Beberapa waktu telah berlalu setelah kejadian hari itu. Sesuai janjinya, Lavina mengurungkan niatnya untuk mengundurkan diri dari lomba nasional. Berkat usaha kerasnya, ia berhasil meraih juara satu dalam lomba tersebut tanpa mengalami kesulitan. Untuk merayakan kemenangan Lavina, Henry mengajaknya untuk berjalan-jalan pada akhir pekan. Pada pagi harinya ...
"Selamat pagi Henry. Kamu bangunnya pagi sekali hari ini, sudah tidak sabar jalan-jalan ya?" sapa Fanette ketika Henry sampai di dapur.
"Apaan sih, biasa saja kali. Ini kan sudah jam delapan," balas Henry.
"Terserah kamu saja deh," kata Fanette.
"Oh ya, Lavina ada di mana?" tanya Henry.
"Ke pasar. Tadi dia bilang ingin membeli bahan makanan," jawab Fanette.
"Kenapa dia tidak mengajakku, ya?" tanya Henry.
"Mana aku tahu!" jawab Fanette.
"Ya sudahlah. Apakah sudah ada makanan sekarang?" tanya Henry.
"Belum. Aku sedang memasaknya," jawab Fanette.
Henry lalu melihat sekotak susu di meja makan. Ia lalu meminumnya. Ia terkejut saat mengetahui bahwa susu tersebut sudah kedaluwarsa sesaat setelah meminumnya.
"Hei Fanette," panggil Henry.
"Ya?" tanya Fanette.
"Apakah aman untuk minum susu yang sudah kedaluwarsa?" tanya Henry.
"Ya nggak lah!" jawab Fanette.
"Hmm ... Apa yang terjadi kalau aku meminumnya?" tanya Henry sambil menenggak lagi susu yang telah kedaluwarsa itu.
Fanette merasa penasaran dan melihat ke arah Henry lalu berkata,"Ya ampun, sudah kubilang tidak boleh kenapa malah diminum? Tunggu, lagipula kenapa kamu minum susu itu? Itu kan sudah tidak layak konsumsi."
"Ya mana aku tahu. Pokoknya susu ini ada di meja, ya kuminum saja deh," balas Henry.
"Aku kan sudah menandainya. Lihat di bagian depan kotaknya. Sudah ada tulisan jangan diminum, kan?" tanya Fanette.
"Oh ... kau benar," jawab Henry tak lama setelah mengeceknya.
"Duh kamu ini ya! Nanti ikut aku ke apotek untuk beli obatnya. Aku tidak mau kamu keracunan," kata Fanette.
"Ya," balas Henry.
Beberapa menit kemudian ...
"Aku sudah siap. Ayo kita ke apotek sekarang," ajak Fanette.
"Bagaimana dengan Lavina? Dia kok belum kembali sampai sekarang?" tanya Henry.
"Justru akan menjadi masalah kalau dia kembali sekarang. Sudah ayo cepat kita berangkat," jawab Fanette.
Henry dan Fanette kemudian pergi menuju ke apotek. Sesampainya di sana ...
"Kamu tunggu di sini ya. Aku akan membelikan obatnya terlebih dahulu," kata Fanette.
"Ya," balas Henry.
Fanette kemudian menuju ke tempat pembelian obat.
"Apaan-apaan sih dia ini. Kok sampai sebegitunya," pikir Henry.
"Aku kan bisa ke sini sendiri," pikir Henry lagi.
Beberapa saat kemudian, seorang perempuan menghampiri Henry.
"Hai Henry,"
"Dia ... Siapa?" pikir Henry.
Di sisi lain ...
"Akhirnya aku berhasil menemukannya. Makan malam hari ini pasti enak sekali," ucap Lavina sambil melihat isi tas belanjanya.
"Kamu beruntung juga ya. Padahal stoknya kan tinggal sedikit," balas Ernesta.
"Masih ada yang mau dibeli?" tanya Lavina.
"Hmm ... Obat di rumahku sepertinya sudah habis. Mau mampir sebentar ke apotek?" balas Ernesta.
"Tentu," ucap Lavina.
Mereka berdua kemudian menuju ke apotek. Sesampainya di dekat apotek, Lavina melihat Henry sedang berbicara dengan seseorang.
