Sofi merasa Sabila menghindari dia. Apalagi saat ini hubungan dia dan Sofyan sedang renggang. Amara tersenyum saat melihat Sofi marah.
"Sofi, jangan percaya. Dia menuduh aku dan Sabila. Aku hanya menolong Sabila yang dia hampir jatuh karena dia dorong," kata Sofyan.
"Sudahlah, aku tidak mau tahu lagi. Lebih baik kamu putuskan saja aku," kata Sofi.
Sabila tidak menyangka Sofi akan percaya apa yang Amara tuduhkan. Padahal dia sama sekali tidak menggoda Sofyan.
"Sofi, kita bicarakan ini baik-baik. Aku dan Sofyan tidak ada apa-apa. Itu hanya tuduhan Amara saja. Kamu jangan percaya dengan dia," kata Sabila.
"Tidak Sabila, aku sudah cukup dibohongi." Sofi duduk di kursinya.
Tidak berapa lam guru datang dan mata pelajaran segera dimulai. Sabila merasa bersalah pada Sofi. Dia lebih banyak diam meskipun duduk bersebelahan dengan Sabila.
Hingga waktu istirahat tiba, Sabila mencoba berbicara dengan Sofi. Namun, Sofi menolak.
"Tidak perlu ada yang dibicarakan lagi. Sudah aku anggap hubungan ku dan Sofyan berakhir." Sofi berjalan menajuhi Sabila.
Sabila merasa sedih, Sofi termakan tuduhan Amara. Sabila akan berusaha meminta maaf pada Sofi dan meluruskan masalah ini.
"Dewi, bagaimana ini? Aku merasa bersalah pada Sofi. Kenapa dia harus percaya dengan Amara?" tanya Sabila.
"Sudahlah, jangan dipikirkan," jawab Dewi. "Lagi pula hubungan Sofi dan Sofyan memang sedang tidak baik-baik saja," kata Dewi. "Aku heran, Amara bukannya taubat dia malah semakin menjadi," lanjut Dewi.
Amara mendekati mereka, dia tersenyum penuh kemenangan. Dia merasa bahwa Sabila tidak akan punya teman lagi.
"Sabila... Sabila. Kamu sudah tahu kan rasanya berhadapan denganku," kata Amara.
"Terserah apa katamu, aku tidak peduli. Apa kamu nggak bisa urus saja urusanmu itu. Jangan mengurusi aku atau yanh lain," bantah Sabila.
"Mau gimana, kamu berani bertemu Jordi," kata Amara.
"Semalam aku ketemu dia itu tidak sengaja. Jadi jangan bikin ulah dech. Lagian aku nggak butuh cowok kaya dia," ucap Sabila.
"Alah, kamu tuh munafik Sabila. Pasti kamu juga dekati Sofyan karena kamu dendam pada Sofi," kata Amara.
"Aku nggak pernah dendam sama siapapun, apalagi Sofi. Itu hanya karena tuduhan nggak bermutu kamu itu, Amara." Sabila geram. Dia menarik rambut Amara.
"Lepaskan!" bentak Amara.
"Kamu harus katakan yang sebenarnya pada Sofi. Baru aku akan melepaskan rambut kamu," bentak Sabila.
"Tidak akan. Aku tidak mau melakukannya," ucap Amara.
Sabila marah, dia menjambak rambut Amara semakin kasar.
"Auu...sakit Sabila!" pekik Amara.
"Itu belum seberapa dari apa yang selama ini aku rasakan," kata Sabila.
Sabila melepaskan rambut Amara, ada yang mengadu ke guru sehingga guru datang.
"Kalian kenapa bikin keributan?" tanya Bu Nining. "Kamu Amara, selalu bikin masalah. Apa kerjaan kamu itu bikin masalah? Ibu sampai bingung harus menegur kamu dengan cara apa," kata Bu Nining.
"Maaf, Bu. Amara menuduh saya merebut Sofyan dari Sofi. Padahal Sofyan hanya menolong saya yang dia dorong," kata Sabila.
"Panggil Sofyan, saya ingin tahu juga dari Sofyan!" perintah Bu Nining pada salah satu siswa.
Beberapa saat kemudian Sofi dan Sofyan datang. Bu Nining menanyai Sofyan.
"Apa benar kamu menolong Sabila tetapi dituduh Amara, Sabila merebut kamu dari Sofi?" tanya Bu Nining.
"Benar, Bu. Sofi malah percaya dengan tuduhan Amara," jawab Sofyan.
"Amara, kenapa kamu menuduh mereka?" tanya Bu Nining.
"A-aku kesal sama Sabila, Bu," jawab Amara. "Dia selalu mengalahkan aku dalam segala hal," kata Amara.
