Chereads / Penghianat Itu Sahabatku / Chapter 26 - Bahan Gunjingan

Chapter 26 - Bahan Gunjingan

Dewi mendekati Sabila dan Sofi, dia memperlihatkan ponselnya pada mereka.

"Aku nggak nyangka Amara seperti ini," kata Dewi tampak kecewa. "Beritanya udah menyebar, dia pasti akan kena hujatan," kata Dewi.

Sabila berusaha cuek saja, saat dia terpuruk saja Amara tidak mengsupport dia untuk sembuh. Dia justru bersenang-senang dengan Jordi.

Sabila sebenarnya bukan pendendam, hanya saja dia masih sakit hati dengan perlakuan Amara.

"Udahlah biarkan aja," kata Sabila.

"Kalau kamu sebagai sahabatnya saja begitu, kita nggak bisa berbuat apa-apa," kata Sofi.

"Dia udah nggak sahabat aku lagi. Aku nggak punya sahabat," bantah Sabila.

Sofi dan Dewi faham apa yang Sabila rasakan. Amara terlalu jahat saat itu sehingga menyakiti Sabila.

**

Sabila sampai di rumah, Rani bercerita jika Lusi baru saja datang ke rumah meminta nomor Fahmi.

"Ma, apa ini ada kaitannya dengan Amara? Tadi pagi Amara pingsan di sekolah," kata Sabila.

"Entahlah, Mama nggak mau tahu," kata Rani. "Mama masih kecewa dengan Amara," lanjut Rani.

Fahmi pulang, dia mendekati Rani dan Sabila.

"Tante Lusi nelfon aku, dia minta ketemuan berdua dengan aku," kata Fahmi.

"Oh ya, pasti ini ada kaitannya dengan Amara yang sakit," ucap Sabila. "Dia di sekolah digunjingkan kalau dia hamil," kata Sabila.

"Hamil?" tanya Fahmi terkejut. "Pasti Tante Lusi mau tanya soal Jordi. Kenapa harus aku? Malas aku berurusan dengan mereka," kata Fahmi.

"Kakak tahu dimana Jordi?" tanya Sabila.

"Kakak nggak tahu dan nggak mau tahu." Fahmi kesal. "Kakak nggak suka dilibatkan dalam hal ini," kata Fahmi.

Rani dan Sabila setuju, mereka nggak mau Fahmi dimintai bantuan oleh keluarga Amara.

**

Amara membuka media sosialnya, dia terkejut banyak sekali yang menghujatnya. Foto sexy Amara tersebar di media sosial.

Amara membuka komentar dari para hatters. Banyak yang menghujat Amara, bahkan kebanyakan adalah teman sekolahnya.

"Sial! Semua karena Jordi!" teriak Amara membanting ponselnya di atas kasur.

Lusi masuk ke kamar Amara. Dia melihat Amara menangis, Lusi melihat ponsel Amara. Sebuah postingan mampu membuat jantung Lusi ingin copot.

"Amara, apa benar ini foto kamu?" tanya Lusi.

Amara diam saja, dia tidak mungkin mengakui hal itu. Itu akan membuat orang tuanya semakin marah.

"Jawab Amara!" bentak Lusi. "Kamu diam, berarti ini memang kamu. Mau kamu apa? Jual diri? Kamu menuduh Sabila jual diri, nyatanya apa? Kamu sendiri yang menjual diri. Mama kecewa." Lusi keluar dari kamar Amara. Lusi tidak lupa mengunci Amara di dalam kamar.

"Ma, bukain pintunya!'' teriak Amara.

Lusi tidak menghiraukannya dia sudah habis kesabaran menghadapi Amara.

Terdengar mobil Surya datang, Lusi masih menangis di kamar.

"Amara keluar kamu!" teriak Surya. Surya membuka kamar Amara. Dia langsung menyeret Amara keluar kamar.

Lusi keluar kamar karena mendengar keributan yang dilakukan Surya di depan kamar Amara.

"Pa, kenapa Papa berubah?" tanya Amara tersisa di kaki Surya.

"Kamu yang berubah. Kamu sudah menjual diri mu dan menjadi bintang iklan dengan foto tidak senonoh," bentak Surya.

"Pa, percaya sama Amara. Amara dijebak Jordi, Pa. Laki-laki yang sudah merenggut kehormatan Amara," bantah Amara.

"Dasar bodoh!" bentak Surya.

Plak plak

Dua tamparan sekaligus mendarat di pipi Amara. Lusi baru tahu jika Surya bisa semarah itu pada anak yang selalu dia manja.

