"Bilamana cinta tak berpihak pada kita, biarkan aku mengubahnya menjadi hari-hari terindah. Terkadang, kita baru sadar ketika semuanya sudah terlambat. Marilah ikut denganku, kita mainkan permainan ini."
Kalimat itu adalah kode administrator untuk memulai sebuah permainan Virtual Reality (VR) yang baru-baru ini dikembangkan oleh seorang perempuan bernama Lavina. Ia menciptakan sebuah permainan simulasi kencan yang menggunakan replika dunia sebagai tempat bermainnya untuk pemenuhan dari tugas penelitian akhir di Akademi Laplacia. Penelitian klandestin itu berlangsung selama beberapa bulan sebelum akhirnya Lavina mengunggah permainan tersebut di salah satu platform permaian yang sedang populer pada saat itu. Unggahan tersebut tak disangka akan menjadi sesuatu yang panjang.
Saat itu pukul enam pagi, beberapa jam sebelum semua rangkaian peristiwa itu terjadi.
"Selamat pagi," sapa Xavier.
"Selamat pagi juga, tumben sekali datangnya pagi-pagi. Biasanya kan, kamu selalu terlambat," balas Henry.
"Halah ini pengecualian. Aku sengaja datang pagi untuk menemuimu. Ada yang ingin kuperlihatkan padamu," kata Xavier sambil menyerahkan ponsel miliknya. Terlihat sebuah file berukuran sekitar 15 gigabyte.
"Hah? Apaan tuh?" tanya Henry.
"Ini adalah salinan permainan limited edition yang baru saja kuunduh tadi pagi. Nah, kamu kan biasanya suka bermain game, jadi apa salahnya kau mencoba yang satu ini?" kata Xavier.
"Hmm ... Terlihat aneh. Aku belum pernah mendengar nama pengembangnya," balas Henry.
"Tenang saja. Ini rahasia kita berdua saja ya. Sebenarnya, permainan ini masih tahap ujicoba dan dibuat oleh teman sekelas kita, Lavina," ujar Xavier.
"Lavina?" tanya Henry.
"Ya," kata Xavier.
Xavier kemudian menunjuk seseorang di pojok kelas. Ia terlihat sedang asyik memainkan ponsel miliknya.
"Lihat! Dia sedang duduk di pojokan sana," kata Xavier lagi.
Ketika Henry melihatnya, Lavina tiba-tiba berhenti menatap layar ponselnya dan tersenyum pada Henry. Ia lalu kembali memerhatikan layar ponsel miliknya.
"Hei Henry! Kok malah melamun sih," tegur Xavier.
"Ah maaf. Jadi bagaimana detailnya? Sepertinya aku tertarik," balas Henry.
Sudah kuduga! Jadi begini, tadi kan aku sempat membuka komputerku untuk melihat katalog permainan terbaru. Nah, permainan ini muncul di urutan pertama. Karena penasaran, aku unduh saja deh. Eh beberapa menit kemudian, permainannya sudah di hapus," ujar Xavier.
"Apa kamu yakin bahwa Lavina yang membuatnya? Lagipula memangnya permainannya bisa dimainkan secara offline?" tanya Henry.
"Ya. Aku sangat yakin kalau dia yang membuatnya. Tetapi kalau soal koneksi, permaian itu sepertinya online," jawab Xavier.
"Yah, kalau begitu mana bisa aku memainkannya. Logikanya begini, kalau permainan itu ditarik kembali, pastinya ada masalah, kan? Aku tidak yakin kalau server-nya akan tetap berjalan," balas Henry.
"Ya kan tidak ada salahnya untuk mencoba. Sudahlah, nanti sepulang sekolah aku akan pinjamkan ponsel milikku. Pastikan untuk mengembalikkannya besok dan jangan lupa menyalin permainannya di komputermu," ujar Xavier.
"Ya," kata Henry.
"Dan jangan lupa untuk memberikan pendapatmu tentang game nya ya," balas Xavier. Ia kemudian langsung menuju ke tempat duduknya.
"Hmm ... Ada-ada saja. Kuharap ini bukan masalah baru bagiku," pikir Henry.
Sepulang sekolah ...
"Henry, mau pulang bareng nggak?" tanya salah satu teman Henry.
"Mau sih, tapi lain kali ya. Hari ini aku ada urusan," jawab Henry.
"Padahal sih mau main game," pikir Henry setelahnya.
Henry kemudian pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Henry langsung menuju kamarnya dan menyiapkan peralatan game nya . Ia lalu menyalin game dari ponsel milik Xavier yang pagi hari ia berikan.
