"Tolong! Tolong! Tolong!"
Karan belum terlalu jauh melangkah meninggalkan restoran tadi, akan tetapi suara teriakan seorang gadis membuatnya melangkah kembali.
Dapnhe sedang bergelantungan dia atas gedung lantai ke tiga, entah apa yang terjadi tidak ada seorang pun di sana. Hanya Dapnhe saja.
"Apa yang sedang terjadi di atas gedung sana? Bukankah gadis itu bersama dengan Ken tadi?" Karan bertanya pada dirinya sendiri.
Melihat Dapnhe tergelantung dan hampir saja jatuh akan jatuh dari atas gedung, semua pengunjung restoran sangat panik. Tidak terkecuali.
"Di mana Ken?" tanya Karan sekali lagi.
Meskipun tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaan bodohnya itu, Karan belum beranjak dari tempat duduknya. Dia masih di sana mematung menyaksikan gadis itu terancam nyawa.
Karan teringat pada ucapan Larios, dia tidak boleh bersikap semena-semana. Apapun yang dilakukan harus dipikirkan secara matang.
Dia memutar otaknya, memikirkan cara untuk menyelematkan Dapnhe.
"Kembali melakukan penyamaran."
Karan sudah berpikir bagaimana caranya agar bisa menolong Dapnhe tanpa harus menunjukkan sosoknya.
Setelah mengambil topeng miliknya, Karna melakukan jurus lari secepat kilat yang diajarkan oleh guru bela dirinya.
Benar saja dugaan Karan, ada seseorang yang berusaha untuk membongkar penyamarannya. Siapalagi jika bukan Ken. Lelaki itu sengaja membuat Dapnhe terjatuh.
"Ken, apa yang sudah kamu lakukan? Lepaskan aku."
"Tidak, aku tidak melepaskanmu hingga ayahmu datang menemui, lalu memberikan aku uang untuk menebusmu."
Lelaki yang dipanggil Ken itu sengaja menggunakan topeng agar tidak ada orang yang bisa menggetahui wajahnya. Akan tetapi, Dapnhe sebab saat itu dia membawanya ke lantas asar untuk membuat keributan ini.
"Bajingan! Berani sekali kau membuat keributan tengah malam begini."
Karan datang dengan menggunakan topeng setengah terbelah dibagian mulutnya. Itu cukup membuat Ken berhasil tidak mengenalnya.
Dia berusaha mencari ancang-ancang agar bisa menyelamatkan Dapnhe dari ancaman yang membahayakan ini. Karan melemparkan piringan yang ada di sekitarnya tepat ke arah Ken.
Akan tetapi, Kena juga bukan orang sembarangan, dia rupanya bisa mengelak dan menyelamatkan diri dari ancaman bahaya dari Karan.
"Sial! Keparat! Kau ingin sekali berurusan denganku, tetepi jangan harap bisa membebaskan gadis ini begitu saja."
Ken sudah siap menyalakan kamera ponsel dan menghubungi keluarga Dapnhe. Menggunakan kekuatan tipu muslihat, Karan memanfaatkan keadaan itu.
Karan melesat lebih tepat, lalu dia mencoba meraih tanga sang gadis.
"Gapailah tanganku, ayo!!!"
"Aku tidak bisa, tubuhku sudah tidak bisa menahan lagi. Rasanya sakit sekali."
"Keparat kau!!!"
WUSH!! KYAAATTT!!! DAAAAM!!! TAAAAKKKK!!!!!
TIDAAAAKKKKK!
Karan dan Dapnhe berteriak bersamaan saat tangan Karan sengaja di hempaskan oleh Ken, hingga membuat ia dan juga Dapnhe terjatuh.
Bukan hanya Karan serta Dapnhe yang berteriak, beberapa orang yang menyaksikan ikut tegang melihat keduanya terjun bebar dari atas gedunga. Karan dan Dapnhe berhasil terjun bebes dari ketinggian.
Karan menekan sesuatu di jaketnya, lalu keluarlah parasut dari belakang tubuhnya. Ada keajaiban untuk menyelamatkan keduanya dari musibah ini.
Tidak, lebih tepatnya, Karan selalu menggunakan baju parasut agar bisa digunaka dalam keadaan darurat seperti yang telah terjadi. Semua terlihat bernapas lega setelah keduny berada di bawah.
"Kamu tidak apa-apa?"
"Tidak, aku hanya takut ketiggian saja, terima kasih sudah menolongku."
"Jangan berkata begitu, kita sudah selamat dari behaya saja aku senang."
