Sementara itu, di pusat Planet Kitra ...
"Kuharap aku memilih pilihan yang benar," pikir Sylviane. Ia lalu berjalan masuk ke dalam area lepas landas bandara.
Sylviane kemudian menaruh barang bawaannya di bagasi dan duduk di bangkunya. Ia pun berangkat dari planet Kitra menuju kembali ke Bumi untuk bertemu dengan adiknya Ayana yang akan segera menikah. Ia pergi ke bumi dengan menggunakan kapal induk komersil yang disediakan oleh republik yang sangat nyaman. Namun selama perjalanan, Sylviane terganggu dengan sesuatu yang ia tidak bisa jelaskan. Alih-alih mencari tahu penyebabnya, Sylviane hanya membiarkannya begitu saja. Beberapa jam kemudian, kapal induk pun sampai di bumi.
Setelah sampai di bumi, Sylviane melanjutkan perjalanan ke Retina Park dengan menaiki kereta. Hanya butuh beberapa menit baginya untuk sampai ke taman bermain yang ia tuju. Ia lalu berjalan masuk ke taman yang sangat besar itu. Saat memasuki area gedung utama, ia bertemu dengan Ayana yang sedang duduk di sebuah bangku taman. Saat melihat Sylviane, Ayana langsung berdiri dan memeluknya.
"Kakak sampai sejak kapan?" tanya Ayana.
"Baru saja sampai. Perjalanannya agak lama karena tiket milikku sempat tertukar," jawab Sylviane.
"Apakah nanti kakak akan kembali lagi untuk menyelesaikan penelitian?" tanya Ayana.
"Hmm ... Kurasa tidak. Aku akan menetap di sini saja. Lagipula, aku sudah agak malas untuk melanjutkan penelitian itu," jawab Sylviane.
"Bagaimana dengan Estella?" tanya Ayana.
"Dia akan baik-baik saja. Kabar baiknya, dia sudah menemukan saudara perempuannya yang selama ini terpisah," jawab Sylviane.
"Wah itu kabar bagus," kata Ayana.
Tak lama kemudian, seseorang datang menghampiri Ayana dan Sylviane. Orang tersebut adalah Eleana, sahabat Ayana yang juga bekerja di Retina Park.
"Hai Sylviane, lama tak bertemu," kata Eleana.
"Hai juga Eleana. Sekarang kamu sudah tambah tua ya dan semakin cantik tentunya," balas Sylviane.
"Aku tidak tahu itu pujian atau hinaan, tapi ya sudahlah," kata Eleana.
"Oh ya, sebaiknya kita menaruh barang bawaanmu terlebih dahulu. Aku sudah menyiapkan tempat tinggal untukmu di sebuah pemukiman yang tak jauh dari sini," kata Eleana lagi.
"Kamu sudah menyiapkannya? Terima kasih banyak," balas Sylviane.
"Soal biaya tempat tinggal, kamu tidak usah khawatir. Taman ini masih mendapatkan banyak keuntungan, jadi kamu tidak perlu membayar sewa," ucap Eleana.
"Apa kamu yakin? Aku merasa tidak enak lho kalau begitu," balas Sylviane.
"Tidak apa-apa. Aku juga sudah sepakat dengan Ayana tentang ini jika kamu memang benar akan menetap di sini," ujar Eleana.
"Terima kasih ya," kata Sylviane.
Eleana lalu mengajak Sylviane menuju ke tempat tinggal barunya. Untuk menuju ke sana, mereka menaiki kereta cepat yang membutuhkan waktu beberapa menit. Sesampainya di sana, Eleana langsung mengantar Sylviane menuju ke depan rumahnya.
"Ini tempat tinggal barumu," kata Eleana sambil menunjukkan sebuah rumah yang cukup besar.
"Hah? Besar sekali!" balas Sylviane.
"Tidak apa-apa. Kita kan sudah kenal dekat, jadi apa salahnya memberikan sedikit hadiah untukmu," kata Eleana.
"Terima kasih," balas Sylviane.
"Kalau begitu aku pergi dulu ya. Masih ada urusan yang harus aku selesaikan," kata Eleana.
Eleana lalu pergi dari rumah Sylviane.
"Kalau begini sih, bisa tenang masa pensiunku," pikir Sylviane.
Sylviane kemudian masuk ke dalam rumahnya.
Waktu pun berlalu sejak saat itu. Kini Ayana dan pasangannya Jordan telah menikah dan memiliki seorang anak yang bernama Meira. Karena kesibukannya, Ayana menitipkan anaknya pada Sylviane. Sampai pada saat itu, Sylviane masih belum mendapatkan kabar tentang keberadaan Estella maupun kelanjutan dari penelitian yang ia lakukan. Ia sempat bertanya-tanya kepada dirinya sendiri apakah keputusan yang ia ambil merupakan keputusan yang terbaik. Keraguan itu akhirnya terjawab ketika pada suatu hari, sebuah spaceship melandas di area kosong di dekat rumahnya.
Sylviane mendekati spaceship tersebut untuk menyambut orang yang baru saja sampai itu. Tak disangka, orang yang datang itu adalah Estella, sahabat lamanya.
"Estella?" kata Sylviane.
