Tara selesai dengan semua makanan yang berhasil dia cicip di pesta Hani, kemudian dia mendapati Bimo yang sejak tadi tampaknya berdiri dekatnya, dia hanya menjaga jarak beberapa langkah saja. Hal ini membuatnya risih.
Semnetara Beni melipir dulu dari gedung dan dia berniat mengganti kemejanya yang basah. Dia tak mau kalah dengan apa yang dilakukan Bimo kepadanya.
"Lo ada apa, sih?" tanya Tara, dia mendekat juga ke Bimo. Lawan bicara Bimo hanya senyam-senyum ketika Tara akhirnya menyerah dan menatapnya yang mendadak jadi bodyguard-nya di acara ini.
"Gue ke sana dulu, Bim. Have fun, lo berdua!" Pria yang tak terlalu dikenal oleh Tara itu meninggalkan mereka.
Tinggalah dia dan Bimo, berdiri berdampingan. Hal ini lagi-lagi membuat kenyaman Tara terenggut paksa.
"Gue diminta bokap lo buatt jagaiin lo di sini." Bimo menjawab dengan santai, dia menengok ke arah wajah Tara yang sudah memberengut kesal karena diperlakukan seperti ini terus.
"Gue udah mau pulang, jadi lo gak usah sok jagain gue. Ini bisa-bisaan lo aja karena ngeliat si Beni, musuh lo sejak SMA, kan?" tanya Tara, dia memang suka cocoklogi soal masalah ini.
Bimo tertawa renyah, dia sampai memegang perutnya dan itu membuat Tara malu karena menjadi pusat perhatian orang-orang di sana.
Tara dengan sigap membekap mulut pria itu yang masih tak bisa menahan tawanya.
Bimo membuka mulutnya dan berniat menggigit tangan Tara.
"Dasar jorok, pergi sana, ggue gak butuh bantuan lo. Udah jangan sok perhatian!"
Tara segera menjauh dari Bimo. Dia berjalan keluar. Bimo mengikutinya dengan langkah perlahhan, demi menjaga jarak agar dia tak diusir lagi oleh Tara atau menghindari teriakan melengking wanita itu yang sangat mengganggu kesehatan pendengaran, menjadi polusi suara yang menyebabkan perhatian orang-orang akan menghakiminya.
Akan tetapi, saat Bimo hendak mendekat, punggungnya ditepuk sesseorang. Dia menghentikan langkah dan kini berhadapan dengan seorang wanita yang tersenyum lebar dan tanpa tedeng aling-aling malah memeluk Bimo dengan erat.
"Akhirnya, gue ketemu lo juga, Bim. Kangen banget, lho, kenapa, sih dari tadi deketin itu cewe mulu, gue ngeliatin lo dari jauh dan mau gabung, lo malah sendirian aja."
Bimo tersenyum palsu mendengarkan wanita itu, dia berusaha menarik dirinya menjauh tetapi tidak enak karena sebagian berat badan wanita yang bertumpu ke tubuhnya.
Tanpa Bimo ketahui kalau dia telah dipandang oleh Tara yang mennegok ke belakang, Tara tentu mengenal siapa wanita centil yang sangat kepedean memeluk lelaki itu. Dia Misya, wanita yang sangat menyukai Bimo, meskipun sering membantah itu, tetapi semua orang telah melihat isi curhatan di buku diary-nya yang tersebar secara umum di kelas. Sejak saat itu Bimo tampak menjaga jarak, tapi Meisya malah terus mendekatkan diri.
Tara sampai bergidik melihat pemandangan itu dan dia terus saja berjalan berharap Meisya terusterus menahan pergerakan Bimo sebelum pria itu mengekornya dandan membuat dia tak bisa pulang keke rumah dengan tenang.
Tara mengutak-atik ponsel dan dia segera memesan taksi online agar bisa menjemputnya, tetapi daya ponselnya melemah. Dia memutuskan untuk naiknaik kendaraan umumumum atau taksi yang lewat di depan jalanan gedung ini.
Saat dia berjalan, terdengar suara klakson yang berkali-kali, Tara berjalan semakin ke pinggir, tetapi klakson itu malah semakin sering berbunyi.