Melihat Dapnhe berhasil diselamatkan oleh lelaki asing membuat Ken murka. Apalagi, saat dia mengetahui rencana untuk melenyapkan keduanya tidak berhasil.
"Aku tidak mengerti apa yang terjadi, hingga lelaki itu mencelakan kamu."
"Aku menolaknya memberikan kode rahasia penting kepadanya. Aku sendiri tidak tahu bagaimana dia bisa mengetahui bahwa kode rahasia itu ada padaku."
"Depnhe, sebenarnya kamu siapa?"
"Aku anak seorang Kolonela Belanda, tetapi merahasiakan ini dari banyak orang. Entah mengapa, aku percaya bahwa kamu akan menjaga rahasia ini."
Jantung Karan terasa ingin lepas seketika mendengar jawaban Dapnhe. Bagaimana tidak terjejut, bahkan dia telah menyelamatkan musuhnya sendiri.
Karan mencoba mengambil keuntungannya, dia akan menggunakan Dapnhe mecari kelemahan koloneal Belanda.
"Kamu pasti tidak asing meliihatku," ujar Karan membuka topengnya.
"Kamu, bukankah kamu ini OB baru di hotel Ken?"
"Iya, kamu benar. Apakah orang rendahan sepertiku tidak boleh bertean denganmu?"
"Tidak, bukan itu. Aku hanya tidak percaya saja, ternyata kamu memliki kampuan cukup hebat."
"Iya, dulu pernah ikut bela diri."
Karan terpaksa membohongi Dapnhe, dai tidak ingin banyak orang yang mengetahui bahwa sebenarnya Karan seorang militer.
Kesempatn untuk memanfaatkan Dapnhe sangat besar, sayang sekali hati kecilnya menolak untuk melakukan kecurangan itu. Padahal, inilah satu penyelamat misi yang diberikan sang ayah.
Karan mencoba mencari cara lain tanpa harus melakukan kecurangan. Dia hanya akan beusaha menarik simpati Dapnhe.
"Aku tidak mengerti, ada anggota militer di sini, hanya saja yang lebih tidak kumengerti lagi mengapa kamu harus beruruan dengan Ken?"
"Ada misi yang harus selesaikan, Karan. Ken adalah otak yang bisa digunakan untuk memberikan umpan kepada militer RI. Sebab nereka sedang mengcar berlian yang saat telah mereka curi. Sial, justru aku terjebak cinta buta kepada lelaki brengsek itu."
Setelah kehadian malam ini, Karan lebih semangat lagi dalam menuntaskan misinya. Sayang seali, dia tidak bisa menebak akan ada penumpahan darah di sini.
Awal perkenalan yang memberikan kesan baik kepada Depnhe, sehingga dia bisa mncaari simpati san gadis. Bodohnya, Depnhe masih tidak menyadari an mempercayai Karan.
"Dunia itu sangat kejam Depnhe, tentu saja banyak orang yang bisa memanfaatkan kamu seketika. Untuk itulah kamu harus berhati-hati terhadap seseorang."
"Kamu benar Karan, aku harus benar-benar hati-hati sekarang. Aku percaya padamu. Meskipun hanya seorang OB biasa, kamu tidak terlihat begitu. Ada aura positif yang membuat aku memercayaimu."
"Kamu bisa mempercayakan banyak hal kepadaku, jika kamu mau."
Dapnhe mengangguk, dia begitu memecayai Karan hanya karena di sudah menyelamatkannya.bahkan, untuk bisa kembali kepada orang tua sengat sulit bagi Depnhe.
"Identitasku masih sebagai militer di Belanda. Jika aku keluar, visaku juga dudah sudah keadaluarsa."
Karan hanya mengangguk kecil, dia sungguh-sungguh berhadapan dengan or yang lebih jahat daripada bayangannya.
"Kau tahu Karan, sebenarnya aku sudah bosen menjalani keidupan yang seperti ini. Hanya karena dendam lama membuat kami anak keturunan harus ikut terlibat."
"Mengapa kamu tidak keluar saja, bukankah di Indonesia jauh lebih mudah untuk berari."
"Tentus saja aku akan dicari oleh mereka, Karan."
Meskipun Depnhe terlihat berbeda, tetap saja saat ini dia sadalah musuhnya. Utnuk menyelamatkan banyak pihak, Karan sengaja menyembunyikan identitas kemiliterannya.
"Karan, mengapa aku melihatmu berbebeda. Sepertinya kamu bukan sosok OB hotel yang aku kenal. Apakah sebenarnya kamu hanya melakukan penyamarah dan sedang melakukan banyak rencana?"
"Hah! Aku, hmm...."
Bersambung...