantuan pada Ernesta.

"Ernesta, mau kubantu?" tanya Henry.

"Boleh. Tolong bawakan beberapa buku ini ya," jawab Ernesta. Ia lalu memberikan sebagian buku yang ia bawa kepada Henry.

Mereka berdua kemudian berjalan bersama-sama menuju ke perpustakaan. Sambil menuju ke sana, Henry menanyakan sesuatu pada Ernesta.

"Ernesta, kamu kan sekarang berpacaran dengan Xavier. Nah, bagaimana cara Xavier menyatakan perasaannya padamu saat kalian belum berpacaran?" tanya Henry.

"Hmm ... Kalau itu aku juga sudah lupa. Yah, sekarang saja hubuganku dengannya sudah mulai ... merenggang" jawab Ernesta.

"Oh begitu. Ya sudah deh," kata Henry.

"Memangnya ada apa?" tanya Ernesta.

"Tidak ada apa-apa," jawab Henry.

Mereka pun sampai di depan perpustakaan. Ernesta lalu membuka pintu perpustakaan yang saat itu dikunci.

"Buku nya taruh di dekat meja itu saja," ucap Ernesta sambil menunjuk sebuah meja di pojok ruangan. Henry lalu menaruhnya di situ. Tak lama setelah ia selesai membantu Ernesta, ia melihat sebuah kotak kecil dengan label nama Xavier tertempel di atasnya.

"Ini paket untuk Xavier?" tanya Henry.

"Harusnya sih ... ya. Tetapi, tadi dia mengabariku kalau dia tidak jadi mengambilnya," jawab Ernesta.

"Isinya apa?" tanya Henry.

"Buket bunga," jawab Ernesta.

"Oh," kata Henry.

Ernesta lalu berkata,"Buatmu saja deh, daripada nanti layu. Anggap saja tanda terima kasih dariku. Lagipula, kurasa kamu bisa memberikannya pada orang yang kamu suka," ujar Ernesta.

"Hahaha, bisa saja kamu!" balas Henry.

"Kalau kamu masih mau ke tempat lain, duluan saja. Aku masih harus mencari sesuatu di sini," ucap Ernesta.

"Oh baiklah. Aku pergi duluan ya," kata Henry sambil berjalan ke luar perpustakaan.

"Hmm ... Harus kuapakan ya buket bunga ini?" pikir Henry.

"Taruh tas saja deh," pikir Henry lagi.

Henry lalu menaruh buket bunga tersebut ke dalam tas miliknya dan beranjak menuju kantin sekolah. Namun sebelum sampai di sana, ia bertemu dengan Violetta yang saat itu sedang terlihat sedih sambil duduk di bangku taman sekolah. Karena tidak tega, Henry pun menghampirinya.

"Hai Violetta," sapa sapa Henry.

"Ada apa?" tanya Violetta.

"Apakah kamu sedang ada masalah? Kulihat kamu sepertinya terganggu dengan suatu hal. Kalau tidak keberatan, ceritakan saja padaku," jawab Henry.

"Bagaimana ya ... Sebenarnya bukan masalah besar sih. Aku hanya sedikit kepikiran dengan hal-hal yang baru saja terjadi belakangan ini," kata Violetta.

"Memangnya ada apa?" tanya Henry.

"Beberapa hari yang lalu, kedua orangtuaku mengalami kecelakaan. Sepertinya aku masih belum rela dengan kepergian orangtuaku," jawab Violetta.

"Aku turut berdukacita dengan apa yang menimpa keluargamu. Tetapi kalau aku boleh beri masukan, aku yakin kedua orangtuamu akan ikut sedih seandainya saja mereka tahu anak mereka menangis seperti ini. Sebaiknya kamu coba menenangkan diri dan coba membuktikan kepada dunia bahwa orangtuamu telah mendidikmu dengan baik," kata Henry.

"Aku ragu apakah aku bisa melakukan hal itu," balas Violetta.

"Aku yakin kamu pasti bisa. Jika kita berusaha, tidak ada hal yang tidak mungkin," ujar Henry.

Raut wajah Violetta perlahan berubah. Ia menunjukkan sedikit ekspresi senang. Ia pun berkata," Baiklah. Artinya aku harus mulai dari yang terkecil terlebih dahulu. Apa ya ... Oh! PR matematika hari ini."

Sebaliknya, Ekspresi Henry mendadak berubah menjadi sedikit terkejut. Ia lalu bertanya,"Hari ini ada PR?"

"Hah? Kan kita sudah dapat PR matematika itu sejak minggu lalu. Totalnya ada 70 soal dan tenggatnya besok, sehari sebelum karyawisata," kata Violetta.

