Depnhe tidak pernah tahu bahwa sebenarnya, Karan adalah orang paling berbahaya. Bahkan dia lebih berbahaya daripada Ken.
Seberapa berbahayanya, bahkan Karan sendiri tidak mengerti banyak orang yang takut padanya. Hanya saja, dia tidak berusaha memperlihatkan jati dirinya.
Setelah kematian Jeki, sasaran selanjutnya adalah Ken. Sebab saat ini Ken musuh terberat dalam hidupnya.
"Karan, semua orang tahu kamu hanyalah orang biasa. Profesimu hanya OB dan kini kamu memilih menjadi sopir taksi. Apa yang akan kamu lakukan untuk menyelamatkan hidupku, bahkan untuk menyelematkan dirimu saja tidak bisa."
"Kamu tidak perlu tahu, Depnhe. Akan aku beritahu siapa kamu nanti, setelah waktunya tiba."
"Aku semakin tidak mengerti denganmu, sebenarnya kamu orang biasa ataukah..."
Karan sebelum Depnhe melanjutkan kalimatanya. Tidak ada yang lucu dari tawanya, tetapi dia sebenarnya hanya mengalihla arah pembicaraan.
Jangan sampai, identitasnya diketahui oleh Depnhe apalagi ayahnya Depnhe. Semua itu dia lakukan demi menyelesaikan misi yang diberikan sang ayah.
Banyak orang baik di luar sana, tetapi sebenarnya dia berbaya. Tidak sedikit juga orang yang berpura-pura jahat, padahal sebenarnya dia membutuhkan perlindungan.
"Karan, andai aja kamu datang lebih awal padaku, mungkin aku sudah memilih kamu daripada Ken. Kamu sangat baik, kamu juga mau membantuku tanpa pamrih."
"Jangan bicara begitu, aku tidak cukup baik. Jangan sampai kamu menyesali telah memberikan pujian padaku."
"Tentu saja tidak, kamu sangat baik. Aku bisa melihat caramu bersikap, kamu sangat tulus. Tidak ada yang kamu harapkan selain membantuku."
Pujian Depnhe membuat Karan tersipu, dia gadis yang bail. Sayang, hidupnya sedang terjebak oleh ancama dan segala bentuk benturan.
Belum lagi Ken, kekasihnya yang arogan dan memanfaat keadaan. Hanya ingin kekayaan yang dimili orang ayahnya Depnhe, bukan memilihnya karena cinta ataupun kebaikan kepada calon mertuanya.
Siapa sanga, lelaki yang terlihat manis itu sebenarnya berhati iblis. Lebih buruk dari iblis itu sendiri.
"Sayang sekali, aku terikat pada Ken. Jika tidak, aku lebih memilih kamu menjadi kekasihku."
"Tidak, kamu akan menyesal menjadikan aku kekasihmu. Aku lebih buas daripada singa."
"Benarkan? Kenapa aku tidak percaya?"
Sial. Gadis itu membuatnya semakin tergoda, senyuman itu benar-benar membuat jatuh cinta. Meskipun dalam hati kecilnya, masih ada nama Mozza dalam hidupnya.
Benar, Mozza adalah cinta pertamanya. Meskipun kemudian, dia harus mengetahui kebenaranya bahwa Mozza adalah musuh terberatnya.
Hubungan yang dia jalani bersama Mozza hanya untuk menutupi keburukan sang gadis. Dia tertipu dengan kecantikan dan kesantunan sang gadis.
"Kali ini, jangan sampai aku tertipu lagi," ujar Karan.
"Siapa yang berusaha menipumu, Karan?" Sontak saja, Depnhe mengajukan sebuah pertanyaan akibat pernyataan Karan tersebut.
Dia tidak sadar mengungkapkan amarahnya di hadapan Depnhe.
"Hah! Siapa yang menipuku? Ah, omong kosong macam apa itu? Aku hanya mengigau saja."
Karan berusaha mengelak apa yang dikatakan, jangan sampai sang gadis menaruh curiga. Jelas saja, jika itu terjadi bukan nyawa Depnhe yang terancam. Tentu saja, nyawa Karan jauh lebih terancam.
Tiba-tiba, ponsel Karan berbunyi. Ada pangilan masuk dari Hritik. Ini tidak seperti biasanya Hritik menghubunginya.
Penasaran, Karan segera mengangkatnya.
"Karan, di mana kamu?"
"Aku di luar, seperti biasa. Aku mengantar penumpang."
