Chereads / BUKAN CINTA LELAKI BIASA / Chapter 15 - Suara Apa Itu?

Chapter 15 - Suara Apa Itu?

Saat ujian menerka hidupnya dan berpengaruh besar untuk keluarga, Hritik kehilangan segala fasilitas yang selama ini di milikinya.

"Aku memang bodoh, tetapi aku tidak akan membiarkan anak dan istriku kelaparan."

Hritik harus melakukan hal di luar nalarnya, tidak sesuai dengan isi hatinya. Ia berontak, tidak membenarkan perbuatannya.

Hanya saja, jalan yang dia ambil untuk membahagian keluarga begitu mudah saat orang mengenalnya sebagai iblis berhati dingin.

Seperti vampir yang bisa berubah dan menerkam orang lain, tapi tidak dengan menyakiti keluarganya.

"Sudah sampai mana lamunannya?" tanya Jeki menggoda.

"Ah, bisa saja kamu. Aku hanya sedang memiikirkan anak dan istriku saja, mereka akan sangat kecewa dengan pekerjaanku saat ini."

"Ya, itu pilihanmu. Kamu sendiri yang ingin mengambil resiko ini, walaupun banyak yang harus kamu pertaruhkan."

Hritik menghentikan mobilnya di sebuah perusahan besar. Inii salah satu dari sekian perusahaan yang tetap bertahan meskipun terjadi kerusuhan.

Rupanya, perusahaan ini pemilik sahamnya dari luar negeri, sehingga tetap ada suntikan dana meskipun perusahaan lain bangkrut.

"Halo, selamat pagi! Saya Eliza, sekretaris Mr. Alex. Silakan duduk terlebih dulu, akan saya panggilkan."

Eliza sekretaris cantik dan seksi itu berjalan menuju ruangan direktur utama.

Tidak lama, dia keluar besama lelaki jangkung berperawan besar dengan warna kulit putih seperti orang Belanda.

"Oh, ini Tuan Hritik? Seorang enginer yang terkenal dan sangat berbekat. Rancangan perusahaan yang Anda buat sangat mengagumkan, saya berharap kita bisa bekerja sama untuk membangun perusahaan baru." Alex menyambut Hritik dengan ramah.

"Terima kasih untuk pujiannya, perkenalkan ini Jeki asisten saya."

"Baiklah, saya akan mulai menjelaskan rencana perusahaan yang mau kita bangun."

Eliza memberikan gambaran konsep perusahaan baru yang dicanangkan Alex.

Mereka terlihat serius dan konsentrasi dalam meeting pertamanya. Hritik merupakan enginer yang ditawawarkan Eliza kepada Alex.

Melihat titik balik perjalanan karirnya, Alex menyetujui bekerja sama dengannya.

Setelah meeting selesai, mereka lanjutkan dengan makan siang di kantor. Eliza izin ke toilet, diikuti oleh Jeki. Bukan pergi ke toilet, melaikan ke sebuah ruangan tua dalam kantor tersebut.

Itulah ruangan khusus Eliza untuk bermeditasi dan sebagai tempat persembunyiannya di kantor.

"Permainannya akan sangat unik dan seru, tentu saja!" ujar Eliza sambil mengangkat sebelah alisnya.

Jeki mendekapnya dari belakang, "waw sayang, kamu memang sangat cerdas, sekali menyelam dua pulau akan terlampui." Jeki memujinya.

Eliza membalik badannya menghadap Jeki, "kita akan melihat pertumpahan darah ini dan selanjutkan, kita akan menikmatinya."

Keduanya tersenyum sinis, jahat dan penuh teka-teki.

"Lelaki bodoh," Eliza mengumpat dalam gumamannya.

Diaz melepaskan anak panahnya, pada sebuah darts games yang dia tempel gambar Karan di tengannya. Dia menyimpan foto Karan diantara titik pusat anak panah.

Entah sudah berapa anak panah yang memenuhi wajah Karan. Dia sengaja membuat seisi ruangan remang-remang, hanya lampu temaram di balik jendela menangkap wajah lelaki tampan itu.

"Menapa kamu teramat membencinya, Eliza?'

"Aku tidak akan lupa, Jeki. Bahwa dia pernah merusak wajahku. Meskipun sangat menguntungkan, tetap saja melakukan operasi itu menyakitkan."

"Apa yang akan kamu lakukan padanya sekarang?"

"Tentu saja membunuhnya."

Jeki kembali mendekapnya dari belakan, "simpan amarahmu ini, sayang," ujarnya.

Eliza membalikan tubuhnya lagi, kedua mata mereka bertemu.

"Jek, hanya kamu yang mengerti tentang diriku."

Eliza menatap Jeki, sebuah persekongkolan kecil dan misi balas dendam keduanya menyatukan mereka. Jeki sengaja membawa Eliza bergabung dengan Edward.

Bukan untuk menjadi mafia, tapi misi Eliza adalah membalas dendam pada Karan.

