Beberapa minggu kemudian ...
"Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu datang juga ya," ucap Xavier. Ia terlihat sangat senang bahkan sejak saat sampai di sekolah.
"Jadi, kita akan berangkat jam berapa?" tanya Ernesta.
"Harusnya sih, sekitar sepuluh menit lagi." jawab Henry.
"Memangnya bus nya sudah sampai di sini?" tanya Ernesta.
"Sudah. Bus nya sudah sampai sejak pukul enam tadi," jawab Lavina.
"Kalau kita perhatikan, sekolah kita cukup royal ya untuk menyewa delapan bus. Padahal kan angkatan kita hanya ada empat kelas dengan 20 murid per kelasnya," kata Xavier.
"Mungkin itu agar para murid merasa lebih nyaman," ucap Ernesta.
"Hmm ... Kalian berdua sih enak dapat bus yang sama, lah kalau aku dan Lavina malah dapat bus yang berbeda. Kan jadi tidak seru," balas Henry.
"Tidak seru kenapa ya? Memangnya kamu mau melakukan apa padaku?" tanya Lavina.
"Ah sial, aku keceplosan!" pikir Henry.
Xavier lalu mendekat dan berbisik,"Hei, kamu kan masih belum ada hubungan apa-apa dengan Lavina. Kamu tahu sendiri kan sifatnya seperti apa. Hati-hati kalau bicara. Bisa-bisa dia membencimu."
"Ada apa?" tanya Lavina.
"Oh tidak ada apa-apa kok. Maksud perkataan Henry adalah dia ingin berkenalan denganmu lebih dalam," jawab Xavier.
"Oh kalau itu sih bisa. Nanti di tempat karyawisata akan aku sediakan waktu," balas Lavina pada Henry.
"Terima kasih," ucap Henry.
"Sudah lah, lebih baik sekarang kita segera menuju bus. Yang lain sudah jalan dari tadi tuh," kata Ernesta.
"Ya, kau benar," balas Henry.
Henry dan kawan-kawan kemdian juga ikut berkumpul dengan murid-murid lainnya di lapangan untuk cek presensi. Setelah semuanya di cek kehadirannya, mereka lalu masuk ke dalam bus sesuai dengan pembagiannya. Semua bus pun langsung berangkat menuju ke tempat karyawisata. Di tengah perjalanan ...
"Wah nyaman sekali ternyata. Hebat juga satu murid dapat jatah dua kursi," pikir Henry.
Beberapa saat kemudian ...
"Hei Henry, boleh aku duduk di sampingmu? Ada yang ingin aku bicarakan," tanya Violetta.
"Tentu," jawab Henry.
Violetta lalu duduk di samping Henry.
"Jadi begini. Pertama-tama aku ingin berterima kasih atas bantuanmu dua hari yang lalu. Kalau bukan karena bantuanmu, kurasa aku sudah berada dalam masalah," ujar Violetta.
"Tentu. Aku senang bisa membantumu," balas Henry.
"Kalau boleh aku tahu, saat itu kamu sedang bersama Lavina ya?" tanya Violetta.
"Ya. Aku kebetulan bertemu dengannya di depan kelas dan akhirnya kami mengobrol," jawab Henry.
"Apakah kamu ada rasa sama Lavina?" tanya Violetta.
"Hahaha bagaimana ya menjawabnya. Aku juga masih belum yakin. Aku jelas tidak membencinya, tetapi aku juga tidak tahu apakah aku mencintainya," jawab Henry.
"Kalau menurutku sih, kalian berdua akan menjadi pasangan yang serasi," kata Violetta.
"Aku hanya masih belum yakin, Violetta. Aku tidak mau asal bilang suka padanya tanpa memikirkan perasaannya terlebih dahulu. Aku tidak mau membuatnya merasa sedih. Mungkin aku akan mendapatkan jawaban pasti nya dalam beberapa hari ini," ujar Henry.
"Baguslah kalau begitu. Jangan buat dia menunggu terlalu lama, ya. Perempuan itu biasanya ragu untuk menyatakan perasaannya terlebih dahulu. Jika kamu biarkan saja, maka bisa saja perasaannya padamu akan hilang," kata Violetta.
"Ya, aku tahu," balas Henry.
"Kalau begitu, aku kembali ke tempat dudukku ya," ucap Violetta.
Violetta lalu kembali ke tempat duduknya di kursi belakang bus. Beberapa jam kemudian, Henry dan yang lainnya akhirnya sampai di sebuah hotel yang berada di dekat pantai. Semuanya lalu berkumpul di aula hotel untuk melakukan briefing. Pemandu acara kemudian menginfokan bahwa para murid diperbolehkan untuk melakukan kegiatannya masing-masing di tempat-tempat yang sudah ditentukan selama hari pertama dan hari ke dua dari pagi sampai siang. Pada sore dan malam hari ke dua, akan ada acara makan bersana dan kembang api.
