Chapter 4 - Noble

Aku berkaca di depan cermin sambil memerhatikan gaun yang kukenakan. Aku tak menyangka, kalau penampilanku bisa sebagus ini jika dibaluti satu stel gaun yang mahal. Setelah aku bosan memerhatikan diriku sendiri, aku langsung memilih untuk keluar dari kamar tempat dia mengurungku. Perlahan, aku menggapai kenop pintu dan ternyata sama sekali tidak terkunci. Aku sedikit terbelalak dan membuka pintu untuk keluar.

Setelah pintu terbuka, aku mendapati desain interior yang tak biasa kulihat. Desain mansion yang sedemikian klasik yang kuketahui biasanya terdapat di istana para bangsawan. Ah, dia adalah direktur di Perusahaanku. Walau menurutku, semua ini agak berlebihan. Perusahaan tempatku bekerja tidak sebesar itu. Bahkan, kota ini hanyalah sebuah bagian kecil dari Washington

. Lelah juga memikirkan dari mana pria itu mendapatkan harta sebanyak ini.

"Bodoh kau, Aileen! Dia adalah vampire yang hidup ratusan tahun dan tidak perlu makan sepertimu," rutukku karena baru teringat kalau pria itu bukan makhluk sembarang makhluk.

Vampir. Rumor mengenai makhluk seperti itu sudah terdengar puluhan tahun yang lalu. Karena tidak pernah bertemu langsung, aku memutuskan tak percaya dengan mitos itu. Bahkan, kasus yang diduga sebagai perbuatan para vampire hanya beberapa tahun sekali terdengar, termasuk kematian kedua orang tuaku. Kalau ditanya sekarang, apa aku percaya vampire? Aku bilang iya! Bagaimana tidak? Vampir sial itu sudah memperkosaku dengan seenak hatinya!

"Memikirkan apa, Sayang?" bisik suara itu sambil memeluk pinggangku dari belakang. Aku langsung menoleh dan mendapati wajah tampan itu tak berhenti menatapku. Err… bahkan terlihat mengawasiku dengan cermat.

"Hanya memikirkan berapa wanita yang menjadi korbanmu sama sepertiku," balasku asal. Pria itu tersenyum dan jujur saja itu menambah kadar ketampanannya. Tanpa ragu, dia menyesap leherku. Aku menutup mata karena takut kalau dia akan menggigitku lagi. Rasa sakitnya masih aku ingat dengan baik.

"Aku menghisap darah banyak manusia, bahkan sampai mereka mati," bisiknya membuat bulu kudukku merinding. Bisa –bisanya dia mengatakan hal menakutkan ini padaku.

"Tapi… manusia yang aku tiduri hanya dirimu!" lanjutnya lagi dengan nada tegas. Sontak aku berbalik dan langsung mendorongnya menjauh. Omong kosong macam apa itu? Hanya meniduriku? Pria yang memaksa seorang perempuan tidur dengannya pasti tidak hanya melakukannya satu kali! Itu adalah sesuatu yang logis.

"Pembohong!" ujarku kesal tapi pria itu tersenyum sambil berjalan mendekatiku.

Takut! Aku langsung memundurkan tubuhku . Aku merasa seperti akan diterkam serigala yang mengerikan dan sialnya tak bisa kulawan. Dia masih terus mendekat, hingga punggungku menyentuh dinding. Tidak ada jalan. Dan kini, dia sudah tepat berada di hadapanku.

"Aileen, aku melakukannya padamu karena ingin kamu menjadi milikku," katanya sambil meraih ujung rambutku lalu menghirupnya seakan itu adalah bunga dengan aroma yang semerbak.

"Aku ini adalah vampire bangsawan yang memiliki kemampuan lebih dari vampire biasa. Aku bisa membaca pikiran manusia dan kau tidak bisa kuketahui isi kepalamu, selain melihat tindakanmu," terangnya membuatku terbelalak. Aku tak menyangka, para vampire juga memiliki tingkatan kasta seperti itu.

"Dan darahmu adalah yang paling aku inginkan, Aileen. Jadi, jangan biarkan darahmu keluar dari tubuh ini. Karena semua itu adalah milikku!" katanya sambil menyibakkan rambutku ke belakang telinga.

"Kenapa aku?" Aku bertanya lagi.

"Sudah kukatakan sebelumnya, kamu itu spesial," jawabnya dengan suara rendah yang sedemikian menggoda. Aku gila! Tapi lagi –lagi aku terpesona. Dia tersenyum lalu mendekatkan wajahnya kepadaku dan meraih bibirku.

Aku dengan bodohnya hanya pasrah menerima ciuman darinya. Bukan sekedar ciuman yang menempelkan bibir, tapi dia mengarahkanku untuk membuka mulutku. Aku hanya bertindak pasif mengikuti gerakannya. Aku terjebak dalam pesonanya hingga ia menarik pinggangku semakin merapat ke tubuhnya. Entah kenapa, insting menggerakkan tanganku untuk menyentuh tubuh pria itu. Tubuh sexy yang aku lihat di kamar mandi dan membuat darahku berdesir bukan main.

Sambil berciuman, aku bisa merasakan betapa panasnya kegiatan ini. Terus saja saling mencecap rasa bibir masing –masing, hingga akhirnya aku kehabisan napas dan mengumpulkan tenagaku untuk mendorongnya menjauh. Aku butuh oksigen supaya tidak sesak napas. Aku tak tahu kalau vampire membutuhkan oksigen juga atau tidak.

"Mulai malam ini, kamu tinggallah bersamaku, Aileen. Aku akan menjagamu dari dunia luar yang berbahaya itu," ajaknya membuat aku heran.

