Chereads / TERJERAT JANDA SEBELAH / Chapter 5 - DITINGGAL LAGI

Chapter 5 - DITINGGAL LAGI

"Nggak apa-apa, Mbak Arum," ujar Parjo.

"Bang, kamu ini apa-apaan sih? Nggak ada apa-apanya gimana? Jelas-jelas kita lagi beramtem sama janda genit ini! Oh, kamu belain dia?"

Marmi menatap suaminya marah dengan melipat kedua tangan. Dia tidak terima suaminya membela si janda itu.

Sedangkan Seli dia masih bersikap santai meski kini Bara berada di sana. Dan laki-laki itu sedang mencuri-curi pandang di balik istrinya.

"Marmiku, Sayang. Aku nggak belain dia. Cuma aku nggak mau tambah ramai aja."

"Biarin, Bang. Biarin semua tetangga, warga kalau perlu sampai masuk berita Tv biar semua orang tahu kelakuan bejat janda ini yang suka buka open BO di rumahnya. Ini itu cukup meresahkan!"

Parjo menghela napas dalam-dalam. Dia tidak tahu lagi bagaimana cara merendakan amarah istrinya. Dia pun tidak berani menatap Seli dan melihat paha mulus si janda itu yang benar-benar sangat menggoda iman.

"Mbak Marmi, sudah ya jangan bertengkar lagi. Nggak enak dilihat sama tetangga yang lain. Apalagi tuduhan Mbak kan belum ada bukti," ujar Arum memberi nasihat.

"Astaga, Arum. Aku itu sudah sering sekali lihat banyak lelaki yang mendatangi rumah dia. Bahkan aku juga pernah melihat laki-laki yang postur tubuhnya mirip suami kamu."

Degg!!

Arum terkejut mendengarnya. Apalagi bau parfum baju Bara yang mirip dengan parfum Seli masih saja belum hilang dari ingatannya.

Di belakang Arum. Bara merasa jantungnya mau berhenti. Dia tidak mau hubungannya dengan Seli diketahui oleh istrinya.

Meski dia kini lebih merasa nyaman dengan Seli ketimbang dengan istrinya sendiri yang suka pergi ke luar kota dan meninggalkannya sendiri di rumah.

Menurutnya suami itu butuh belaian. Jadi tidak salah jika dia mencari belaian wanita lain untuk kesenangan pribadi.

"Mbak Marmi jangan sembarangan ngomong ya! Karena ucapan Mbak itu istriku bisa jadi salah paham nantinya. Lagi pula mana mungkin aku selingkuh sama janda itu." ujar Bara melindungi diri.

Seli menelan ludah mendengar ucapan Bara. Dia sedikit tersinggung karena laki-laki selingkuhannya itu juga ikut memojokkanya. Setelah apa yang mereka berdua lakukan semalam.

Arum menatap wajah Seli. Dia melihat kesedihan di wajah wanita itu dan merasa tidak tega. Meski dia masih bertanya-tanya soal bau parfum yang tadi dia cium tapi itu belum cukup kuat untuk mendukung perselingkuhan suaminya dengan si janda.

"Sudah-sudah, kalian nggak usah debat lagi. Kasihan Mbak Seli dituduh begitu. Mending kita semua bubar saja."

Semua orang setuju dengan usulan Arum dan terkecuali Marmi saja. Marmi masih ingin memaki-maki Seli hingga puas. Tapi suaminya, Parjo menghalangi aksinya.

Marmi yang tidak mau suaminya tergoda pun akhirnya memilih mengalah dan menuruti suaminya untuk masuk ke dalam rumah. Karena dia beberapa kali memergoki Parjo sedang melihat paha Seli yang terlihat karena memakai rok di atas lutut.

"Terima kasih, ya, Arum. Karena kamu sudah belain saya."

"Iya sama-sama, Mbak Seli."

Janda itu kemudian masuk ke rumah. Dan sebelum pergi dia menatap Bara dengan tatapan kesal.

"Yuk, masuk, Mas," ajak Arum.

Bara berjalan dengan rasa bersalah pada Seli. Dia berpikir kalau selingkuhannya itu pasti marah karena ucapannya tadi.

Arum berbalik badan dan melihat suaminya yang berhenti dan melamun.

"Mas, kamu mikirin apa sih?" tanyanya.

"E-nggak, kok. Aku nggak mikirin apa-apa."

Arum berjalan mendekati suaminya. Dan mencoba untuk bertanya lagi.

"Sayang, kalau ada apa-apa kamu bisa cerita sama aku."

Mereka berdua saling bertatap mata. Tapi entah mengapa Bara tidak merasakan getaran cinta saat Arum berada di dekatnya. Bahkan dipikirannya hanya ada Seli dan Seli.

"E, nggak. A-aku cuma ada masalah sedikit soal kerjaan."

"Kerjaan kamu lagi ada masalah, Mas? Masalah apa?"

"Masalah sedikit saja. Kamu nggak perlu khawatir, okay."

"Nggak apa-apa kamu cerita saja sama aku, Mas. Siapa tahu aku bisa membantu."

Bara hanya mencari alasan saja agar istrinya tidak curgia. Dan soal kerjaan sebenarnya tidak ada masalah apa pun.

