Melihat Henry yang terjatuh dari rooftop, Lavina dan Fanette langsung berhenti berkelahi dan melihat ke arah bawah gedung sekolah. Fanette lalu berkata kepada Lavina,"Kalau sampai Henry kenapa-kenapa ... aku tidak akan memaafkanmu!" lalu berlari ke luar rooftop. Sementara itu ...
"Di mana aku?" kata Henry.
"Di UKS. Tadi kamu terjatuh," jawab Ernesta yang tiba-tiba datang sambil membawa dua gelas teh manis.
"Oh ..." ucap Henry.
"Kamu melakukan apa sih sampai bisa terjatuh seperti itu? Kamu terjatuh dari lantai sepuluh lho!" tanya Ernesta.
"Panjang ceritanya. Yang pasti aku bisa terjatuh seperti ini karena mencoba melerai Lavina dan Fanette yang sedang berkelahi di rooftop," jawab Henry.
"Berkelahi? Kok bisa? Memangnya terjadi sesuatu yang besar?" tanya Ernesta.
"Entahlah, aku juga kurang tahu," jawab Henry.
"Untung saja kamu terjatuh tepat di kolam renang. Kalau tidak, pasti kamu sudah pergi ke dunia lain," kata Ernesta.
"Di saat seperti ini kamu masih bisa mengatakan hal itu? Hebat sekali," balas Henry.
"Ya begitulah, sudah kebiasaan. Kalau begitu, aku mau pulang dulu ya. Aku sampai harus pulang terlambat gara-gara menolongmu, jangan ulangi kejadian ini lagi ya," ujar Ernesta.
"Tentu saja. Siapa juga yang mau meninggal karena terjatuh. Itu mah mati konyol namanya," kata Henry.
Ernesta lalu mengambil tas miliknya di sudut ruangan lalu pergi. Tak lama kemudian, Fanette masuk ke ruang UKS.
"Henry! Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Fanette yang baru saja datang dengan ekspresi sedikit cemas.
"Kamu masih menanyakan apakah aku baik-baik saja setelah kamu melihat sendiri aku terjatuh dari lantai teratas gedung sekolah? Sepertinya ada yang salah dengan kepalamu," balas Henry.
Fanette yang tadinya cemas mendadak menjadi sangat santai dan berkata,"Hmm ... Aku anggap itu sebagai tidak. Syukurlah kamu tidak kenapa-kenapa."
" ... " Henry terdiam sambil melihat ke arah Fanette.
"Apa?" tanya Fanette.
"Apa yang kamu lakukan pada Lavina?" tanya Henry.
"Aku hanya memenuhi janjiku padamu," jawab Fanette.
"Janji?" tanya Henry.
"Bukankah aku sudah bilang sebelumnya kalau aku akan membuat Lavina berhenti membencimu?" kata Fanette.
"Ya kamu pernah bilang sebelumnya. Tetapi, aku tidak mau kamu melakukannya dengan cara kasar seperti itu," ujar Henry.
"Tenang saja. Aku jamin dia akan kembali seperti semula. Aku pastikan itu terjadi seratus persen," balas Fanette.
"Terserah kamu saja deh," kata Henry.
"Hmm ... Sebentar lagi Lavina pasti akan sampai. Aku sembunyi dulu di bawah kasurmu ya," ujar Fanette yang kemudian bersembunyi.
Beberapa menit kemudian, Lavina datang ke UKS, persis seperti yang diprediksikan oleh Fanette.
" ... " Lavina terdiam sambil berjalan ke arah Henry.
"Lavina?" kata Henry.
" ... " Lavina masih tetap terdiam.
"Hei, ada apa? Aku baik-baik saja kok. Tenang saja," ucap Henry yang kemudian bangun dari tempat tidurnya.
Tak disangka, Lavina langsung memeluk Henry sambil menangis.
"Maafkan aku Henry. Gara-gara aku, kamu hampir saja celaka," ucap Lavina. Air mata tampak mengalir dari matanya.
"Tidak apa-apa Lavina. Kamu tidak sepenuhnya salah kok. Aku juga minta maaf karena telah mengecewakanmu waktu itu. Aku tidak seharusnya berkata demikian bahkan saat kamu sedang tidak berada di sana," balas Henry.
