"Aarrgghhttt!! Sial!" pekik Karan seraya meraih ponselnya.
Karan terbangun setelah beberapa kali panggilan masuk dari ponselnya. Tentu saja itu dari sang ayah, Larios.
Panggilan yang sudah pasti sangat penting, dengan malas dia tetap memaksakan diri mengangkatnya.
"Kamu dari mana? Dari tadi Papa hubungi tidak diagkat."
Larios langsung menyerang Karan dengan pertanyaan dan kekesalannya. Sudah pasti Larios kesal, hanya saat Karan tidur tidak lebih dari satu jam saja ada masalah.
"Astaga, Pa. Apakah saya tidak boleh tertidur? Lagi pula ini sudah malam."
"Jhen Wong terbunuh!!"
"Hah!! Jhen Wong terbunuh?"
Karan langsung beranjak dari dipan tempat duduknya mendengar nama sang gadis. Menurut Detektif Ze, Jhen Wong adalah wanita yang membawa berlian dan sedang menginap di hotel tempatnya berkerja.
Ini sangat gila, tentu saja. Bahkan informasi Jhen Wong baru saja dia dapatkan tadi, semalaman Karan berusaha mencari cara untuk menyelamatkan Jhen Wong dan berlian tersebut.
Sial. Perhatian Karan sengaja dicuri oleh sosok Depnhe. Seandainya saja tadi dia sadar Jeki menghilang, sudah pasti dia bisa mencegah ini terjadi.
"Di mana Jeki?"
"Saya tidak tahu, Pa. Jeki sudah tidak ada saat saya pergi tadi."
"Kamu ke mana"
"Mencari informasi mengenai gadis bernama Depnhe."
"Bodoh!!! Cepat ke hotel. Kamu harus mencari berlian itu."
Larios memang sangat kejam, dia bahkan bisa melakukan hal lebih buruk lagi jika pekerjaan yang diperintahkan tidak berhasil.
Tidak peduli jika yang bekerja itu anaknya sediri. Namun Karan, ternyata tidak bisa diandalkan. Sehingga membuat Larios geram.
Pembunuhan Jhen Wong yang seharusnya dilakukan oleh Eliza Zaafira, justru dilakukan oleh orang lain.
"Siapa yang telah membunuh gadis itu? Bukankah ada Eliza di sana? Tetapi, gadis itu tidak ada di kantor sejak kejadian tadi."
Karan mencari jawaban dari pertanyaannya itu, sayang sekali dia tidak menemukannya. Sama seperti ketika dia berusaha mencari taksi tetapi tidak menemukannya juga.
"Sial!! Tidak mungkin aku berjalan kaki sampai ke sana."
Dari arah berlawanan, Karan akhirnya melihat taksi melintas. Ia segera mengentikan taksi tersebut. Bukan duduk di belakang, Karan justru meminta sopir taksi untuk pindah agar dia bisa mengendarai.
Demi mengejar waktu agar tidak terlambat, Karan mengancam agar sopir taksi menuruti keinginannya.
Mau tidak mau sang sopir memberikan izin Karan mengambil alih kendali. Dia menerobos kota Jakarta dengan kecepatan rata-rata.
Tidak cukup itu saja, Karan juga menerobos lampu merah. Tidak mengindahkan peraturan yang ada.
"Mas, saya bisa ditilang nanti."
"Diamlah!! Sebelum ada nyawa melayang."
Akhirnya sang sopir diam saja, dia takut jika Karan benar-benar akan membunuhnya. Tidak cukup hanya itu saja, Karan meminta sopir taksi itu memberikan bajunya.
Kali ini, Karan menyamar sebagai sopir taksi. Karan belum sempat turun, dia sudah melihat Jeki melintas mengendarai mobil bersama seorang lelaki yang membawa koper besar miliki Jhen Wong.
"Tuan muda, Jeki dan pembunuh bayaran itu sudah pergi dari hotel. Kejar dia, sebab mereka membawa berlian itu," ujar Haris melalui panggilan masuk sebelum Karan turun dari mobil.
Karan segera memutar mobil taksi yang dibawanya, lalu melesat mengikuti mobil tadi. Sebelum itu, dia menurunkan sopir taksi tadi, tidak lupa memberikan pesan kepada Haris agar mengurusinya.
Menyadari ada mobil taksi yang mengikutinya, mobil yang ditumpangi Jeki juga melesat dengan cepat. Dari arah yang sama, Detektif Ze pun ikut mengejar Jeki.
DOORRRR!! DOOORRR!! DOOOORRR!!
Tiga kali tembakan itu sengaja di arahkan ke mobil taksi yang dibawa Karan. Sayang sekali, tembakan itu melesat. Karan berhasil mengelak.