"Sekarang kamu minta tanggung jawab cowok itu. Cari dia dan bawa dia kemari. Cepat!" teriak Surya.

Lusi sedih melihat Amara di marahi Surya. Namun, Amara sudah melewati batas.

Di luar rumah, tetangga Amara menggunjingkan Amara. Postingan di media sosial terus menyebar sehingga banyak yang tahu.

"Itu anak Surya sama Lusi, dia ternyata jadi bintang iklan dewasa. Ya ampun padahal Surya manjain dia loh," kata ibu-ibu yang memakai baju batik.

"Iya, dia sudah kena pergaulan bebas. Aku jadi Lusi udah malu dan pergi dari perumahan ini," sahut yang lain.

Ponsel Amara terus bergetar banyak pesan masuk yang menghujatnya. Amara sampai tidak berani membaca hujatan mereka. Dia tidak menyangka semua akan seperti ini.

Lusi masih mengharapkan Fahmi mau membantu dia. Namun, harapan itu kecil apa lagi sekarang Amara dan Sabila tidak dekat lagi.

**

Lusi bersiap untuk bertemu Fahmi, dia segera melakukan mobilnya menuju cafe tempat dimana dia janjian dengan Fahmi. Sampai di sana, ternyata Fahmi belum datang, Lusi masih sabar menunggu.

"Mana Fahmi, kok belum datang juga," kata Lusi panik. Dia melihat terus ke arah pintu masuk.

Fahmi datang, Lusi tersenyum. Fahmi duduk di kursi depan Lusi.

"Sore, Tan. Maaf ya nunggu lama," kata Fahmi.

"Iya, nggak apa-apa. Pesan minum dulu kamu!" suruh Lusi.

Fahmi memesan minuman, tidak berapa lama minuman Fahmi datang. Fahmi langsung meminumnya.

"Fahmi, kamu tahu alamat Jordi?" tanya Lusi.

"Jordi?" tanya Fahmi pura-pura mengingat-ingat nama Jordi.

"Iya Jordi pacar Amara, kata Amara dia satu kampus sama dia," jawab Lusi.

"Oh itu Jordi pacar Sabila yang direbut Amara itu ya, Te." Fahmi sengaja menjeda ucapannya. Lusi tampak kaget dengan perkataan Fahmi. "Dia memang satu kampus sama aku, tapi aku nggal tahu rumahnya. Lagian ngapain Tante cari dia?" tanya Fahmi.

"Nggak, Amara kan sakit. Dia kangen sama Jordi," jawab Lusi berbohong.

"Maaf Tante Lusi, aku nggak tahu rumahnya. Kenapa nggak tanya Amara?" tanya Fahmi.

"Amara nggak tahu alamat rumahnya. Dia hanya tahu alamat apartemen Jordi, dan ternyata dia sudah tidak di sana," jawab Lusi.

"Oh iya, waktu itu aku ketemu Amara di apartemen Jordi. Sayangnya Amara seperti nggal kenal aku," kata Fahmi.

"Kira-kira siapa yang tahu alamat Jordi, Fahmi?" tanya Lusi.

"Tante tanya saja ke pihak kampus. Siapa tahu mereka mau memberitahu Tante," jawab Fahmi. "Aku sama Jordi nggak akrab jadi nggak tahu rumahnya. Aku juga tahunya apartemennya saja," lanjut Fahmi.

Lusi tampak kecewa setelah tahu Fahmi tidak punya alamat Jordi. Padahal dia harapan satu-satunya.

"Bukannya setahu aku Amara dan Jordi sudah putus ya, Te," kata Fahmi. "Bahkan Jordi sudah punya kekasih lagi," kata Fahmi.

"Soal itu Tante tidak tahu, hanya saja Tante ingin bertemu Jordi." Lusi gelisah.

"Apa ini karena Amara?" tanya Fahmi memancing Lusi.

"Iya Amara butuh dia," jawab Lusi.

"Butuh dia? Untuk apa, Te?" selidik Fahmi.

"Tidak, mungkin dia rindu jadi minta aku cari Jordi," jawab Lusi.

"Tidak untuk bertanggungjawab atas kehamilan Amara?" tanya Fahmi.

Lusi terkejut, dia menatap Fahmi. Lusi tidak menyangka sudah ada yang tahu kehamilan Amara selain keluarganya.

"Apa untuk itu?" tanya Fahmi lagi.

Lusi gelisah, dia tidak tahu harus jawab apa. Dia takut Rani dan keluarganya juga tahu kehamilan Amara. Semua akan menambah malu Lusi.

"Tante diam, aku anggap benar," kata Fahmi.

Lusi tidak menyangka semua akan serumit ini.