Misi kedua yang direncakan Eliza bukan hanya akan menumpahkan darah seorang pengusaha batu baru, melainkan untuk membunuh lelaki ini.

Sedangkan Jeki, ingin Karan merasakan penderitaannya beberapa tahun di sebuah jeruji besi saat dia diketahui Karan mengambil uang perusahaan. Dulu, saat ia masih bekerja di perusahaan Larios.

"Permainan ini sangat gila, tapi kamu lebih gila. Harusnya yang kamu bunuh Edward, bukan Karan."

"Tidak Jek, aku akan membuat huru-hara dalam kehidupannya. Aku akan membuat dia jatuh cinta kepadaku. Tentu saja, aku akan membunuh dia perlahan. Kamu lihat saja nanti."

"Kamu memang sangat cerdas dan licik, tanganmu ini sudah haus akan darah dan pembantaian," ujar Jeki sambil menghirup aroma jemari Eliza yang lembut.

"Tentu saja, kecantikanku ini adalah racun bagi orang yang melihatnya."

"Tapi tubuh ini adalah candu yang membuat aku tidak ingin melewatinya."

Eliza mengangkat alis sebelah kanannya, dia memberikan isyarat kepada Jeki untuk memulai kembali yang pernah terjadi antara mereka. Jeki merasakan aroma tubuh Eliza dari atas kepala hingga ujung kakinya.

"Ssshhh, aaaahhh!"

Eliza mendesis saat tubuhnya merasakan kenikmatan sentuhan tangan Jeki.

Lelaki ini melancakan aksinya, kedua bibir mereka berpagutan mengikuti aroma remangnya kamar. Tak ingin memberikan ampun kepada lelaki yang menindih tubuhnya dengan kasa.

Ia memberikan sentuhan kasar yang menggoda dan menggairahkan, "owhh, nikmat sekali." Jeki mendesah hebat.

Dia mendobrak paksa pakain Jeki dan membiarkan lelaki ini berada dalam kendalinya. Tubuh kekar itu tak berdaya, ia kalah oleh serangan sang gadis.

Sudah cukup lama, ia menahan diri merasakan kenikmatan. Jeki akhirnya menarik Eliza, hingga tubuhnya jatuh di atas ranjang yang kini berbunyi dan bergerak mengikuti iramah hentakan keduanya.

"Aaaaaaa," pekik Eliza sambil menggit telinga bagian belakang Jeki.

Ia tak berdaya, saat lelaki itu membombardir lubang rahimnya. Jeki tak memberikan ampun, pergulatan itu sangat ganas dan menyenangkan.

Semakin kencang Eliza memekik dan mendesah, semakin hebat Jeki menghentakan tubuhnya hingga membuat gadis ini tak berdaya.

"Arrrhhh!"

Jeki memuncratkan cairan kental berwarna putih itu di tubuh Eliza, lalu memasukan dengan paksa ke dalam mulut sang gadis.

Eliza melumat habis sisanya, kali ini giliran dia tak memberikan ampun kepada Jeki. Lelaki itu memekik sambil mendorong kepala Eliza agar lebih dalam.

Sekali kali, cairan itu tumpah ruah masuk ketenggorokan sang gadis. ruang sempit dan remang itu menjadi pertumpahan peluh, menuntaskah berahi yang ingin keluar dari wadahnya.

"Berapa lelaki yang kamu siksa dengan kecantikanmu, Eliza?"

"Aku tidak menghitungnya, mereka hanyalah lelaki biadad yang hanya ingin menjarah seorang gadis. Lalu, aku membuat mereka tidak bisa membuka mata untuk selamanya."

"Bengis sekali, pembunuh nomor satu."

Jeki mengecup telinga Eliza dengan lembut, kembali memberikan serangan yang menggelitik. Hingga Eliza menggeliat dibuatnya.

"Aku butuh uang, tapi sayang melewatkan malam dengan mereka yang mengiurkan."

"Gantilah pakaimu, aku akan antar ke apartemen."

BRAK!!!!

Suara itu sumbernya dari luar ruangan. Mengejutkan keduanya.

"Tunggu! suara apa itu?" ujar Jeki memicingkan telinganya.

"Mungikin suara kucing kantor atau hanya tikus, sudahlah abaikan saja."

"Benarkah? Atau jangan-jangan..."

Jeki dan Eliza mencoba mengintai, jeki berada di hadapan Eliza. Mereka merasa curiga ada seseorang yang mengetahui persekongkolan keduanya.

"Jek, kita dalam bahaya."

"Tidak, kamu tenang saja. Tidak ada siapapun di sini, ayo kita pergi!"

Eliza mengangguk menyetujui ajakan Jeki. Namun, beberapa langkah mereka akan keluar Jeki terhenti.

"Awww.. arrrhh!!" pekik Jeki sambil menyentuh dadanya, sebuah tusukan pisau kecil tepat di dadanya.

Jeki tumbang, ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai.

"Jeki!!!" pekik Eliza.

Bersambung...