Sambil menatap Arum yang berdiri di depannya. Dia merasa tidak ada perasaan cinta sedalam biasanya.

"Ya sudah, nggak apa-apa kalau kamu nggak mau cerita. Tapi, Mas kamu harus janji sama aku kalau ada masalah kamu cerita, ya."

Arum memeluk suaminya. Dia sangat merindukan suaminya. Dan tiba-tiba...

Drrrtt...

Ponselnya berbunyi. Dia pun langsung mengambil ponsel yang ada di saku celananya.

"Sebentar ya, Mas. Aku angkat telepon dulu."

Arum berjalan sedikit menjauh untuk mengangkat telepon dari Rayhan, rekan kerjanya.

Bara selalu cemburu setiap kali istrinya mendapat telepon dari Rayhan. Meski dia tahu kalau mereka berdua hanya sebatas patner kerja.

"Apa, Rayhan? Kita harus ke Bandung hari ini juga?" ucap Arum.

Mendengar itu Bara hanya menghela napas. Baru saja istrinya pulang sudah harus pergi ke luar kota lagi. Dan ini bukan pertama kali dia ditinggal istrinya untuk beberapa hari lamanya.

"Iya, Rayhan. Kalau begitu aku bilang sama Mas Bara dulu ya," ujar Arum pada laki-laki yang berada di sana.

Dia menutup telepon dan menunduk sedih. Belum genap satu hari dia sudah harus pergi meninggalkan suaminya.

"Sayang, Aku-"

"Ada kerjaan keluar kota lagi, kan?"

Arum mengangguk.

"Sayang, ini kerjaan sangat mendadak dan penting. Jadi mau nggak mau aku harus pergi."

Bara sebenarnya ingin mencegah kepergian Arum. Tapi dia rasa hanya percuma saja.

"Ya sudah, kamu pergi saja."

"Kamu serius, Mas?"

"Iya aku serius."

Arum memeluk suaminya. Dia merasa sangat berat sekali harus meninggalkan Bara. Padahal dia berniat mengajak Bara dinner nanti malam.

"Terima kasih, Sayang. Kamu sudah mau mengerti aku."

Bara hanya mengangguk. Dia tidak sanggup menjawabnya. Dadanya terasa sangat sesak.

"Kalau begitu aku siap-siap dulu."

"Okay."

Arum meninggalkan kecupan di pipi kiri Bara. Lalu beranjak pergi ke kamar untuk menyiapkan barang-barang yang perlu dibawa keluar kota.

Di rumah. Seli sedang makan salad di ruang makan. Dia termasuk wanita yang menjaga postur tubuhnya agar terlihat ideal.

Tok! Tok! Tok!

Seseorang mengetuk pintu Seli.

Karena kejadian tadi siang membuat dia malas sekali bertemu siapa pun. Belum lagi perkataan Bara yang menyinggung perasaannya.

Seli menutup salad yang sedang dia makan lalu melap mulutnya dengan tysu. Mau tidak mau dia harus membukakan pintu rumah untuk tamu-tamu yang datang ke rumahnya.

"Bara?" Seli terkejut saat melihat Bara yang datang.

Dia menolah-noleh untuk memastikan tidak ada yang lihat apalagi Marmi dan suaminya yang suka julid.

"Izinkan aku masuk," ucap Bara yang menggunakan topi hitam untuk menutupi identitas diri.

Seli mengangguk. Dia melihat raut wajah Bara yang tidak biasa-biasa saja. Seperti ada kesedihan yang mendalam.

Bara duduk di sofa dan melepas topi hitamnya. Lalu dia bersandar dan memejamkan mata.

"Kamu kenapa, Bara?"

"Apalagi kalau bukan istriku yang pergi ke luar kota!"

"Bukanya Arum baru pulang tadi pagi?"

Bara mengangguk.

"Aku seperti tidak punya istri kalau begini caranya. Kamu tahu kan kalau aku kesepian di rumah sendiri. Dan Arum selalu sibuk dan sibuk dengan pekerjaannya tanpa memikirkan aku sedikit pun."

Seli mengangguk. Meski dia masih merasa kesal dengan Bara tadi tapi tidak dipungkiri kalau dia kini telah jatuh cinta pada laki-laki yang lebih muda darinya bahkan sudah memiliki istri.

Seli beranjak dan duduk di sebelah Bara. Sambil mengelus-elus pundak laki-laki itu.

"Kamu yang sabar ya, Bara. Aku tahu bagaimana perasaanmu."

"Memang cuma kamu yang mengerti perasaanku, Seli."

Janda itu bersandar di pundak Bara tanpa malu. Dia pun merasa nyaman berada di dekat laki-laki yang sudah beristri itu.

Bara pun tidak keberatan. Karena dengan kehadiran Seli membuat dia merasa tidak kesepian lagi.

"Oiya, aku punya DVD baru. Apa kamu mau melihatnya?"

"Boleh."

"Ya sudah kalau begitu kita ke kamarku saja ya. Karena DVDnya ada di kamar."

Bara terdiam saat mendengar kata 'kamar'. Bayangannya pun melayang entah kemana dan pandangannya tertuju pada dada Seli yang sedikit terbuka.

"Bara, ayo," ucap Seli.