Chereads / BUKAN CINTA LELAKI BIASA / Chapter 3 - Rumah Baru Karan

Chapter 3 - Rumah Baru Karan

"Arrghhttt," lirih Karan seraya menyentuh kepalanya.

Karan memicingkan mata saat matahari menerobos di antara dinding rumah yang atapnya bolong. Ini seperti mimpi buruk bagi Karan, ia terbangun di pagi hari dengan kejutan yang luar biasa.

Tidak seperti pagi sebelumnya, dia disambut oleh seorang asisten rumah tangga atau ibunya sendir. Karan bangun sambil membetulkan posisi tulang-tulangnya.

Rasanya tubuh itu retak, pegal dan terasa sakit. Jelas saja, bukan kasur mewah lagi yang ditempatinya. Hanya dipan kayu beralaskan tikar dengan batal lepek tidak terpapar sinar matahari.

"Apa-apaan ini? Bukankah semalam aku terakhir kali memejamkan mata di kamarku? Kini seperti masuk ke dunia lain dalam satu malam," dengus Karan kesal.

"Jangan aneh, mulai hari kamu akan tinggal di rumah ini. Dasar orang kaya, tahunya hidup enak saja, padahal orang susah banyak di luar sana," ujar lelaki itu dengan mimik wajah menyebalkan.

"Siapa kamu? Kenapa aku ada di sini?"

"Namaku Jeki, ayahmu yang mengirimkan ke sini. Mulai hari ini, kamu akan bekerja bersamaku di sebuah hotel berbintang."

Ah, lega rasanya mendengar perkataan itu. Ternyata sang ayah tidak benar-benar membuang dirinya begitu saja. Bekerja di sebuah hotel berbintang pasti sebagai orang penting. Tentu saja, semua mudah bagi Larios.

"Cepatlah mandi dan ganti baju, kita harus pergi secepatnya agar tidak terlambat ke tempat kerja."

Jeki melemparkan kaos omblong yang tidak terjembur sehari, mual. Bau amis dari baju itu membuat Karan ingin muntah.

"Sudah, jangan pura-pura jadi orang kaya di sini. Tidak ada baju lagi selain kaos itu, lihat saja cucian menumpuk."

Benar saja, Larois benar-benar keterlaluan. Karan bukan hanya dibuang, tetapi dia tidak memberikan sehelai pun pakaian bagus miliknya untuk di pakai. Terpaksa, Karan harus menggunakan baju Jeki untuk berangkat kerja. Tidak ada pilihan lain.

Karan beranjak, dia masuk ke kamar mandi. Sial. Lelaki ini benar-benar sangat jorok, aroma segala rupa ada di dalam, belum lagi kondisi kamar mandi menjijikan penuh lumut. Benar saja, Karan akan tinggal di sini selamanya.

"Semoga Papa tidak membiarkan aku tinggal lebih lama di sini, setidaknya fasikitas apatemen mewah atau sejenis itu tempat yang jauh lebih layak. Bukan gubuk yang hampir runtuh dan menjijikan."

Ini bukan hanya mimpi buruk, tetapi pembuangan sang ayah demi menyelamatkan keluarga Larios. Bukan hanya di buang ke tempat yang tidak layak, tetapu Karan juga tidak boleh menunjukan kekayaannya kepada orang lain.

Tidak hanya itu, dia juga tidak bisa menggunakan kekuatan militer untuk membela diri. Apapun yang orang lain katakan dia harus ikuti. Menjadi kacung semut, dia seperti seekor srigala terbuang dan tertindas.

"Jek, tidak ada parfum atau apapun itu. Baju ini aromanya tidak sedap, aku bisa muntah mencium aromanya."

"Tidak ada, kamu hanya tinggal pilih saja. Tetap menggunakan baju itu atau tidak memakai baju sama sekali. Ya, paling tidak, orang akan mengatakan ada orag gila baru di pinggir jalan."

Jeki meledek, dia seolah tidak peduli Karan akan marah ataupun kesal. Tetapi, Jeki tahu, sekalipun Karan melawan, tetap saja tidak akan ada yang membantunya.

"Mau ngadu siapa kamu? Di sini kamu tinggal bersamaku. Tinggal menumpang saja sudah sewot ingin mendapatkan kekayaan. Haha! Jangan mimpi kamu."

Bukan mimpi, pada kenyataannya Karan memang kaya raya. Hanya saaat ini Larios sedang menguji dirinya dan mencoba untuk bertahan di tengah kesulitan hidup.

"Sudahlah jangan banyak bicara. Ayo berangkat!"

Jeki mengajak Karan untuk berangkat kerja pagi ini, seperti pagi sebelumnya dia bekerja. Bedanya, saat ini dia bekera di tempat asing dan entah tahu akan menjadi apa.