Henry terlihat panik ketika mendengar perkataan Violetta. Ia lalu berkata,"Waduh bagaimana ini? Buku PR milikku kan selalu ditaruh di loker. Artinya aku belum membuatnya sedikitpun. Bisa tamat riwayatku!"

"Jadi kamu sendiri belum membuat PR nya? Ya sudah, lebih baik kamu ambil buku PR mu di kelas. Sebentar lagi kan semua kelas akan dikunci," ujar Violetta.

Tanpa basa-basi lagi, Henry langsung berjalan ke kelas untuk mengambil Buku PR miliknya. Sesampainya di kelas, ia langsung mengecek apakah ia sudah mengerjakan PR yang tadi disebutkan oleh Violetta.

"Wah, ternyata tinggal lima nomor lagi sisanya. Kukira aku dalam masalah," pikir Henry.

Ia lalu berjalan ke luar kelas. Namun ketika sampai di dekat pintu, Henry bertemu dengan Lavina.

"Belum pulang?" tanya Lavina.

"Belum, hehehe. Aku tadi baru saja mengambil buku PR milikku yang tertinggal. Kalau kamu sendiri sedang apa?" kata Henry.

"Aku habis menyerahkan data karyawisata. Ini baru mau mengambil tas," ucap Lavina.

"Kalau begitu, bisa tolong bergeser sedikit? Aku mau lewat," ucap Lavina lagi.

Henry lalu bergeser sedikit dari pintu masuk agar Lavina bisa masuk. Ia kemudian berpikir,"Sikapnya dingin sekali padaku."

Lavina lalu mengambil tas miliknya di pojokan kelas. Ia lalu berjalan ke arah pintu lagi untuk pulang.

"Kok masih di sini?" tanya Lavina.

"Em ... Itu ... Aku ... Aku ... " jawab Henry terbata-bata.

"Ada yang ingin dibicarakan?" tanya Lavina.

Henry kemudian mengambil bunga yang diberikan oleh Ernesta dan memberikannya pada Lavina.

"Ini untukmu," ucap Henry sambil memberikan bunga itu ke Lavina.

Lavina tersenyum ketika menerimanya lalu berkata,"Terima kasih. Aku senang menerimanya."

"Kalau dia sedang tersenyum seperti ini, dia terlihat manis sekali. Tetapi, mengapa ya dia biasanya bersikap dingin?" pikir Henry.

Tiba-tiba ...

"DIAM KAMU!" teriak seseorang dari taman sekolah. Suaranya terdengar sampai ke ruang kelas tempat Henry dan Lavina berada. Keduanya lalu melihat ke luar jendela koridor.

"Sepertinya ada yang sedang bertengkar. Kira-kira, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Lavina pada Henry.

"Itu Violetta dan Ferdinand, pacarnya. Aku harus ke sana sekarang," jawab Henry.

Henry lalu segera menuju kembali ke taman sekolah.

"Aku boleh berteman dengan siapapun yang aku mau! Walaupun kamu adalah pacarku, bukan berarti kamu bisa mencampuri urusan pribadiku!" ujar Violetta dengan nada keras.

"Oh sudah berani menjawab ya, kurang ajar!" bentak Ferdinand. Ia lalu mengangkat tangannya untuk menampar Violetta, namun digagalkan oleh Henry.

"Bisa nggak bersikap lebih sopan ke perempuan? Jangan seenaknya saja dong!" ucap Henry.

"Berisik!" ucap Ferdinand. Ia lalu bersiap seperti ingin berkelahi dengan Henry.

Saat itu juga, Lavina muncul dengan memegang ponsel miliknya dan berkata kepada Ferdinand,"Cukup! Kalau kamu tidak mau rekaman ini disebarkan ke para guru, lebih baik kamu pergi dari sini."

Karena tidak mau terkena masalah besar, Ferdinand lalu memutuskan untuk pergi.

"Apa kamu terluka?" tanya Henry.

"Tidak, aku baik-baik saja. Terima kasih telah menolongku," jawab Violetta.

"Henry, lain kali kamu jangan terlalu gegabah dalam melakukan sesuatu. Kalau tadi dia serius ingin berkelahi denganmu, bisa panjang urusannya," ucap Lavina.

"Ya, lain kali aku akan lebih berhati-hati," balas Henry.

"Kalau begitu, lebih baik kita pergi mencari makanan atau minuman terlebih dahulu untuk menenangkan pikiran," ujar Lavina.

"Ide bagus," balas Henry.

Ketiganya lalu menuju ke sebuah kafe di depan sekolah. Dua hari kemudian, acara yang telah ditunggu banyak murid, yakni karyawisata sekolah akhirnya telah tiba. Pada pagi harinya ...