"Aku tidak jadi menemanimu deh. Maaf sekali ya. Aku baru ingat kalau ada sesuatu yang lupa kubeli di pasar," ujar Lavina.
"Ya sudah deh. Hati-hati di jalan ya," balas Ernesta.
Lavina kemudian pergi.
"Tunggu, bukankah itu arah ke rumahnya?" pikir Ernesta.
Ernesta kemudian melihat ke arah apotek.
"Oh ini pasti ..." pikir Ernesta lagi.
Sementara itu ...
"Aku mencintaimu sejak pertama kali aku melihatmu. Maukah kamu-"
"Maaf. Aku sudah memiliki seseorang yang kucintai. Aku harap kamu mengerti," balas Henry.
" ..."
Perempuan tersebut kemudian tampak sedih dan pergi entah ke mana. Tak lama kemudian, Fanette kembali dengan membawa obat untuk Henry.
"Ada apa?" tanya Fanette.
"Tidak ada apa-apa," jawab Henry.
"Kalau begitu ayo kembali. Sepertinya Lavina juga sudah menuju ke rumah," kata Fanette.
"Kok bisa tahu?" tanya Henry.
"Entahlah. Hanya perasaanku saja," jawab Fanette.
Henry dan Fanette lalu berjalan menuju kembali ke rumahnya. Sementara itu ...
"Harusnya ini sudah cukup kan?"
"Tak kusangka, ternyata kamu benar-benar menjual temanmu,"
"Sudah, mana uang yang kau janjikan?"
"Berikan dulu fotonya,"
"Ini,"
"Hahaha, ini akan jadi berita besar besok,"
Di sisi lain ...
"Aku pulang," ucap Fanette.
"Dari apotek?" tanya Lavina.
"Ya, kok bisa tahu?" balas Fanette.
"Tadi aku melihat Henry saat mau pulang," ucap Lavina.
"Ya begitulah. Tadi Henry minum susu yang sudah basi dan aku membelikannya obat," kata Fanette.
"Benarkah? Kok bisa sampai seperti itu?" tanya Lavina.
"Emm ... Aku sedikit ceroboh," jawab Henry.
"Ya sudah deh, jangan sampai terulang ya," ucap Lavina.
"Tentu," balas Henry.
"Oh ya, kalian sudah ada rencana untuk pergi hari ini kan?" tanya Fanette.
"Oh ya, kau benar. Aku sampai lupa," jawab Lavina.
"Kalau begitu soal urusan rumah biar aku saja yang urus. Nikmati saja waktu kalian," kata Fanette.
"Kalau begitu, aku siap-siap dulu deh," ucap Lavina.
Tak lama setelah Lavina dan Henry pergi ...
"Hmm ... Aku jadi iri pada Lavina. Dia sudah menemukan seseorang yang berarti baginya," pikir Fanette.
"Aku jadi mau menguji seberapa tinggi cinta mereka," pikir Fanette lagi.
Keesokan harinya ...
"Hei Henry, kamu sudah dengar berita terbaru tentangmu?" tanya Xavier tak lama setelah masuk ke kelas.
"Belum. Memangnya ada berita apa tentangku?" tanya Henry.
"Yah nggak penting juga sih. Hanya saja, hampir semua orang di sekolah ini sedang membicarakanmu. Katanya sih, kamu pacaran sama Fanette secara diam-diam. banyak yang percaya, apalagi Fanette kan baru masuk di sekolah ini, jadi akan sangat masuk akal jika ada yang mengincarnya," jawab Xavier.
"Ya tidak masuk akal lah! Mana mungkin aku melakukannya ketika aku sudah punya orang lain," ucap Henry.
"Sudahlah, aku tidak mau ikut-ikutan kena masalah. Lihat, Lavina dari tadi melihat ke arah kita," kata Xavier.
Xavier kemudian pergi ke tempat duduknya. Tak lama kemudian, Lavina menghampiri Henry.
"Ada apa?" tanya Henry.
"Tadi kamu mebicarakan apa dengan Xavier?" balas Lavina.
"Tidak penting. Hanya masalah kecil," kata Henry.