Keduanya menaiki angkot menuju hotel berbintang tempat Jeki bekerja. Semua orang terlihat menutip hidung setelah Karan masuk. Jelas saja, aroma baju tidak kering itu sangat menyengat dan membuat orang yang menciumnya ingin muntah.

"Mas, lain kali kalau cuci baju yang benar. Masa baju dengan aroma tidak sedap saja masih di pakai."

"Emh, iya Mas. Maaf."

Jeki menahan tawanya, dia seolah sengaja memberiikan baju itu kepada Karan. Bukan hanya di hina, Karan dijauhi banyak orang akibat aroma tidak sedap itu.

Tidak begitu jauh, Jeki menghentikan sopir anggot di sebuah hotel bintang lima. Lalu memberikan bebarapa lembar uang receh sebagai ongkosnya dengan Karan.

"Kita sudah sampai, sebelum bekerja kamu harus menemui HRD dulu dan berikan surat lamaran kerja ini. Aku sudah mengurusnya, jadi kamu hanya tinggal masuk saja."

Karan mengambil amplop coklat berisi berkas itu, tidak peduli dengan isinya. Dia tahu, ayahnya tidak mungkin menaruk ke bagian paling rendah. Setidaknya, jabatan kepala resepsionis itu pantas.

Jeki meninggalkan Karan, keduany berjalan berlainan arah. Tidak lupa, Karan datang ke bagian informasi untuk menanyakan ruang HRD.

"Maaf, Mas. Di sini sudah tidak menerima lowongan pekerjaan, lebih baik pulang saja."

Tanpa menatap Karan sedikipun, wanita itu menjawab pertaanya dirinya dengan jawaban lain. Wajah yang tidak begitu cantik, hanya kacau dengan make yang terlalu tebal. Seperti usianya lebih muda dari riasan wajah yang digunakan.

"Hah!!" Karan melongo.

Jelas saja dia kesal, Jeki memintanya datang menemui HRD bukan untuk melamar kerja. Akan tetapi, dia ditolak secara tidak hormat.

"Mas tidak dengar? Tuli ya? Saya sudah katakan tidak ada lowongan pekerjaan di sini. Saya sudah meminta untuk pergi baik-baik atau mau saya usir paksa?"

"Saya ingin menemui Pak Haris, seseorang meminta saya menemuinya."

"Siapa yang suruh?"

"Jeki."

Wanita di hadapannya tertawa, jelas saja di tertawa. Office Boy semacam Jeki berani membawa orang dalam, tentu saja dia menertawakannya. Tanpa rasa bersalah, dia kembali mengusir Karan dari tempat tersebut.

"Saya tidak akan pergi sebelum menemui Pak Haris."

Wanita itu menepuk dahinya, "ya Tuhan, jangan ngeyel. Pak satpam, cepat usir oranng ini. Dia hanya akan membuat kegaduhan saja, mengganggu tamu lain. Tidak lihat semua orang mentapmu begitu."

Sebelum karan ditarik paksa oleh salah seorang satpam hotel, seorang lelaki berperawakan besar tinggi dengan kemeja biru muda masuk dari pintu utama.

"Ada keributan apa ini?" tanyanya.

"Selamat pagi Pak Haris, tidak ada keributan. Hanya ada orang masuk hotel sembarangan, saya sudah coba jelaskan tidak ada lowongan pekerjaan di sini."

"Lepaskan dia! tidak sepantasnya kalian memperlakukan orang rendah begitu. Terlalu berlebihan."

Sebelum haris mengamuk pagi-pagi, satpam yang hendak membawa Karan keluar segera melepaskan Karan. Lalu, dia permisi ke tempat kerjanya.

"Kamu, ikut saya!"

Karan menundukan kepala dan mengangguk perlahan, lalu dia mengekor di belakang Haris menuju ruangan HRD. Kalau bukan untuk menyelesaikan misi, tentu saja ini adalah pekerjaan yang menyebalkan bagi Karan.

Semua berubah dalam satu malam, dia harus mendapatkan perilaku yang buruk sejak bangun pagi tadi dan terus berulang sampai ke tempat kerja. Sial.

"Benar apa yang dikatakan bagian informasi, tidak ada lowongan pekerjaan di hotel ini. Akan tetapi, saya tidak serta menolak sebelum melihat Cv terlebih dulu."

Karan memberikan berkas yang dia bawa sejak tadi, menyerahkanya kepada Haris. Setelah membuka berkas tersebut, tanpa melihat seluruh isinya. Haris menatap Karan.

"Namamu Karan?"

"Ya, Pak."

"Baiklah, kamu bisa mulai bekerja hari ini."

Haris beranjak sebentar untuk mengambil sesutu dari laci besar, lalu memberikannya kepada Karan.

"Ini seragammu, ganti baju dan bekerjalah."

Karan meninggalkan ruangan Haris.

"Ada apa ini? Kenapa HRD itu langsung menerimaku? Aneh."

Bersambung...