Aku benci dengan apa yang terjadi padaku. Malam ini, pria brengsek yang adalah bos perusahaan yang sangat kuhormati merenggut kesucianku. Menangis dan merintih. Hanya itu yang bisa kulakukan saat dia, terus memaksa keinginan bejatnya pada tubuhku yang tak berdaya. Dan gilanya lagi, dia terus melakukannya tanpa henti di sofa tanpa berpikir mencari tempat yang lebih layak.
'Apa yang kau pikirkan, Aileen?' Oh, aku masih sempat berpikir dalam situasi gila ini.
"Eumph!!" Aku terus saja menahan semua suaraku. Aku tak mau terlihat seperti jalang yang menikmati semua perlakuan gilanya itu. Aku tidak mau dihina sebagai wanita munafik yang menikmati saja ketika tubuhnya dijamah. Walau aku akui, lama –kemalamaan rasanya berbeda. Cenderung lebih …nikmat!
"Aileen! Jangan tahan suaramu!" bisiknya sebagai perintah!
Matanya yang masih semerah darah itu sangat menghipnotisku. Seakan, aku harus melakukan semua keinginannya. Dia perlahan menyingkirkan tanganku yang membekap mulutku sendiri. Pria ini super gila! Dia mempermainkan emosiku dengan penampilan menawan yang dia miliki. Sangat menawan! Setelah itu, dia menggerakkan tubuhnya lagi dengan ritme cepat sehingga membuatku berteriak dan melolong seperti binatang. Sepanjang malam, ah aku tak tahu sampai kapan dia melakukan ini padaku. Karena di tengah permainan, aku sudha kehilangan kesadaranku.
***
Sakit! Aku merasa remuk pada seluruh tubuhku. Perlahan, aku membuka mataku dan berusaha menyadarkan diri. Aku merasakan seberkas sinar mentari sudah menerpaku. Tapi, biasanya apartemenku tidak punya jendela yang bisa dimasuki oleh sinar matahari. Bisa dibilang, kamarku termasuk sangat kelam. Dan kini, aku sudah terbangun walau kesadaranku belum terkumpul sepenuhnya.
Aku memerhatikan tubuhku yang dibaluti selimut tebal dengan bahan wol yang sangat mahal. Aku yakin, ini bukan milikku. Dan saat aku melihat ke dalam selimut, aku polos tanpa sehelai benang pun. Menyadari itu, aku menghela napas karena yang semalam itu ternyata bukan mimpi! Aku sudah bukan seorang gadis lagi dan pria itu adalah pelakunya.
"Sialan pria gila itu! Sampai kapan dia melakukannya sampai tubuhku rasanya se-remuk ini? Dia pikir aku budaknya?" kesalku karena teringat apa yang terjadi semalam. Perlahan, kesadaranku mulai terkumpul. Aku tak familiar dengan tempat ini. Aku memerhatikan kalau kamar ini sangat luas. Mungkin saja, lebih luas daripada apartemen tempatku tinggal. Nuansa klasik yang tidak biasa dan memiliki banyak nilai seni membuat aku berdecak kagum tanpa sadar.
'Ini bukan di apartemenku. Di mana ini ya? Apa aku masih mimpi? Tapi, sepertinya ini sudah siang,' batinku memikirkan di mana aku berada saat ini.
Tapi kalau dipikir lagi, diam bukan jawabannya kan? Lebih baik, aku bangun dari ranjang empuk yang nyaman ini untuk mencari jawabannya. Atau, aku bisa langsung pergi dari sini! Aku yakin, ini bukan tempat seharusnya aku berada. Saat aku mencoba turun…
"Akhh!!"
Rintihku saat merasakan sakit luar biasa di daerah intimku. Aku juga teringat, kalau tidak ada pakaianku di sekitar sini. Tak mungkin aku keluar tanpa sehelai benang pun kan? Tapi kemudian, atensiku teralihkan pada lemari besar di sudut ruangan. Aku tersenyum dan berusaha berjalan ke sana. Walau aku jalan tertatih sambil bertumpu pada dinding, aku terus berusaha supaya mendapatkan penutup tubuh yang selayaknya.
'Ceklek!'
Pintu lemari terbuka! Aku melihat banyak pakaian seorang pria. Menyadari itu, jantungku serasa lompat seketika! Ya, mungkin saja saat ini aku berada di rumah pria brengsek itu –David Atkinson. Skenario terburuknya adalah dia membawaku ke sini setelah puas memperkosaku tadi malam. Tapi untuk apa? Dia mau membunuhku supaya aku tidak melaporkan identitasnya yang bukan manusia?
Tapi memang, sepertinya itulah yang harus aku lakukan kan? Apa polisi akan percaya walau selama ini mereka sering mengabaikan setiap berita kosong mengenai makhluk penghisap darah yang disebut sebagai vampire itu? Ternyata, makhluk yang menghabisi orang tuaku ada dan bukan hanya takhayul semata! Dan aku salah satu korbannya. Tapi kenapa dia tak membunuhku? Aku jadi teringat, kalau semalam dia menggigit leherku dan juga menghisap darahku.
"Sudah bangun?"
Suara itu! Aku langsung berbalik dan sangat terkejut melihat dia yang sudah berdiri di belakangku. Tatapannya yang datar dan mengintimidasi membuatku lagi –lagi terdiam seperti wanita bodoh yang berdaya.