"Mari kita lihat berapa banyak lagi data yang harus di unduh untuk memainkan game nya ... HAH, 10 Terabyte? Untuk game yang bahkan belum aku tahu isinya apa? Padahal data awalnya saja 15 Gigabyte! Ya sudahlah apa boleh buat, aku kan sudah janji ke Xavier," ucap Henry.
Ia kemudian menekan tombol unduh di komputer miliknya. Tak terasa, satu jam telah berlalu.
"Akhirnya selesai juga unduhannya. Tinggal menyambungkan semua perangkatnya," ucap Henry.
Henry lalu menyambungkan semua perangkat tambahan yang diperlukan untuk bermain lalu memulai game nya dengan menyalakan tombol start pada perangkatnya ...
...
Permainan dimulai ...
...
Mengkonversi ...
...
...
Sukses terkoneksi dengan server!
...
...
"Hei Henry! Kok malah melamun sih," tegur Xavier.
"Hah ada apa?" tanya Henry.
"Tadi kan kita sedang membicarakan tentang Violette. Duh, sepertinya kamu sedang tidak fokus deh. Lanjut nanti saja deh," jawab Xavier.
Xavier lalu pergi ke luar kelas.
"Loh, kok aku tiba-tiba berada di sekolah? Tadi kan aku sedang berada di rumah," pikir Henry.
"Jangan-jangan aku sedang berada di dalam game nya. Kalau benar, ini sih realistis sekali," pikir Henry lagi.
Ia kemudian mencoba untuk mengambil ponsel miliknya. Ia kemudian melihat ada notifikasi masuk ke dalam ponselnya. Di situ tertulis "Selamat datang di dalam permainan Interconnected Love. Dalam permainan ini, anda harus menjalin hubungan romantis dengan player lain yang juga telah terkoneksi ke dalam server ini. Player yang masuk ke dalam server ini berjumlah dua orang dan tingkat kecocokannya adalah 80 persen. Anda dapat keluar dari permainan ini setelah menyelesaikan keseluruhan permainan dengan cara menaikkan love meter dengan pasangan anda sampai minimal 50 persen."
"Hah? Aku tidak bisa keluar dari game? Apa-apaan ini!" ujar Henry.
"Aku harus mencari Xavier sekarang. Ini pasti ulahnya," pikir Henry.
Henry kemudian berlari mengejar Xavier. Ia akhirnya menemukannya di dekat gerbang sekolah.
"Hei Xavier, bagaimana cara aku keluar dari game ini? Kamu kan yang memberikanku salinan game nya," ujar Henry.
"Game apa? Kan komputerku sudah rusak sejak kemarin. Masa kamu lupa? Padahal aku sudah memberitahukannya berulang kali," balas Xavier.
"Game yang ada di ponselmu yang kamu berikan padaku," ucap Henry.
"Tapi ponselku ada di tasku loh. Sudahlah. Sepertinya kamu masih belum sepenuhnya bangun dari tidur siangmu. Tenang saja, catatan pelajaran tadi akan aku bagikan via E-Mailmu," balas Xavier.
"Tunggu sebentar. Apakah kamu melihat Lavina?" tanya Henry.
"Loh, kok sekarang malah mencari Lavina? Dia kan tidak masuk hari ini," jawab Xavier.
Xavier kemudian berjalan pulang.
"Apa aku ke rumahnya saja ya," pikir Henry.
"Jangan deh, bisa-bisa akan ada masalah baru. Lebih baik aku bicara dengannya besok," pikir Henry lagi.
Ia kemudian pulang ke rumah dan beristirahat. Pada keesokan harinya ...
"Gawat, aku kesiangan!" ucap Henry saat bangun dari tempat tidurnya.
Tanpa pikir panjang, Henry langsung bergegas dan berlari menuju ke sekolah. Di tengah jalan ...
"Waduh bisa gawat kalau sampai terlambat. Biarpun ini cuma game, tetapi untuk terlambat harus nol di rapor," pikir Henry.
Tiba-tiba, seseorang muncul dari sisi kanan perempatan jalan. Ia pun tertabrak oleh Henry.
"Aduh!" ucap orang tersebut.
Henry kemudian membantu orang tersebut untuk berdiri. Ternyata dia adalah Lavina, orang yang Henry cari sejak kemarin.
"Maaf. Aku tidak melihatmu sedang berjalan," ucap Henry.
"Tidak apa-apa," balas Lavina.