"Aku sudah lima tahun hidup sendirian di dunia luar yang berbahaya itu. Kurasa, anda berlebihan," balasku sambil membuang muka.

"Dave! Panggil aku seperti itu!" perintahnya membuatku terkejut. Selama ini aku tidak berani menyebut namanya selain dalam hati untuk memaki –maki kebrengsekannya.

"Kenapa harus memanggilmu seperti itu?" Aku sedikit berontak.

"Karena kamu adalah milikku!" jawabnya tegas lalu tiba –tiba menggendongku dengan mudahnya. Aku terkejut dan reflex melingkarkan tanganku ke lehernya. Aku penasaran ke mana dia akan membawaku. Apa ke ranjang lagi untuk bercinta? Sial! Kalau benar, dia malah akan melukaiku.

Sayangnya, aku salah! Dia mengajakku keluar dari mansionnya. Aku agak terkejut karena di belakang mansion ini hanyalah hutan yang luas dan sebuah danau buatan yang indah. Aku terus memandanginya sambil melihat ke atas, lebih tepatnya pada sinar matahari. Katanya, vampire akan terbakar jika terkena cahaya matahari secara langsung. Sialnya, saat ini langit sedang gelap dan memang kota ini adalah tempat yang selalu berkabut. Jarang sinar matahari menyinari kota ini secara langsung.

"Kamu pikir, aku akan terbakar terkena sinar mentari?" ujarnya seakan membaca pikiranku. Hei? Dia berbohong bilang kalau tidak bisa baca pikiranku kan? Dan tiba –tiba dia-

"Kyaa!!" teriakku panik saat dia malah melompat tinggi ke sebuah pohon yang tingginya nyaris seratus meter. Aku langsung mengeratkan peganganku padanya supaya tidak jatuh dan dia berheti ketika kami tepat berada di salah satu ranting pohon tua yang kokoh ini.

"Kau ingin mengajakku terbang seperti yang pernah aku lihat di film?" tanyaku tapi dia menarik senyumannya. Ya, itu senyuman bukan seringaian.

"Tidak juga, aku hanya ingin menujukkan padamu apa yang bisa dilakukan oleh para vampire. Ini masih belum seberapa," jawabnya bukan membuatku puas malah tambah penasaran.

"Kalau vampire itu nyata, apa artinya kaum werewolf juga ada?" tanyaku lagi.

"Mereka ada dan sudah naluri satu sama lain untuk bermusuhan. Tapi karena populasi kami sama –sama terancam, kami tidak lagi ingin untuk membunuh mereka. Jadi, kebayakan dari mereka memilih tidak berada di kota yang sama dengan para vampire," jelasnya membuatku membelalakkan mata.

"Apa itu artinya, di kota ini ada banyak vampire?" Sepertinya pertanyaanku tak ada habisnya.

"Bisa ya, bisa juga tidak! Aslinya, kami berasal dari Transylvania. Tapi itu empat ratus tahun yang lalu sebelum terjadi pembantaian massal kepada kami yang menyebabkan bangsa kami terpencar," jelasnya membuatku semakin terkejut.

"Kau sudah banyak tahu kan? Jadi, jangan bertanya lagi!" lanjutnya membuatku terdiam. Setelah hening untuk beberapa saat, dia menurunkan aku dari gendongannya tapi aku malah tak mau turun.

"Aku takut ketinggian!" kataku memperkuat peganganku di lehernya.

"Baiklah! Aku kira, Aileen mau melompat bersamaku ke bawah. Karena jujur, aku agak terangsang karena tanganmu menyentuh leherku." Dia bicara dan itu membuat mataku terbelalak. Langsung saja, aku melepaskan diri dan memberanikan untuk berdiri di ketinggian ini. Vampir gila yang berbahaya ini sangat mudah terbawa nafsu!

"Hahaha! Kamu takut karena aku terangsang? Aku masih berpikir untuk menahannya sekarang," katanya dengan enteng.

"Kau itu bukan manusia, jadi wajar kalau pikiranmu tak jauh beda dengan binatang. Bisa saja kau melampiaskannya kapan saja kau mau!" ketusku tanpa memerhatikan dirinya.

"Ukh!!" rintihku karena tiba –tiba dia menyudutkanku di kayu pohon.

"Aileen, hati –hatilah dengan ucapanmu! Kami tidak suka disebut sebagai binatang!" tegasnya dengan nada menakutkan dan sorot matanya yang memerah. Aku merinding ketakutan karena berhasil membuat pria ini marah dan seperti ingin menghabisiku.

"Ah, maafkan aku! Ayo kita turun!" ajaknya langsung terdengar lebih tenang dibanding tadi. Ia menggenggam tanganku sambil melompat. Aku menutup mata karena tak berani melihat ke bawah dan saat membuka mata, aku sudah menginjak tanah saja. Makhluk seperti dia mungkin saja punya kelebihan untuk bergerak dengan secepat kilat.

"Besok kamu bisa mulai bekerja. Hari ini, istirahatlah dulu." Dia berkata sambil membawaku untuk masuk ke dalam mansion. Setelah aku masuk, dia langsung keluar dan pintu tertutup sendiri. Bukan saja pintu, gorden dan jendela langsung menutup dengan cepat tanpa siapa pun yang melakukannya. Aku agak ketakutan berada di tempat besar ini sendirian tanpa seorang pun menemani. Sebisa mungkin, aku menarik napasku untuk menenangkan diri.

'Tenang, Aileen!'

"Kenapa dia sampai harus mengurungku di sini sih?" rutukku memilih untuk berjalan ke kamar tempatku tadi terbangun. Untuk saat ini, aku mau istirahat dan menenangkan diri.