Ingin sekali Karan jujur kepada Depnhe mengenai statusya. Akan tetapi, Karan tidak ingin gegebah. Seperti yang dia ketahui sebelumnya, bahwa banyak orang penting di hotel yang telah melakukan penyamaran untuk misi perampokan.
"Seperti yang kamu lihat, Depnhe. Aku hanyalah OB biasa, mencari sesuap nasi untuk makan. Kebetulan saja aku lewat dan melihat kamu hampir jatuh."
"Bukan hampir, tetapi Ken sengaja ingin membunuhku. Dia selama ingin hanya memanfaatkan hubunganku dengannya. Aku bodoh, Karan. Jatuh cinta kepada seorang penjahat."
"Tidak, cinta bukan sebuah kebodohan Depnhe. Tidak ada yang salah dalam cinta, hanya saja hubungan yang salah membuat kita terjebak pada cinta buta. Mencintai musuh sendiri, bukan kebodohan."
Depnhe tertegun, dia bingung bagaimana Karan bisa mengatakan hal tersebut. Dia berbicara seolah merasakan rasa sakit yang dialami oleh Depnhe.
Tentu saja, Depnhe tidak tahu dan Karan tidak berniat untuk membertahunya bahwa sebenarnya dia jatuh cinta kepada wanita yang salah.
Siapa lagi jika bukan Mozza, iblis yang menjelma bidadari. Memberikan banyak cinta. Lalu dijatuhkan pada harapan menyakitkan.
Bukan hanya mengecewakan, tetapi luka dan kebohongan Mozza begitu manis bahkan tidak mudah dikenali.
"Kamu berbicara seolah pernah merasakannya, Karan?"
"Jatuh cinta itu fitrah manusia, Depnhe. Kamu tidak perlu jatuh ke jurang untuk mengetahui kedalamannya. Cukup lihat di permukaan dan ukur sejauh mata memadang. Di sana kamu bisa melihat, betapa dalamnya jurang tersebut."
"Kalimatmu penuh filosofi, tidak mungkin orang biasa mengatakan hal itu. Kenapa kamu tidak mengatakan sesuatu yang sebenarnya kamu sembunyikan, Karan?"
"Karena tidak ada yang aku sembunyikan darimu."
Suansana tiba-tiba saja hening. Depnhe lebih fokus menatap Karan. Dalam sekali tatapannya. Bahkan Karan sendiri tidak sanggup untuk membalas mata indah dan bibir nan seksi itu.
Karan mengingatkannya kepada seseorang yang paling berarti dalam hidup Depnhe. Kakak kandung yang terbunuh akibat persiteruan dengan militer team khusus dan sangat rahasia.
Mereka agent khusus untuk kasus tertentu, tetapi tidak menjadi tim militer Republik Indonesia.
Hanya saja, Depnhe tidak menyadari, bahwa agent yang dia musuhi adalah Karan yang dipimpin oleh Larios, ayahnya Karan. Pasukan itu tersebar, termasuk Rendra, Haris dan jugas Robin.
"Andai aku bertemu denganmu lebih awal, mungkin aku tidak akan jatuh cinta kepada Ken. Dia telah menipu banyak hal dariku."
"Jika aku ternyata juga menipumu, apakah kamu akan tetap bersamaku seperti ini?"
"Kuharap, kamu tidak akan pernah mengecewakan aku, Karan."
"Depneh, harapan yang kamu sandarkan kepada manusia hanya akan mengecewakanmu. Kuharap kamu tidak memberikan aku banyak harapan. Aku tidak pernah ingin melukai hati wanita."
Depnhe kembali menatap Karan, lelaki misterius yang tidak bisa dimengerti oleh Depnhe. Karan bisa berubah karakter seketika, tetapi dia bukan alter ego.
Namun, Depnha sendiri tidak bisa menebak apa yang disembunyikan Karan kepadanya. Hanya saja, dia tetap meyakini bahwa Karan sebenarnya bukan orang sembarangan.
"Aku pernah jatuh cinta, sayang dia ternyata telah menipuku. Cinta memang membutakan manusia, bahkan kita tidak bisa menggunakan logika untuk memahami maksudnya."
"Lalu, apakah kamu tetap bertahan dengannya?"
Karan menggelengkan kepala, "tidak, aku tidak bisa bertahan untuk cinta palsu. Jatuh cinta boleh, tapi bodoh jangan."
"Maksudmu?"
"Kamu boleh jatuh cinta kepada siapapun, jika itu hanya akan membuat logikamu cacat lebih baik tidak bertahan untuk cinta yang bukan tempatnya."