"Sekian pengumuman dari saya, terima kasih," ucap salah satu pemandu setelah mengumumkan pengumuman.
Para murid kemudian membubarkan diri dan menuju ke kamar hotel masing-masing untuk menaruh barang. Satu kamar hotel akan diisi oleh empat orang murid.
"Akhirnya sampai ... Loh kok di kamarku belum ada orangnya ya? Apa jangan-jangan semua teman sekamarku masih berada di aula?" pikir Henry.
"Ya sudah lah. Daripada memikirkan hal itu, lebih baik aku mencari Lavina sekarang. Aku harap dia sekarang sedang ada waktu luang," pikir Henry lagi.
Ia pun keluar dari kamar hotel untuk mencari Lavina.
"Hmm ... Kok dia tidak ada ya. Padahal aku sudah mencarinya hampir ke tempat yang diperbolehkan untuk dikunjungi," pikir Henry. Ia sudah berulang kali mengitari hotel, pantai, dan tempat yang lainnya.
"Duh, sekarang aku malah merasa lapar. Aku ke restoran saja deh. Semoga di dekat sini ada restoran yang makanannya murah meriah," pikir Henry lagi.
Henry lalu berjalan menuju ke sebuah tempat makan yang ada di dekat pantai. Kebetulan, Lavina juga sedang berada di situ.
"Duh ternyata di sini toh orangnya. Pantas dari tadi kucari tidak ada," ucap Henry. Ia lalu duduk berhadapan dengan Lavina.
"Oh ya, tadi kamu mengatakan kalau mau berbicara denganku, kan?" tanya Lavina.
"Ya," jawab Henry.
"Mau membicarakan apa?" tanya Lavina.
"Em ... Aku penasaran apa pendapatmu tentang karyawisata ini," kata Henry.
"Menurutku, karyawisata ini cukup menarik. Tidak seperti biasanya, murid diberikan kebebasan lebih untuk melakukan yang mereka mau," balas Lavina.
"Yah, aku juga berpikir begitu," ujar Henry.
"Tetapi, aku merasakan sesuatu yang tidak baik. Tiba-tiba aku merasa takut sesuatu akan terjadi," ucap Lavina.
"Mungkin itu hanya perasaanmu saja. Lebih baik sekarang dinikmati dulu saja karyawisata nya," kata Henry.
"Hahaha, kau benar," balas Lavina.
"Apa kamu sudah menaruh barang bawaanmu di hotel?" tanya Henry.
"Ya, sudah kutaruh kok barusan," jawab Lavina.
"Sepertinya aku mau mengatakan sesuatu yang penting padamu, Henry. Tetapi, mengapa aku mendadak lupa ya?" kata Lavina .
"Kalau lupa, mungkin itu tidak penting," balas Henry.
"Yah anggap saja begitu," ucap Lavina.
"Oh ya, besok mau sama-sama ke museum?" tanya Henry.
"Tentu," jawab Lavina.
Henry dan Lavina kemudian menghabiskan makanan yang mereka pesan dan berjalan-jalan sebentar di dekat pantai. Setelah itu, mereka langsung menuju ke hotel untuk makan sore. Di sana, Xavier dan yang lainnya sudah berkumpul.
"Dari mana saja kalian?" tanya Xavier.
"Baru dari pantai. Lumayan lah, aku bisa membeli banyak barang dengan harga murah di sana," jawab Henry.
"Enak ya punya banyak uang. Aku bahkan harus makan nasi dan garam selama seminggu untuk bisa ikut karyawisata ini," ucap Xavier.
Tiba-tiba, Ernesta menepuk bahu Xavier.
"Tenang saja lah. Kan masih ada aku. Kalau kamu mau membeli sesuatu, bilang saja padaku," kata Ernesta.
"Sepertinya kondisi keuangan kalian terbalik nih. Sungguh memalukan. Apa kamu tidak salah pilih?" ucap Henry pada Ernesta.
"Hahaha, bisa saja kamu. Tapi ya, aku tidak salah pilih kok. Aku menilai seseorang dari kepribadiannya, bukan dari hartanya," balas Ernesta.
"Wah, hebat juga kamu," ucap Henry.
"Duh, kita makan saja yuk. Aku sudah lapar nih," kata Xavier.
