Esok harinya, sekolah Sabila digemparkan dengan berita kehamilan Amara. Meskipun Amara sedang diliburkan selama tiga hari terapi berita itu langsung menyebar.
Bukan hanya dikalangan para siswa, namun para guru juga sudah tahu. Entah siapa yang membongkar kehamilan Amara.
"Ya ampun! Amara hamil?" tanya Dewi. "Kira-kira anak siapa, ya?" tanya Dewi lagi.
"Iya nggak tahulah, kita kan nggak pernah tahu dengan siapa saja dia bergaul," kata Sofi. "Sabila, ternyata nasib dia lebih malang dari lada kamu," kata Sofi.
Sofyan datang, hubungan Sofyan dan Sofi sudah membaik. Dia tampak panik, sepertinya Sofyan membawa berita baru.
"Ada apa? Kok panik?" tanya Sofi.
"Ada yang bilang Amara hamil dengan Jordi, Jordi sedang dicari keluarga Amara. Ini aku lihat vidio yang beredar," jawab Sofyan memperlihatkan ponselnya.
Dalam vidio itu Amara berbicara dengan seseorang di minimarket. Dia membicarakan masalah kehamilan Amara.
"Itu kan Kak Fahmi," ucap Sabila. "Jadi Kak Fahmi megancam Amara?" tanya Sabila.
"Tapi kenapa?" tanya Sofi.
"Kemarim Amara memukul kakiku, hingga aku terpincang begini," jawab Sabila.
"Pantas jika Kak Fahmi memgancam Amara. Hanya saja siapa yang merekam?" tanya Dewi.
"Aku juga tidak tahu," jawab Sabila.
Sabila lalu mengirimkan vidio dari ponsel Sofyan ke ponselnya. Setelah itu Sabila mengirimnya ke Fahmi. Fahmi harus tahu kalau videonya sudah viral.
**
Fahmi baru selesai mata kuliah dia sedang berkumpul dengan temannya. Ponselnya bergetar, ada pesan dari Sabila.
"Apa? Sudah terbongkar? Siapa pelakunya ya?" tanya Fahmi.
Fahmi hanya tersenyum, lalu berkumpul lagi dengan temannya. Dia tidak peduli lagi dengan hal itu.
Sementara Amara kesal, melihat vidio itu beredar. Dengan susah payah dia menyembunyikan kehamilannya. Tetapi malah terbongkar begitu saja.
"Sial! Aku harus cari Fahmi," kata Amara. "Aku yakin itu ulah dia," kata Amara.
Dia pergi ke kampus Fahmi, Amara tidak mau dirinya terus digunjingkan. Sesampainya di kampus Fahmi Amara marah-marah.
"Fahmi, kamu jahat!" teriak Amara. ''Kamu kan yang nyebarin vidio itu, aku yakin itu kamu," kata Amara.
"Eh jangan nuduh, aku ada sama kamu di vidio itu. Jadi mana mungkin aku pelakunya?" tanya Fahmi. "Dari pada kamu urusin aku, mendingan kamu cari Jordi. Dan suruh dia tanggung jawab," bentak Fahmi.
Amara memukuli Fahmi, namun Fahmi menghindar. Fahmi kesal dengan perlakuan Amara.
"Pergi sekarang juga! Atau aku bilang ke semua orang, kalau kamu hamil anak Jordi," ancam Fahmi.
Amara buru-buru pergi, jika tidak bisa menyakiti Fahmi. Amara akan menyakiti Sabila sebagai gantinya.
**
Sabila tengah menunggu di jemput, dia sedang menunggu di depan gerbang. Amara segera menarik Sabila masuk ke Mobilnya.
"Lepaskan!" bentak Sabila. Amara tidak menggubris, di tetap membawa Sabila.
Amara melajukan mobilnya, dia membawa Sabila pergi dari sana. Amara akan membuat Fahmi menyesal telah macam-macam dengannya.
"Karena Fahmi berani melanggar janjinya padaku, maka kamu yang harus menanggung semua," ucap Amara.
"Mau kamu bawa kemana aku?" tanya Sabila.
"Diam, ikuti saja aku," bentak Amara.
Sabila diam, ponsel Sabila berdering. Sabila hendak mengangkatnya tapi direbut Amara.
"Jangan coba-coba lari dariku," kata Amara.
Amara membawa Sabila ke sebuah rumah kosong. Dengan susah payah dia menyeret Sabila.
"Gila kamu Amara!" seru Sabila kesal. Amara menghempaskan tubuh Sabila di rumah dengan lantai yang sangat kotor.