"Kamu sengaja menggodaku di pagi hari dengan bertelanjang begitu, Aileen? Aku pikir, kau masih lelah karena yang terjadi semalam," katanya dengan nada diliputi oleh gairah. Oh! Itu jelas dari jelaga hitamnya yang berkilat dan sepertinya akan berubah lagi menjadi warna merah.
"A –aku ingin mencari pakaian!" jawabku seadanya dan langsung menutupi semua bagian pentingku dengan telapak tanganku. Aku tahu, ini hanya usaha bodoh yang percuma. Tapi setidaknya, aku tidak menyerahkan diriku begitu saja kan? Percuma saja tampan, tapi sangat brengsek! Pasti sudah banyak perempuan yang dia jadikan korban napsu gilanya ini.
"Aileen," panggilnya lagi dan membuatku menoleh. Dia tersenyum hangat lalu meraih wajahku dengan tangannya. Aku baru sadar, kalau tangannya sedingin ini. Seperti tangan mayat atau daging yang baru dikeluarkan dari pendingin.
"Sebenarnya, aku ingin melakukannya lagi. Tapi, aku takut kau bisa trauma dan itu akan membuatku kesulitan. Jadi hari ini, istirahatlah!" katanya lagi dan membuatku merinding.
Tangan itu bukan saja mengelus wajahku. Malahan, tangannya merambat mengelus belakang leherku dan sampai ke bahuku. Dan bodohnya, aku hanya menatapnya dengan lemah seakan pasrah akan apa yang mungkin dia lakukan lagi. Melawan juga tak ada artinya. Lalu, tangan itu terhenti tepatnya di bekas gigitannya semalam.
"Sudah kuduga, kau itu istimewa!" katanya lagi membuatku mengernyit tak mengerti. Dia mengulur senyumannya dan langsung menarikku ke sebuah cermin yang besar. Aku terbelalak karena melihat penampilanku yang tanpa sehelai benang pun dengan banyak memar di seluruh tubuhku. Aku bisa melihat pantulan dirinya yang menyibakkan rambutku perlahan.
"Lihat Aileen, bekas lukanya hilang!" bisiknya membuatku terkejut.
Aku langsung penasaran dan langsung melihatnya dengan lebih jelas lagi. Bekas luka gigitan yang sangat menyakitkan semalam, hilang begitu saja? Aku yakin, pasti ada yang salah di sini! Pria itu tersenyum, ah mungkin lebih cocok menyebutnya sebagai menyeringai sambil menghirup ceruk leherku di belakang sana. Tangan gilanya selalu merambat ke mana –mana dan aku? Hanya pasrah!
"Ber –henti!" pintaku dengan nada lemah.
"Baiklah!" Dia setuju. Aku terkejut! Apalagi, saat dia langsung mengangkat tubuhku dan meletakkan diriku dengan lembut di ranjang yang aku yakin adalah miliknya. Dia menarik selimut supaya aku bisa menutupi tubuhku. Perlakuannya yang selembut ini membuatku agak terhanyut. Katakanlah aku gila! Mungkin juga murahan. Aku tidak peduli!
"Aileen, mulai sekarang, kamu adalah milikku! Jangan mencoba pergi dariku. Mungkin, kamu berpikir untuk melaporkan keberadaanku sebagai makhluk penghisap darah yang ditakuti oleh manusia kan? Sayang sekali, kamu bahkan tidak bisa keluar dari mansion milikku tanpa sepengetahuanku! Ke mana pun kau pergi, aku selalu tahu! Karena, aku sudah menandaimu, Sayangku!" katanya penuh peringatan.
David kemudian mendekatkan wajahnya padaku dan memberi ciuman pada bibirku. Aku diam dan menerima saja. Hanya sebuah ciuman singkat dan setelah itu dia tersenyum padaku. Pria itu mengusap suraiku dengan lembut sambil beranjak dari duduknya. Dia berbalik dan pergi meninggalkanku sendiri di sini. Aku masih terdiam dan mencerna semua yang terjadi hari ini.
Aku yang berada di sini dan soal bekas luka yang hilang begitu saja! Dia bahkan mengklaim diriku sebagai miliknya! Tapi, kenapa harus aku? Dan apalagi itu, dia bilang kalau dia mau melakukan itu lagi? Dia pasti punya tujuan tertentu kan? Dan, sudah berapa banyak wanita yang jadi korbannya? Sial! Semua pertanyaan itu terus terputar di dalam kepalaku.
Pagi ini, aku sama sekali tak bisa istirahat karena otakku terus saja bekerja tak ada habisnya. David Atkinson –CEO di perusahaan tempatku bekerja ternyata adalah vampire. Aku menjadi salah satu korbannya dan dia kini menjadikanku tawanan. Dan lagi, luka bekas gigitannya yang bahkan tak berbekas di tubuhku. Semua ini mengingatkanku mengenai sebuah rumor yang sempat tersebar di kantor.
'Pantas saja, akhir –akhir ini aku selalu merasa diikuti. Aku yakin itu pasti dia!' yakinku.
"Apa yang kau inginkan dariku, David Atkinson?" Aku bertanya –tanya dan berpikir untuk memecahkan semua misteri ini.