Detektif Ze yang mengikuti membantu Karan membalas tempakan Hritik, pembunuh bayaran yang bersama Jeki.
Baku tembak itu tidak bisa dihindari lagi, mereka saling mengejar menggunakan kendaraan. Jeki akhirnya bereaksi, dia sengaja memutar mobilnya lalu menghalangi jalan Karan.
DUARRRR!!!
Taksi yang ditumpangi Sean terbalik, lalu meledak bersamaan dengan mobil yang dikedarai Jeki tadi.
"Di mana Jeki?" tanya Karan kemudian setelah berhasil melompat dari mobil menuju motor Detektif Ze.
"Mereka ke arah gedung."
Keduanya segera mengejar Jeki dan Hritik. Mereka bukan orang sembarangan, tetapi mereka penjahat terlatih yang sudah siap dengan segala resiko.
Jeki tidak peduli apa yang akan terjadi setelahnya, dia hanya berusaha menyelamatkan berlian di tangannya saat ini.
Berlian itu harus segera diberikan kepada Bram.
"Berhenti!!!" ujar Karan kemudian menghalangi langkah keduanya setelah berhasil melewati jalur tercepat.
"Karan!!"
"Hei Jek, seperti kamu sudah salah berurusan denganku."
"Kamu bukan orang penting yang harus saya takuti, rasakan ini!"
BAAAM!!! BUUKKK!!!
Keduanya kembali bertikai, mengeluarkan jurus bela diri yang dimiliki. Tidak peduli lagi, kedok Jeki sudah terbongkar oleh Karan.
Dia tidak perlu lagi berpura-pura menjadi teman, begitu pula sebaliknya. Karan tidak perlu lagi berpura-pura lugu di hadapan Jeki, sebab dia sudah mengetahui bahwa Karan sedang melakukan penyamaran.
Tidak hanya Jeki dan Karan yang bertikai, Hritik dengan Detektif Ze juga bertarung hebat. Keduanya sama-sama kuat dan tidak bisa terkalahkan begitu saja.
"Sudahlah Jek, lebih kamu menyerah padaku. Tidak ada untungnya kamu terus bertikai, sebab nyawamu sendiri yang akan melayang."
"Jangan harap aku akan menyerah kepadamu, terima ini!"
BUUKKKK!!!! SREEEETTTT!!!
Jeki mengeluarkan senjata tajam untuk melawan Karan, sementara itu Karan yang tidak membawa senjata tetap melakukan perlawanan.
Rasanya tidak imbang, memang. Tetapi, Karan tidak menyerah untuk melawan Jeki dengan tangan kosong.
Melihat Jeki melawan Karan tanpa senjata, Detektif Ze tidak lengah. Dia bertikai sambil memerhatian Karan.
"Sudahlah Karan, menyerahlah! Kamu tidak akan mendapatkan apa yang kamu inginkan."
"Tidak, berlian itu sangat penting. Aku tidak akan membiarkan siapapun mengambilnya, sebab itu berlian langka."
"Kalau begitu, aku juga tidak akan menyerahkan begitu saja berlian berharga ini."
Jeki kembali melayangkan pisau kecil tadi ke wajah Karan, tetapi Karan berhasil mengelaknya lagi. Keduanya kembali bertikai.
Mereka menjadi pusat perhatian banyak orang, pertikaian itu terjadi di atas gedung lantai 30. Jika Karan ataupun Jeki berhasil menjatuhkan salah satunya, tentu saja nyawa salah satu dari mereka melayang,
Pertikain itu sangat membahayakan, sebab yang mereka pertaruhkan adalah nyawa.
"Sudahlah Jek, jangan membuang banyak waktu. Serahkan saja berlian itu padaku!"
"Ya, kamu benar. Sepertinya, aku tidak punya banyak waktu lagi bermain-main denganku. Ambillah ini, rasanya aku tidak perlu mempertaruhkan nyawaku untuk menyelamatkan berlian ini lagi."
Entah Jeki menyerah atau hanya melakukan tipu daya, dia sengaja melemparkan kotak kecil mirip kubik. Benar, itulah kotak yang dia cari.
Kubik itu berisi berlian yang sedari tadi dia perjuangkan.
Namun, benarkah Jeki menyerah? Atau ini hanya...
"Ambilah Karan, aku tidak membutuhkannya."
"Benarkah? Kamu yakin Jek?"
"Karan, berhentilah bertikai. Aku sudah lelah, kita sudahi saja sampai di sini pertikaiannya. Bawalah berlian itu, urusan kita selesai."
Karan melangkah mengambil kubik yang tadi dilemparkan Jeki padanya, melihat itu Jeki dan Hritik langsung pergi dari sana.
Karan membuka kubik itu. Sial. Jeki menipunya.
"Sial. Ini hanya kubik biasa, lalu ke mana berlian itu?"
Berambung...