Estella tak menjawab sapaan Sylviane. Ia hanya berdiri dan berjalan turun dari spaceship miliknya. Wajahnya tampak datar dan gerakannya sangat tidak teratur, mirip seperti orang mabuk. Ia juga tampak sangat kelelahan saat berjalan menuruni spaceship nya. Tanpa pikir panjang, Sylviane langsung membantunya turun dan mengantarnya masuk ke dalam rumahnya untuk beristirahat. Setelah meminum teh hangat dan menyantap sedikit makanan, akhirnya Estella terlihat sedikit lebih baik. Ia kemudian menanyakan pada Sylviane apakah ia boleh menetap di Retina Park atau tidak.
"Apa yang terjadi dengan penelitiannya? Apakah sudah selesai?" tanya Sylviane.
"Tidak. Penelitiannya tidak berjalan dengan lancar," jawab Estella.
"Apa maksudnya?" tanya Sylviane.
"Semuanya mengalami kecelakaan. Itu semua terjadi sangat cepat dan aku tak bisa berbuat apa-apa," jawab Estella.
Estella lalu menceritakan tentang semua yang terjadi kepada Sylviane. Semua itu membuatnya tak bisa memberikan banyak komentar. Sylviane juga memperbolehkan Estella untuk tinggal di rumahnya untuk sementara sampai ia mendapatkan tempat tinggal baru. Pada malam harinya, Estella pergi ke sebuah lapangan kosong dan duduk di dekat sebuah tas yang kebetulan sudah ada di sana.
"Apa yang telah kulakukan? Mengapa semuanya jadi seperti ini?" pikir Estella.
"Seandainya saja aku tidak pergi meninggalkan yang lainnya, mungkin semua ini tidak akan terjadi," pikir Estella lagi.
Karena terbawa amarah, Estella lalu mengambil segenggam pasir dan melemparnya ke arah api unggun yang terletak di depannya, membuat api tersebut padam. Estella lalu kembali duduk dan berdiam diri. Tak terasa, satu jam telah berlalu. Estella lalu mendengar suara langkah seseorang mendekat. Orang itu adalah Sylviane yang datang dengan membawa dua gelas minuman.
"Estella, mari kembali. Ada yang ingin bertemu denganmu," kata Sylviane.
"Maafkan aku, tetapi aku sedang tidak ingin untuk bertemu siapapun saat ini," balas Estella.
"Apakah itu yang kamu katakan saat temanmu ingin bertamu? Itu tak terlihat seperti Estella yang kukenal," ujar Florel yang baru saja tiba bersama dengan Leonardo dan Suzu.
"Florel?" balas Estella.
"Ah ternyata mereka sudah di sini. Mereka yang ingin bertemu dengan kita," ucap Sylviane.
"Bukankah kamu sudah ..." kata Estella.
"Meninggal? Ya belum lah, aku tidak mungkin berada di sini jika aku sudah meninggal. Aku berhasil kabur dari penjara waktu itu," balas Florel.
"Bagaimana dengan yang lainnya?" tanya Estella.
Florel lalu membalas pertanyaan Estella dengan menggelengkan kepalanya yang menandakan bahwa yang lain tak seberuntung dirinya.
"Di samping itu, aku mau membahas sesuatu. Ini tentang Himeka. Aku mau kamu mendengarkan terlebih dahulu apa yang Suzu katakan. Aku mengerti kamu masih tidak terima dengan apa yang telah terjadi, tetapi dengarlah terlebih dahulu. Kalau begitu, aku akan kembali dulu ke tempat Sylviane. Temui aku disana jika sudah selesai," ujar Florel.
Florel, Leonardo, dan Sylviane kemudian pergi dari tempat tersebut.
"Ini. Ambillah," kata Suzu sambil menyerahkan sebuah alat penampil hologram.
"Apa ini?" tanya Estella.
"Ini adalah rekaman apa yang Himeka laporkan kepadaku sewaktu masih dalam perjalanan," jawab Suzu.
Estella kemudian menyalakan menyalakan alat tersebut. Di sisi lain, Suzu juga ikut pergi dari tempat tersebut.
...
"Suzu, kurasa seseorang sedang mengikutiku. Walaupun aku belum pasti dengan hal tersebut, tetapi itu kemungkinan besar terjadi. Aku mengatakan ini karena beberapa hari ini aku merasa kapal indukku dimata-matai."
"Oh ya, aku mau mengatakan satu hal lagi. Jika terjadi sesuatu kepadaku, aku harap penelitiannya akan tetap berlanjut. Sampaikan ini pada Estella. Aku sebenarnya sudah ingin bergabung dengan penelitian itu, bahkan itulah alasanku untuk cepat lulus dari Akademi Cryllis. Jadi, aku ingin agar penelitian itu dapat terselesaikan dan aku bisa menikmati hasilnya bersama dengan yang lainnya."
"Terakhir, jika pesan ini dibaca oleh Estella dan aku sudah tidak ada atau tidak bisa menemani, jangan menyerah dengan penelitianmu dan maafkanlah kesalahanku."
...
"Apakah alasanmu menyerang teman-teman adalah karena terancam?" pikir Estella.
Estella kemudian mematikan tampilan hologram tersebut dan kembali ke rumah Sylviane. Di sana, Sylviane dan yang lainnya sudah menunggu Estella. Florel menanyakan apakah Estella tertarik untuk ikut kembali bersamanya ke Fortalia atau tidak. Setelah berpikir sesaat, Estella akhirnya setuju untuk ikut dengan Florel karena ia merasa akan menjadi beban apabila harus menetap di Retina Park. Setelah semuanya ditetapkan, Estella dan yang lainnya berangkat dengan menggunakan kapal induk seminggu setelahnya. Sementara itu, Sylviane tetap tinggal dan merawat Meira di Retina Park.