"Ibu kecewa sama kamu Amara, Ibu akan scrosing kamu tiga hari," kata Bu Nining.
"Bu, kenapa hanya aku yang discrorsing? Kenapa Sabila tidak?" tanya Amara tidak terima.
"Karena sumber masalahnya selalu kamu," jawab Bu Nining. "Sudah kalian semua bubar," kata Bu Nining.
Sabila merasa puas, Amara semakin kesal dengan Sabila.
"Tertawalah! Akan aku balas semua," kata Amara.
Sabila meninggalkan Amara. Dia tidak ingin berurusan dengan Amara lagi.
**
Sepulang sekolah, Amara sengaja menunggu Sabila sendirian. Dia akan memberikan Sabila pelajaran.
"Sabila, sini kamu!" ajak Amara. Sabila diajak ke gudang sekolah.
Amara mengunci gudang itu, dia menatap Sabila dengan penuh Amarah.
"Sebelum aku libur, aku harus melihat air mata kamu," kata Amara.
Amara menarik tangan Sabila, dia lalu mendorong Sabila ke lantai yang kotor penuh debu. Amara menginjak kaki Sabila hingga kesakitan. Dia mengambil sapu yang sudah rusak dan memukul ke kaki Sabila berkali-kali.
"Auh Sakit!" pekik Sabila memegangi kakinya yang terlihat memerah.
"Itu baru peringatan, jadi jangan berani sama aku lagi," kata Amara merasa puas dengan perbuatannya pada Sabila.
Amara meninggalkan Sabila dalam keadaan kakinya sakit. Sabila susah payah berjalan dan keluar dari gudang.
Fahmi yang menjemput Sabila masih menunggu di depan gerbang. Sabila belum juga ke depan padahal sudah sepi.
"Kemana anak ini, ada yang bilang dia masih di dalam," kata Fahmi.
Dari kejauhan terlihat Sabila berjalan tertatih-tatih menuju gerbang. Fahmi segera mendekati Sabila.
"Kamu kenapa?" tanya Fahmi khawatir.
"Ayo pulang! Ceritanya nanti saja," kata Sabila sembari menahan sakit.
Sabila segera pulang bersama Fahmi, butuh waktu 10 menit mereka sampai di rumah.
"Sabila kenapa?" tanya Rani yang juga baru saja pulang dari butik.
"Obati dulu, Ma," kata Sabila merintih kesakitan.
Rani segera mengambil obat, dia mengobati kaki Sabila yang sakit. Dia tampak khawatir karena sepertinya terlalu sakit.
"Siapa yang melakukan itu?" tanya Fahmi.
"Amara, Kak. Dia marah karena dapat scorsing dari guru setelah bertengkar denganku," jawab Sabila.
Fahmi marah, dia tidak terima dengan apa yang dilakukan Amara pada Sabila. Dia akan membuat pelajaran untuk Amara.
"Ini sudah keterlaluan, Ma. Tolong hubungi Tante Lusi!" pinta Fahmi.
"Udahlah, Kak. Biarkan saja, aku malas berurusan dengan dia," kata Sabila.
"Tidak Sabila, dia harus diperingatkan. Ini sudah sangat keterlaluan," kata Fahmi.
"Sabila, benar kata Fahmi. Amara sudah sangat keterlaluan kali ini. Mama akan menelfon Lusi," kata Rani.
Jika Rani sudah berbicara maka Sabila tidak bisa membantah. Sabila segera ganti baju lalu istirahat.
Ponsel Sabila berdering, ada panggilan dari nomor tidak dikenal. Sabila mengangkat panggilan itu.
"Halo? Siapa?" tanya Sabila.
"Sabila ini aku Sindi. Bisa kita bertemu?" tanya Sindi.
"Maaf saya tidak bisa," jawab Sabila.
"Tolong Sabila, aku mau bertemu kamu penting!'' rengek Sindi.
Sabila mematikan panggilan dari Sindi. Namun, Sindi malah menelfon lagi.
"Apa mau kamu?" tanya Sabila setelah panggilan dia terima. "Bisa nggak sih jangan berisik," bentak Sabila.
Fahmi ke kamar Sabila, Sabila berbisik kalau yang menelfon itu Sindi. Ponsel Sabila diambil Fahmi, dia ingin berbicara dengan Sindi.
"Sabila tolong aku!" pinta Sindi. "Tolong bujuk Fahmi!" pinta Sindi.
"Bujuk apa? Bujuk untuk menerima barang bekas seperti kamu?" tanya Fahmi.
Sindi terkejut, dia langsung mematikan panggilannya secara sepihak.