"Tapi aku hampir membuatmu kehilangan nyawamu. Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri," ucap Lavina.
"Tidak apa-apa Lavina. Aku rela mengorbankan nyawaku demi kamu," ujar Henry.
"Apakah kamu melihat Fanette? Aku juga ingin minta maaf padanya karena sudah melakukan hal buruk padanya. Aku seharusnya bisa lebih mengontrol diri saat itu," kata Lavina.
Henry menghela napas lalu menoleh ke belakang dan berkata,"Kau dengar itu, Fanette? Kamu bisa berhenti bersembunyi sekarang."
Mendengar perkataan Henry, wajah Lavina menjadi merah seketika dan berkata,"Jadi sejak awal Fanette ada di sini?"
Fanette lalu ke luar dari tempatnya bersembunyi.
"Wah wah wah, sepertinya ada pasangan yang balikan nih. Aku jadi iri," ucap Fanette.
"Oh ya, aku minta maaf ya. Soal yang waktu itu, aku cuma bercanda kok. Jadi tidak usah khawatir. Aku hanya ingin menguji seberapa cocok kalian. Aku hanya tidak mau hubungan kalian tidak berjalan lancar," ucap Fanette lagi.
"Tetapi tidak usah sampai sebegitunya, kan?" tanya Lavina.
"Ya mau bagaimana lagi. Ibumu yang memintaku untuk memastikan kamu mendapatkan pasangan yang terbaik," jawab Fanette.
"Bunda yang menyuruhmu melakukan itu?" tanya Lavina.
"Secara teknis, itu benar. Hanya saja aku sedikit mengubah caranya," jawab Fanette.
"Ya sudahlah, apa boleh buat," ucap Lavina.
"Kalau begitu bagaimana kalau kita pulang saja. Hari sudah semakin sore," ajak Fanette.
"Ya. Kau benar," balas Henry.
Beberapa hari kemudian ...
"Sial! Aku kesiangan lagi," ucap Henry tak lama setelah bangun dari tempat tidur. Saat itu, jarum jam menunjukkan pukul enam pagi.
Henry kemudian menuju ke dapur. Di sana, ia melihat Fanette yang kebetulan sedang memasak.
"Sudah bangun tidur? Cepat sekali," ucap Fanette yang sedang memasak.
"Hah? Ini sudah kesiangan," jawab Henry.
"Kalau begitu, tolong sekalian bangunkan Lavina ya. Kalau kutinggal masakannya bisa gosong," ujar Fanette.
"Ya," balas Henry.
Henry lalu pergi ke kamar Lavina untuk membangunkan Lavina seperti yang diminta oleh Fanette. Namun saat akan menghampiri Lavina, Henry menjatuhkan ponsel milik Lavina yang tadinya terletak di atas meja.
"Duh, kuharap ini tidak rusak. Aku cek sebentar deh," pikir Henry.
...
...
"Tunggu sebentar. Aku baru ingat, aku sudah lama tidak mengecek Love Meter di sini. Kira-kira sudah berapa persen ya," ucap Henry perlahan.
Ia kemudian melihat angka di ponsel miliknya dan ia bandingkan dengan milik Lavina. Keduanya menunjukkan angka 90 persen.
"Wah, akhirnya aku bisa keluar dari game ini. Senangnya," pikir Henry.
Di saat yang bersamaan, Lavina terbangun dari tidurnya. Ia langsung terkejut dan dengan cepat mengambil ponsel miliknya dari tangan Henry.
"Lavina?" ucap Henry.
Lavina memberikan tatapan mata yang tajam kepada Henry lalu menghela napas dan bertanya,"Kamu sudah lihat angkanya?"
"Ya. Aku baru saja melihatnya," jawab Henry.
"Kalau begitu, tidak ada lagi alasan untuk menyembunyikannya. Jadi ... Apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Lavina.
"Tentu saja keluar dari game ini. Aku tidak ingin terjebak di sini," jawab Henry.
Lavina tak menanggapi perkataan Henry.
"Ada apa? Apakah ada sesuatu yang penting?" tanya Henry.