Dia menengok ke belakang dan menghentikan langkahnya. Ternyata ada mobil SUV hitam yang ada di belakangnya. Kaca mobil turun dan tampaklah wajah Beni di sana.
Pria itu menghentikan mobil dan turun dari kendaraan tersebut. Dia mendekat ke Tara yang sudah waspada dan bersiap lari dari sana, tetapi sepatu hak tinggi yang dia pakai menyulitkannya untuk bergerak lebih cepat.
Beni lebih dulu mendekat ke tubuh Tara dan dia memasang wajah memelas yang membuat Tara jadi bingung dengan pria itu. Sebenarnya apa yang dia mau, Tara tak mengerti perubahan sikap Beni yang terlalu cepat ini. Padahal seharusnya dia marah karena tadi Tara memanfaatkan kesempatan dengan menjauh darinya.
"Sorry," ucap mereka bersamaan.
Keduanya terdiam di dalam suasana yang terlalu kaku ini, tak tahu harus berkata apa lagi.
Beni memegang bahu Tara dan dia berkata, "Aku yang harusnya minta maaf, aku yang salah udahh ngomong banyak hal yang membuat kamu sakit hati dan tersinggung padahal ini pertemuan kita setelah sekian lama,"
Tara mengulum senyum meskipun dia masih saja merasa kaku dan tak terlalu nyaman, tapi memaafkan adalah hak semua orrang dan dia mau mengambilnya sebagai hak dia.
"Oke, aku juga minta maaf karena tadi tinggal kamu saat ketemu Bimo, aku cuma gak mau ngeliat keributan di antara kalian dan kuharap tadi Bimo gak ngelakuin hal apa-apa ke kamu, kan? Dia gak ngelukain kamu, kan?" tanya Tara sembari melihat tubuh dan wajah Beni yang terlihat semakin memelas itu.
Beni bersorak dalam hati. Karena dia telah merasa dilukai oleh Bimo dan Tara, selebihnya kali ini dia mau melakukan banyak hal untuk membuat Tara merasa menyukainya lagi dan melakukan apa pun untuknya kali ini.
"Gini, jam segini macet banget, gimana kalau kamu aku antar aja, abisnya kamu kan gak mungkin naik kendaraan umum. Kebetulan rumah kita searah, kan?"
Tara berdiam sebentar, memang iya, dia tak berani menjamin dirinya sendiri akan mendapat taksi apalagi ponselnya mati daya, dia tak bisa memesan ataupun meminta dijemput oleh ayahnya, dia harusharus menemui Bimo dan ujung-ujungnya akan dia gunakan untuk memintanya menaiki motornya itu. Tara sudah tak nyaman hanya dengan membayangkan duduk di atas motor milik Bimo dan memasuki komplek rumah lalu dia mendapat banyak sorakan kaena telah dinilai akrab. Tidak bisa, dia tak mau.
"Gue gak ngerepotin lo, kan?" tanya Tara pada akhirnya, dia tak punya pilihan dan merasa Beni telah meminta maaf dengan tulus kepadanya tentang kejadian tadi jadi tak baik kalau berpikiran buruk. Mungkin saja tadi Beni emosi karena gara-gara dia yang membuatnya malu karena kejadian di masa sekolah.
"Gak, dong, ayo kita buru-buru masuk ke mobil." Kemudian Beni segera membukakan pintu untuk Tara.
Saat memastikan Tara sudah nyaman duduknya, dia menutup kembali, kemudian memutari mobil dan sebelum membuka pintu mobil untuk diri sendiri, dia lebih dulu menghadap ke belakang, Meisya rupanya sedang menahan pergerakkan Bimo di sana, dan wanita itu berhasil melaksanakan tugas yang diberikan Beni.
Dengan senyuman yang mengembang, Beni segera masuk ke mobil, lalu tancap gas sebelum Bimo menyadari kalau Tara sudah tak terlihat di jalan, apalagi kalau sampai pria itu tahu Tara ada di dalam mobilnya. Tentu saja Beni tak mau itu terjadi.