Karan melihat jarum jam di tangan Depnhe, sudah terlalu malam berada di luar. Jeki akan memakinya jika pulang terlambat dan bisa saja tidak membukakan pintu lagi.
"Depnhe, aku antarkan kamu pulang ya? Ini sudah malam, tidak baik gadis cantik di luar jam segini."
Tidak ada penolakan, Depnhe menyetujui ajakan Karan, entah mengapa dia begitu percaya kepada Karan. Tidak ada penolakan darinya.
"Aku tidak pernah mau mendengarkan siapapun, Karan. Akan tetapi, aku sendiri tidak mengerti mengapa aku mengikuti keinginanmu."
"Hanya perasaanmu saja, Depnhe."
Karan berusaha menghindari Depnhe, dia tidak ingin jatuh cinta kepada gadis baru ini. Meskipun tidak dapat dia pungkiri gadis ini sangat memesona dan berbeda dari banyakan gadis pada umumnya.
Namun, Karan harus hati-hati. Jangan sampai kasus Eliza terulang kembali. Itu sama saja dengan bunuh diri.
Cukuplah dia sulit mencari solusi untuk kasus Eliza, dia hanya tidak ingin menambah banyak kasus baru.
Karan menghentikan taksi, lalu dia menaikinya bersama Dephe. Gadis itu terlihat mengikuti Karan tanpa protes.
"Kamu aneh, Karan. Siapakah kamu sebenarnya?"
"Aku manusia biasa, bukan siluman apalagi dewa mitologi."
"Kamu seperti agent khusus yang sedang bertugas, apakah sebenyarnya kamu sedang..."
Karan menaruk telunjuknya di bibir Depnhe, memberikan isyarat agar gadis itu tidak melanjutkan kalimatnya.
Bukan tidak menerima tuduhan, Karan hanya tidak sanggup berbohong lebih lama lagi.
Namun, tidak mudah menyembunyikan bannyak hal kepada Depne, tentu saja gadis itu akan tetap mencari tahu sosok Karan sebenarnya.
Inilah kekurangan Larios, dia tidak mencoba membuat karakter Karan sesuai dengan yang diperankan. Sewaktu-waktu, jika data itu bocor akan membahayakan Karan dan juga keluuarga Larios.
"Jangan bicara lagi, aku tidak mau mendengar tuduhan apapun."
"Aku hanya menebak, Karan. Kenapa wajahmu terlihat pucat? Lagi pula, aku tidak akan memberitahu siapapun jika saja aku tahu siapa kamu."
"Depnhe, rumahmu di depan bukan? Aku antar kamu sampai depan gerbang saja."
"Tunggu, bagaimana kamu tahu rumahku?"
Karan merogoh kantong celannya, lalu memberikan kartu nama kepada Depnhe.
"Kamu ingat pertemuan kita pantry? Kamu tidak sengaja menjatuhkan kartu namamu dan ada alamat serta namamu di sini."
"Karan, sebenarnya aku sengaja menaruhnya di sana. Agar kamu menghubungiku."
Karan terdiam, bagaimana mungkin Depnhe berpikir bahwa Karan akan menghubunginya? Tentu saja tidak ada untung baginya. Kecuali ada misi khusus dibawa Karan untuk sang gadis.
Dia memang cantik, tetapi Mozza mengajarkan Karan agar terus berhati-hati. Waktu berjalan dengan perputaran yang anerh dan berbeda, sewaktu-waktu orang baik bisa menjadi musuhnya.
Tidak, lebih tepatnya berpura-pura baik untuk mendapatkan simpati.
"Depnhe, lebih baik kamu masuk sekarang, sebelum ada hal yang lebih buruk lagi."
Tidak ada yang bisa dilakukan Depneh selain mengikuti yang Karan katakan. Dia benar, ayahnya sangat tidak menyukai dia dekat dengan lelaki asing.
Apalagi jika tahu, bahwa lelaki itu ternyata musuhnya.
"Jalan, Pak!" perintah Karan kepada sopir taksi.
Taksi kembali berjalan, tetapi bayangan Depnhe dan kalimat yang tidak pernah berubah adalah pertanyaan mengenai dirinya. Gadis yang begitu ingin tahu jati diri Karan.
Sayang sekali, Karan enggan jujur padanya. Cukup Mozza menipunya, jangan ada banyak Mozza lagi yang akan membuatnya sakit hati.
"Heh!! Jam segini baru pulang! Dari mana saja?" tanya Jeki tiba-tiba setelah Karan tiba.
"Bukan urusanmu."
Bersambung...