"Hidup abadi? Apakah itu bisa dilakukan? Bukankah itu melawan hukum alam?" tanya Henry.
"Ikut aku," ajak Lavina.
Mereka berdua kemudian turun ke lantai terbawah fasilitas penelitian tersebut.
"Lihat itu," kata Lavina sambil menujuk ke sebuah kapsul berukuran besar.
"Itu kan ... manusia?" tanya Henry.
"Ya. Namun bukan manusia biasa. Dia adalah manusia buatan yang diciptakan oleh ibuku. Sistemnya seperti kloning, namun lebih kompleks," jawab Lavina.
"Mengapa ibumu melakukan penelitian ini?" tanya Henry.
"Entahlah ... Kurasa dia ... Takut," jawab Lavina.
"Takut?" tanya Henry.
"Ibuku sedang sakit saat melakukan penelitian ini. Mungkin dia ingin agar aku tetap mempunyai seseorang yang menemaniku saat ia tiada," jawab Lavina.
"Jadi sekarang dia ..." kata Henry.
"Ya, dia sudah meninggal," jawab Lavina.
"Kalau aku boleh tahu, apa hubungannya semua ini dengan niatmu untuk mengundurkan diri dari lomba nasional?" tanya Henry.
"Selama ini aku mengikuti lomba dan yang lainnya karena aku kesepian. Namun, aku tidak mau menggunakan penemuan ibuku. Bagaimana pun juga, aku merasa salah jika belum siap menerima dia sebagai bagian dari keluargaku. Aku tidak mau hanya menganggapnya sebagai pengganti ibuku," jawab Lavina.
"Lalu sekarang apa yang akan kamu lakukan?" tanya Henry.
"Aku akan melepaskan dia," jawab Lavina.
"Apakah dia juga ada di dunia nyata?" tanya Henry.
"Tentu saja. Dunia permainan ini kan merupakan replika dari dunia nyata," jawab Lavina.
"Jadi, kamu akan melepaskannya juga di dunia nyata?" tanya Henry.
"... Ya," jawab Lavina. Ia tampak sedikit ragu saat menjawabnya.
"Ayo bantu aku," kata Lavina.
Lavina kemudian menuju ke tempat kontrol ruangan di dekat pintu masuk dan menekan beberapa tombol. Pembatas yang ada pada kapsul pun terbuka. Orang yang ada dalam kapsul tersebut lalu terjatuh. Henry kemudian menangkapnya.
"Baringkan dia di tempat tidur yang ada di pojokan ruangan itu," kata Lavina sambil menunjuk ke arah sudut ruangan.
"Ya," balas Henry sambil membawa orang tersebut.
"Sepertinya dia masih belum sadar," kata Lavina.
"Sudah berapa lama dia di sini?" tanya Henry.
"Entahlah. Kurasa sejak aku masih kecil. Aku pernah beberapa kali melihatnya mengobrol dengan ibuku saat masih hidup," jawab Lavina.
"Artinya dia sudah cukup tua ya. Aku bingung bagaimana cara dia bisa tetap terlihat seperti anak SMA walaupun umurnya sudah jauh darimu," kata Henry.
"Aku pun tidak tahu. Semua berkas tentang dia sudah lenyap bersamaan dengan penutupan tempat kerja ibuku tak lama setelah ia meninggal," jawab Lavina.
"Sejak saat itu dia berada di sini?" tanya Henry.
"Ya," jawab Lavina.
Beberapa saat kemudian, orang tersebut sadar.
"Di mana ini?" tanya orang tersebut.
"Kamu sedang berada di fasilitas penelitian Akademi Laplacia. Ibuku yang membawamu ke sini," jawab Lavina.
"Di mana dia sekarang?" tanya orang tersebut.
"Dia ..." kata Lavina yang kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
"..." Orang tersebut tak berkata apapun. Ia sepertinya mengerti tentang apa yang telah terjadi.
"Siapa namamu?" tanya Henry.
"Namaku Fanette," jawab orang tersebut.
"Maafkan aku karena baru melepaskanmu sekarang. Selama ini aku ... tidak ... siap untuk melakukannya," kata Lavina.
"Tidak apa-apa Lavina. Aku tahu dan mengerti semua keraguanmu," ucap Fanette.
"Sekarang, ayo ganti pakaian. Kita akan kembali," kata Lavina.
"Tolong tunggu di luar ya," ujar Fanette pada Henry.
"Ya," balas Henry. Ia lalu keluar dari ruangan tersebut.