Ia kemudian pergi bersama Ernesta untuk mengambil makanan. Henry juga akan melakukan hal yang sama, namun ia mengurungkan niatnya setelah melihat Lavina menghilang entah ke mana. Beberapa saat kemudian, ia bertemu dengan Violetta. Violetta mengatakan pada Henry bahwa Lavina sedang berada di depan hotel, tepatnya di dekat laut. Henry lalu berinisiatif untuk mengambil 2 porsi makanan dan memberikan salah satunya pada Lavina. Ia lalu keluar dari restoran dan menuju ke pantai. Di sana, terlihat Lavina sedang duduk di kursi pantai.
"Sedang apa di sini? Apa kamu tidak kedinginan?" tanya Henry.
"Aku sedang melihat langit malam. Aku memang suka keheningan. Itu membuatku lebih tenang dan rileks," jawab Lavina.
"Ini makanan untukmu," ucap Henry sambil memberikan makanan yang tadi ia ambil.
"Terima kasih," kata Lavina.
"Oh ya, aku mau bertanya sesuatu lagi. Kalau misalkan besok aku menyatakan perasaanku padamu, apa yang akan kamu katakan?" tanya Henry.
"Kalau itu sih ..." jawab Lavina.
Tiba-tiba ...
"Hei, kalian kenapa di luar?" tanya Xavier yang baru saja datang bersama Ernesta.
"Sedang mengobrol sebentar," jawab Henry.
"Ya sudah. Sekarang kita masuk saja ya, daripada nanti masuk angin," kata Ernesta.
"Ya," balas Lavina.
Ia kemudian mengajak yang lainnya untuk kembali ke dalam hotel. Di sisi lain, Henry sedikit kesal dengan kedatangan Xavier dan Ernesta yang membuat Lavina tidak jadi menjawab pertanyaannya. Setelah selesai makan dan mengobrol, semua murid mulai kembali ke kamar masing-masing.
"Balik yuk," ajak Ernesta.
"Hmm ... Sebentar lagi deh, aku mau membeli sesuatu untuk besok," kata Lavina.
"Kalau begitu biar aku saja yang membelikannya," balas Henry.
"Kamu yakin?" tanya Lavina.
"Ya, aku serius," jawab Henry.
"Tolong belikan aku susu kotak ya. Ini kuberikan uangnya," kata Lavina yang kemudian memberikan selembar uang kertas.
"Kalau begitu aku pergi duluan ya," balas Henry.
Henry kemudian keluar dari hotel dan menuju ke minimarket yang ada di dekat hotel tersebut untuk membeli sekotak susu seperti yang diminta oleh Lavina. Namun setelah selesai membeli dan keluar dari minimarket ...
"Tunggu. Kamar hotel nya Lavina nomor berapa ya?" pikir Henry.
"Ya sudah deh akan kuberikan pada nya besok," pikir Henry lagi.
Tanpa pikir panjang lagi, Henry yang sudah lelah pada hari itu langsung memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Saat ia sampai di kamarnya ...
"Akhirnya sa-" ucap Henry tak lama setelah membuka pintu kamar hotelnya.
"..." Henry kemudian terdiam setelah melihat Lavina, Ernesta, dan Violetta berada di kamar hotelnya.
"Ah akhirnya sampai. Mana pesananku?" tanya Lavina.
"Kok kamu bisa tahu kamar Lavina ada di sini?" tanya Violetta.
"Hah? Apa? Maksudmu bagaimana? Ini kan ... kamar hotelku. Lihat barangku saja ada di sana," jawab Henry.
"Hah ... YANG BENAR SAJA!" kata Ernesta dengan nada keras.
"Seharusnya kan kamar hotel laki-laki dan perempuan dipisah. Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Violetta.
"Oh ya, aku baru ingat. Saat aku menyerahkan data karyawisata, aku ditanya oleh wali kelasku tentang pembagian kamar ini. Katanya, jumlah laki-laki nya kelebihan satu dan kebetulan kelompok kita hanya tiga orang saja. Jadi aku menyarankan agar Henry diperbolehkan untuk satu kamar hotel dengan kita. Maaf ya aku baru bicara sekarang. Habisnya aku lupa sih," jawab Lavina.
"Kok kamu tidak bilang dulu sih?" tanya Ernesta.
"Ya habisnya mau bagaimana lagi. Masa kalian mau dipilihkan laki-laki acak sih? Bukankah begini lebih baik? Lagipula kalau tidak begini, Henry harus membayar biaya tambahan kamar hotelnya. Apa kalian tidak kasihan?" tanya Lavina.
"Yah ya juga sih ... Tapi kan ..." kata Ernesta.
"Kalau begini keadaannya, ya apa boleh buat. Tapi aku harap Henry agak jaga jarak ya. Aku kurang nyaman saja soalnya," kata Violetta.
"Hmm ... Ya sudah deh. Lagipula kurasa Henry bukanlah orang yang akan berbuat yang aneh-aneh," balas Ernesta.