"Henry, aku bilang satu hal padamu ya. Jujur saja, aku harap kamu tidak benar-benar menaruh rasa pada Fanette. Aku sedikit terganggu dengan kabar baru-baru ini," ucap Lavina.
"Ya," kata Henry.
Lavina kemudian kembali ke tempat duduknya. Pada saat itu, Henry tahu bahwa sebenarnya Lavina cemburu, namun lebih memilih untuk tidak membahasnya. Pada siang harinya ...
"Lavina, mau pulang bareng?" tanya Henry.
"Tentu. Kalau begitu, aku ambil tas dulu ya," jawab Lavina.
Lavina lalu pergi ke dalam kelas untuk mengambil tas miliknya. Di saat yang sama, Fanette muncul dari arah laboratorium.
"Henry, bisa ikut aku sebentar?" tanya Fanette.
"Ada apa?" tanya Henry.
"Ada yang ingin kubicarakan denganmu," jawab Fanette.
"Mau membicarakan apa? Kenapa tidak di sini saja?" tanya Henry.
"Tidak bisa. Ini sesuatu yang tidak bisa dibicarakan di depan orang lain," jawab Fanette.
"Hmm ... baiklah. Tapi, kita mau ke mana?" tanya Henry.
"Rooftop," jawab Fanette.
"Ya sudah, tetapi jangan lama-lama ya," kata Henry.
Fanette dan Henry kemudian menuju ke rooftop sekolah. Namun saat akan menuju ke sana, Fanette memastikan bahwa tidak ada yang mengikuti mereka sampai ke rooftop. Sesampainya di sana ...
"Jadi, tadi mau membicarakan apa?" tanya Henry.
"..." Fanette tak menjawabnya. Ia kemudian mendekati Henry.
"Apa yang akan kamu katakan jika ..." ucap Fanette.
Di sisi lain ...
"Loh, Henry kok tidak ada? Ke mana dia?" pikir Lavina.
"Hei Lavina, sedang apa?" tanya Lalvia yang tiba-tiba saja datang entah dari mana.
"Sedang mencari Henry," jawab Lavina.
"Henry? Kulihat tadi dia bersama Fanette menuju ke lantai atas. Sepertinya mereka berdua ingin membahas sesuatu," kata Lalvia.
"Terima kasih ya infonya. Aku mau ke sana dulu," balas Lavina.
"Hati-hati!" ujar Lalvia.
Setelah mendapat informasi dari Lalvia, Lavina langsung berlari menuju ke arah gedung sekolah untuk mencari Fanette dan Henry. Karena tak menemukannya di kelas, Lavina menuju ke arah rooftop. Saat akan membuka pintu rooftop, Lavina mendengar sedikit pembicaraan Henry dan Fanette. Ia pun bersembunyi sebentar di balik pintu tersebut.
"Aku menyukaimu Henry," ucap Fanette. Ia berdiri dengan jarak yang sangat dekat dengan Henry.
"Tapi Fanette, aku sudah mencintai orang lain," ucap Henry.
"Lavina? Aku tahu. Aku tidak masalah menjadi orang ketiga," balas Fanette.
"Tolong hentikan," ucap Henry.
"Apakah aku memiliki kesempatan untuk menjadi pasanganmu? Aku tidak masalah jika tidak menjadi yang pertama," tanya Fanette.
"Duh apa-apaan sih kelakuannya. Mungkin aku harus menjawab ya agar dia puas," pikir Henry setelah mendengar perkataan Fanette.
"...Mungkin saja," jawab Henry
"!!!"
Mendengar jawaban Henry, Lavina langsung membuka pintu rooftop tersebut.
"Kalian ..." ucap Lavina tak lama setelah membuka pintu rooftop.
Melihat Lavina yang tiba-tiba datang dan membuka pintu, Henry dan Fanette terkejut.
"Tunggu. Ini tidak seperti yang kamu dengar dan lihat," balas Henry.
"Kamu bisa berkata seperti itu kepadaku setelah apa yang kamu katakan kepada Fanette? Keterlaluan!" kata Lavina dengan nada sedikit membentak.
Lavina kemudian berkata pada Fanette,"Kamu juga. Aku tidak percaya kamu dengan mudahnya mengajak Henry pacaran. Aku kecewa padamu!"
Lavina kemudian pergi.