Setelah semuanya siap, mereka bertiga kembali ke rumah Henry. Saat sampai, Lavina langsung menuju ke kamarnya karena sudah terlalu lelah. Sementara itu, Henry dan Fanette duduk di ruang tamu. Sambil menonton televisi, Henry juga mengerjakan pekerjaan rumah miliknya.
"Sedang mengerjakan apa?" tanya Fanette.
"Tugas sekolah. Membosankan sekali," jawab Henry.
"Mau kubantu?" tanya Fanette.
"Memangnya kamu mengerti?" tanya Henry.
"Tentu saja," jawab Fanette.
"Kalau begitu tolong ya," kata Henry.
Fanette lalu mengajari Henry beberapa pertanyaan yang Henry tidak mengerti. Tanpa terasa, beberapa jam telah berlalu. Lavina yang tadinya tidur akhirnya bangun dan menuju ke ruang tamu.
"Hai Henry, malam ini mau makan apa?" tanya Lavina.
"Hmm ... Mungkin aku akan membeli makanan di luar saja," jawab Henry.
"Kalau begitu, aku yang akan belikan saja. Kalian mau makan apa?" tanya Fanette.
"Aku mau nasi goreng ya kalau ada," jawab Henry.
"Sama deh," kata Lavina.
"Tunggu sebentar ya. Aku akan mencarikannya," ucap Fanette.
"Aku temani deh. Kamu kan masih belum hafal lokasi sekitaran sini," kata Henry.
"Kamu yakin?" tanya Fanette.
"Ya, tidak apa-apa," jawab Henry.
Henry kemudian berganti pakaian dan berpamitan kepada Lavina untuk membeli makanan bersama Fanette.
"Aku pergi sebentar ya," ucap Henry.
"..." Lavina terdiam. Wajahnya tampak sedih, walau tidak terlalu jelas.
"Lavina?" kata Henry.
"Oh ya, hati-hati di jalan ya," ucap Lavina.
Henry pun berangkat bersama Fanette. Di jalan, Fanette mengatakan bahwa sepertinya Lavina sedang merasa sedikit kesal kepada Henry karena ia terlihat kurang memperhatikannya. Fanette menyarankan agar Henry mengajak ngobrol Lavina ketika pulang nanti. Setibanya mereka di rumah kembali, Fanette langsung cepat-cepat menghabiskan makanan miliknya dan langsung pergi ke kamarnya. Sementara itu, Lavina dan Henry masih duduk di ruang makan.
"Lavina, ada waktu sebentar?" tanya Henry.
"Mau membicarakan apa?" tanya Lavina.
"Masalah pribadi," jawab Henry.
"Ada apa?" tanya Lavina.
"Mengenai game ini ... Apa tujuanmu membuatnya?" tanya Henry.
"..." Lavina terdiam.
"Apakah alasannya sangat rahasia?" tanya Henry.
"Aku ingin merasakan hidup abadi. Aku tahu itu salah. Namun bukan hanya itu saja. Aku juga ingin orang lain dan diriku untuk merasakan apa itu rasanya ... cinta ... dan dimengerti orang lain," ucap Lavina.
"Oh seperti itu. Aku mengerti sekarang," balas Henry.
"Maaf selama ini tidak memberitahumu," kata Lavina.
"Tidak apa-apa kok. Semua orang pasti punya suatu hal yang sulit diungkapkan. Aku sepenuhnya mengerti tentang hal itu," balas Henry.
"Terima kasih ya kamu sudah sangat pengertian padaku selama ini,"kata Lavina.
"Dan satu lagi ... Ini tentang lomba nasional. Kamu akan mengikutinya, kan?" tanya Henry.
"Aku tidak tahu. Aku tidak yakin akan menang. Tiba-tiba saja aku merasa ... kurang tertarik," jawab Lavina.
"Cobalah untuk dipikirkan dulu ya. Aku yakin kamu bisa menentukan yang terbaik bagimu," kata Henry.
"Mungkin aku akan berkonsultasi dulu dengan para guru tentang apakah aku akan ikut atau tidak," balas Lavina.
"Tetap semangat ya," ucap Henry menyemangati Lavina.
"Terima kasih," balas Henry.
"Oh ya, selain lomba nasional, sekolah kita akan mengadakan acara juga kan?" tanya Lavina.
"Maksudmu pekan seni yang akan dilaksanakan selama seminggu penuh?" tanya Henry.
"Tepat sekali," kata Lavina.
"Memangnya ada apa?" tanya Henry.
"Aku hanya berharap kita bisa menghabiskan waktu berdua di sana," jawab Lavina.
"Akan kuusahakan," ucap Henry.
"Terima kasih ya. Aku sangat menantikannya," balas Lavina