"Terima kasih ya kalian sudah mau mengerti," kata Lavina.
"Apa ini? Kok bisa semuanya seperti ini? Apa ini settingan game nya?" pikir Henry.
"Hidupku kok begini amat sih," pikir Henry lagi.
Semuanya akhirnya dapat berjalan dengan lancar. Henry tidak jadi diusir dari kamar hotel tersebut dan diperbolehkan untuk tetap di sana. Pada saat tengah malam ...
"Sial, aku malah tidak bisa tidur kalau begini," pikir Henry.
Ia kemudian bangun dari tempat tidurnya.
"Loh kok Lavina tidak ada? Kemana ya dia?" pikir Henry lagi.
Henry kemudian keluar dari kamarnya dan mencari Lavina, namun tidak menemukannya. Karena sudah terlalu lelah, Henry pun lebih memilih untuk melanjutkan tidurnya di sebuah sofa di dekat front office hotel. Pada pagi harinya ...
"Hmm ... Kamu lihat Lavina dan Henry?" tanya Ernesta pada Violetta yang sedang sedang sibuk memainkan ponsel miliknya.
"Nggak sih. Sejak aku bangun, mereka sudah tidak ada," jawab Violetta.
"Jangan-jangan ..." ucap Ernesta.
"Ya nggak mungkin lah! Jangan berpikir yang aneh-aneh dulu dong. Coba cari saja mereka," kata Violetta.
"Ya sudah deh," balas Ernesta.
Ernesta kemudian mencari Lavina dan Henry dan akhirnya mereka menemukan mereka sedang tidur di dekat front office hotel. Ernesta pun membangunkan mereka berdua.
"Kalian ini punya kelainan ya, masa tidur di sini? Lagipula, dari mana saja kalian sejak malam kemarin?" kata Ernesta.
"Hah?" ucap Henry yang belum sepenuhnya bangun.
"Hmm? Kalau aku sih kemarin malam ke kantin untuk makan. Lalu saat aku akan kembali, aku lihat Henry sedang tidur di sini. Kukira dia ada masalah denganmu, ya jadi aku ikut tidur di sini juga," balas Lavina.
"Kalian ini ya ... Terserah saja deh. Aku mau lanjut tidur, masih ngantuk," kata Ernesta.
Ernesta kemudian kembali ke kamar hotel. Pada siang harinya, Lavina dan Henry pergi ke museum sesuai janji yang mereka buat. Setelah itu, mereka berkeliling pantai sampai sore hari. Tak terasa, beberapa jam telah berlalu. Teriknya matahari telah digantikan oleh indahnya bulan, yang menandakan bahwa pesta kembang api akan segera dimulai. Hampir semua murid sudah berkumpul di pantai untuk menikmati momen tersebut.
"Bagaimana hari ini?" tanya Henry.
"Menyenangkan kok. Aku sudah lama tidak menikmati suasana pergi bersama orang lain hanya berdua saja," jawab Lavina.
"Aku senang mendengarnya," ucap Henry.
Melihat Lavina yang tersenyum pada saat itu, Henry berkata,"Oh ya, aku mau menyampaikan sesuatu padamu."
"Ya?" tanya Lavina.
"Aku suka padamu," ucap Henry.
"Ha?" tanya Lavina.
"Ya, aku suka padamu," kata Henry.
"Hmm ... Aku senang sih mendengarnya. Tetapi, apakah ini karena kita sedang berada dalam game dan kamu ingin segera menyelesaikannya?" tanya Lavina.
"Tidak juga. Sebenarnya, aku sudah menyukaimu bahkan sebelum kita masuk ke dalam game. Karena itulah aku bahkan menerima tawaran Xavier untuk memainkan game ini," jawab Henry.
"..." Lavina terdiam.
"Aku semakin tertarik denganmu karena sifatmu yang sebenarnya baik hati dan lembut, namun di sisi lain tegas. Kamu cukup berhati-hati dalam bertindak," ucap Henry.
"Lalu apa?" tanya Lavina.
"Maukah kamu menjadi pasanganku?" tanya Henry.
"Aku bukan orang yang baik loh, kamu yakin?" tanya Lavina membalas pertanyaan Henry.
"Ya," jawab Henry.
"..." Lavina kembali terdiam.
"Kira-kira, bagaimana jawabanmu?" tanya Henry.
"... Ya aku mau," jawab Lavina.
Dalam sekejap, keraguan yang ada di dalam pikiran Henry lenyap. Ia akhirnya lega karena apa yang ia harapkan telah berhasil ia capai. Karyawisata pun berjalan dengan lancar dan menjadi kenangan yang indah bagi mereka berdua.