"Cepatlah pulang, terjadi sesuatu dengan Tuan Besar. Kami sudah membawa tuan ke rumah sakit, cepatlah datang. Aku akan kirimkan alamatnya.
Mendengar Hritik mengabarkan tentang kondisi sang ayah, Karan tidak ingin menunggu banyak waktu lagi, dia segera menutup panggilan dan bergegas pergi.
"Karan, kamu mau ke mana?"
"Aku harus pergi, Depnhe. Ada kondisi darurat yang tidak bisa aku jelaskan."
"Iya tapi kamu mau pergi ke mana? Berita tahu aku, jangan membuatku khawatir."
Tidak ingin terjadi sesuatu pada sang ayah, Karan tidak menggubris Depnhe. Dia tidak bisa menjelaskan banyak hal padanya, percuma saja. Apapun yang akan dijelasakan Karan tidak berguna.
Karan memilih untuk segera pergi meninggalkan sang gadis.
"Karan, tunggu! Aku ingin ikut bersamamu."
Tidak peduli dengan Depnhe, dia langsung menancap gas tanpa membawa sang gadis. Karan membawa mobil dengan kecepatan tinggi.
Dia harus mengejar waktu agar segera sampai ke rumah sakit tempat sang ayah di rawat.
Namun, dia tengah jalan Hritik kembali menghubunginya. Sebab ingin tahu perkembangan sang ayah, dia segera mengangkatnya.
"Karan, halo! Kamu di mana?"
"Saya masih di jalan, Hritik."
"Cepatlah!! Tuan Besar sedang kritis. Jangan sampai kamu terlambat datang."
Mendengar Hritik menjelaskan keadaan sang ayah, Karan tidak fokus membawa mobil. Tanganya bergetar, dia takut terjadi sesuatu pada sang ayah.
"Saya masih di jalan, kabari lagi nanti."
Panggilan terputus, Karan mematikan ponsel. Dia harus fokus menyetir mobil sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi.
Namun, dari arah belakang, Karan melihat ada mobil yang mengikuti arahnya. Karan mencurigainya, tetapi tidak bisa bermain lama dengannya.
"Siapa dia? Mengapa dia mencari masalah denganku?"
Pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban, sebab memang Karan tidak tahu siapa yang sengaja mengikutinya.
Akhirnya, Karan memutarkan mobil ke arah lain agar tidak diikuti lagi. Seperti sebelumnya, dia berhasil mengikuti mobil Karan.
"Sial! Kenapa di terus menguntitku? Apa yang dia inginkan?'
Karan bingung, tetapi dia tidak bisa menaruh banyak curiga padanya. Memang, dia tidak tahu siapa orang tersebut. Plat mobilnya baru Karan lihat, sehingga tidak tahu sama sekali dengan mereka.
Kini sepertinya ada bahaya yang mengancamnya, membuat Karan semakin kesal dibuanya. Bagaimana tidak, dalam keadaan panik dia muncul.
"Apa yang inginkan? Kenapa dia tidak mau berhenti untuk mengikutiku?'
Karan semakin bingung, mobil itu tidak berhenti mengikutinya. Semakin cepat laju kecepatan, mobil itu melanju dengan kecepatan yang lebih agar bisa mencegah Karan.
Ponselnya Karan kembai berdering, ada panggilan lagi dari Hritik. Dia terus mengganggu Karan menyetir.
"Saya di jalan, akan segera sampai. Saya hubungai saya terus, ada yang terjadi dengan saya."
Panggilan diputuskan Karan, dia enggan mendengar Hritik lagi. Karan lebih memilih fokus agar orang yang menguntitnya tidak mengalahkannya.
Sekali lagi, Hritik memanggil. Namun kali ini, dia sengaja tidak mengkatanya. Karan memilih kejar-kejaran dengan orang tidak dikenanya itu.
Dari arah belakang, dia menambah kecepatan dan menyalip Karan dengana kecepatan tinggi.
"Apa yang telah dia lakukan?"
Dalam hitungan menit, Karan mendapatan jawaban dari pertanyaan tersebut. Mobil yang menyalipnya melakukan rem secara mendadak dan menghalangi jalan.
Melihat itu tepat di hadapannya, Karan bersaha mencari cara menghindar. Karan menginjar rem dan membanting setir.
Bukan berhasil menghidar, justru mobil itu tidak bisa rem. Hal itu membuat Karan memutuskan untuk banting setir. Mobil yang bawa Karan berputar 180 derajat dari posisi semulan, dan...
"Tidak!!!!"
BRAK!! DAAAR!!!
Bersambung...