"Kamu akan kehilangan ingatanmu saat keluar dari game ini," jawab Lavina.
"Kok bisa?" tanya Henry.
"Aku lupa untuk mengubah pengaturannya saat mengembangkan game ini. Tak kusangka ini akan berakibat fatal," jawab Lavina.
Henry pun akhirnya ikut terdiam setelah mengetahui kebenaran itu. Setelah beberapa saat, ia akhirnya membuat keputusan.
"Aku sudah memutuskannya. Kalau kita memang sudah ditakdirkan untuk bersama, hanya Sang Pencipta lah yang bisa memisahkan kita," ucap Henry.
Air mata menetes dari mata Lavina ketika mendengar ucapan Henry. Ia lalu mengusapnya dan bertanya,"Kalau begitu, boleh aku minta satu permintaan?"
"Tentu saja," kata Henry.
"Hari ini kan merupakan penutupan acara festival. Aku ingim menikmatinya sampai selesai bersamamu," ucap Lavina.
"Aku akan melakukannya dengan senang hati," balas Henry.
"Sekarang, ayo kita sarapan terlebih dahulu. Fanette sudah menunggu kita di bawah," ucap Henry lagi.
"Ya," balas Lavina.
Keduanya lalu turun ke dapur.
"Kalian lama sekali. Ayo cepat makan, nanti bisa dingin lho makanannya," ucap Fanette.
"Hari ini kamu sepertinya sibuk sekali," balas Lavina.
"Yah bagaimana ya ... Ernesta memintaku untuk membantunya berjualan, jadi aku harus berangkat lebih awal," balas Fanette.
"Kamu mau berangkat sekarang?" tanya Lavina.
"Ya. Kalian makan saja. Aku tadi sudah makan kok. Nikmati waktu kalian," jawab Fanette.
Fanette kemudian berangkat ke akademi. Sementara itu, Lavina dan Henry menikmati makanan yang telah disiapkan oleh Fanette. Setelahnya, mereka berdua juga ikut berangkat ke Akademi Laplacia untuk mengikuti acara penutupan festival. Mereka berdua mengunjungi berbagai tempat-tempat yang mengadakan acara kecil-kecilan dan juga membeli banyak makanan. Waktu berjalan dengan sangat cepat seiring mereka menikmati rangkaian acara yang berlangsung pada hari itu.
Pada malam harinya, Henry mengajak Lavina untuk menonton acara pertunjukan kembang api dari taman belakang gedung akademi.
"Tempatnya indah sekali," ucap Lavina.
"Kamu tahu? Tempat ini sering kujadikan tempat untuk bolos saat awal-awal masuk ke akademi ini," balas Henry.
"Apakah akan ada banyak orang yang akan datang ke sini?" tanya Lavina.
"Kurasa tidak. Mereka pastinya akan memilih tempat yang tinggi seperti rooftop untuk melihat kembang api dengan lebih jelas," jawab Henry.
"Ini membawa kenangan kembali ya. Aku ingat dulu ibuku pernah mengajakku untuk menonton pertunjukkan kembang api," kata Lavina.
"Baguslah kalau begitu," balas Henry.
"Oh ya, terima kasih ya untuk hari ini. Kuharap kita bisa selalu bersama seperti ini," kata Lavina.
"Sama-sama ... Hei lihat itu, kembang apinya sudah mulai bermunculan," ujar Henry.
Di saat yang bersamaan, gelapnya langit malam seakan diwarnai oleh puluhan kembang api yang diluncurkan saat itu. Pandangan Lavina dan Henry tertuju pada kelap-kelip bintang yang juga ikut menghiasi langit malam itu.
Beberapa saat kemudian, Lavina memegang tangan Henry dan berkata,"Sudah siap untuk kembali?"
Henry lalu menjawab,"Ya."
Lavina lalu mengambil sebuah layar kecil dan mengetik sesuatu di sana. Beberapa saat kemudian, cahaya yang sangat terang menyinari sekitaran tempat mereka berdiri.
"Sampai jumpa lagi," kata Lavina sambil tersenyum sedih.
Seketika, tubuh Henry terasa berat. Ia bahkan tidak bisa membalas perkataan Lavina.