"Salah siapa Fahmi mengingkari janjinya," kata Amara.
Amara memukul kembali kaki Sabila, setelah Sabila tidak sadarkan diri. Dia meninggalkan Sabila. Ponsel Sabila sengaja dia hancurkan hingga remuk.
"Rasakan kamu Sabila," ucap Amara.
Amara lalu pulang, dia akan menemui keluarga Jordi untuk meminta pertanggung jawaban.
**
Fahmi panik, dia merasa bersalah karena telat menjemput Sabila. Kini Fahmi mondar-mandir di depan gerbang sekolah Sabila.
"Kemana Sabila?" tanya Fahmi. Fahmi sudah bertanya pada teman-teman Sabila namun tidak ada yang melihat Sabila.
Fahmi menelfon Rani, siapa tahu Sabila pulang sendirian dan lupa memberi kabar Fahmi.
"Ma, apa Sabila sudah sampai di rumah?" tanya Fahmi.
"Belum, Memangnya nggak kamu jemput?" tanya Rani.
"Aku jemput, Ma. Tapi nggak tahu kenapa malah nggak ada di sekolahan. Apa di pulang duluan karena aku telat? Tapi harusnya kan sudah sampai," kata Fahmi.
"Kamu harus cari adikmu, kakinya kan masih sakit," kata Rani.
Rani menutup telfon karena ada tamu. Sementara Fahmi mencari Sabila di sepanjang jalan menuju ke rumah. Namun, Fahmi tidak melihat keberadaan Sabila.
Fahmi mulai panik, dia menelfon Sabila terus tapi tidak diangkat. Fahmi memutuskan pulang.
**
Sabila terbangun, hari sudah sore. Dia mencari ponselnya namun sudah rusak.
"Bagaimana aku hubungi kak Fahmi. Keluar saja aku juga tidak bisa, kakiku sakit dan susah digerakkan," kata Sabila.
Sabila mengesot menuju pintu. Dia mencoba membuka pintu tapi dikunci dari luar.
"Tolong! Tolong!" teriak Sabila.
Di luar sepi, tidak ada jawaban. Itu tandanya tempat ini jauh dari pemukiman warga.
Sabila mencari cara agar bisa keluar, namun otaknya sedang buntu. Tubuhnya terasa semakin sakit.
"Kalau begini akh bisa mati di sini," kata Sabila.
Sabila berusaha agar bisa keluar, sudah hampir satu jam dia tidak bisa berdiri. Sabila putus asa, dia hanya bisa menangis.
**
Rani terkejut saat melihat Sindi datang. Dia menangis di pelukan Rani. Rani semakin heran dengan tingkah Sindi.
"Tante, tolong bujuk Fahmi Tante," ucap Sindi. "Aku benar-benar mencintai dia," kata Sindi.
"Sudah-sudah jangan menangis, Fahmi sudah tidak mencintai kamu lagi. Dia tidak mau kamu datang lagi kemari," kata Rani. "Sebaiknya kamu pulang, jangan cari Fahmi lagi," ucap Rani.
"Tante, apa Tante nggak kasihan sama aku?" tanya Sindi. "Aku akan bunuh diri kalau Tante tidak bantu aku," ancam Sindi.
Tiba-tiba Fahmi datang, dia semakin kesal ketika melihat ad Sindi.
"Ada apa kamu ke sini?'' tanya Fahmi. "Aku sudah bilang jangan ganggu aku dan keluargaku," kata Fahmi.
"Aku mencintai kamu Fahmi," kata Sindi.
"Tapi aku tidak mencintai kamu. Mendingan kamu pergi!" teriak Fahmi.
"Aku akan bunuh diri di depan kamu Fahmi. Sebagai bukti kalau aku sangat Mencintai kamu dan rela mati untukmu." Sindi mengancam.
"Mau bunuh diri? Silahkan! Aku nggak peduli!" bentak Fahmi.
"Fahmi kalau dia bunuh diri beneran bagaimana?" tanya Rani panik.
"Dia hanya gertak, Ma," jawab Fahmi.
Sindi mengeluarkan pembersih lantai saset dari tasnya. Dia sepertinya akan meminum cairan itu.
"Fahmi dia tampaknya serius," kata Rani panik.
"Aku pengen tahu sejauh mana kegilaan kamu," tantang Fahmi.
Sindi segera membuka cairan pembersih lantai itu dengan giginya. Lalu dia menuangkan cairan itu ke mulutnya. Rani panik dan mencegahnya. Sayangnya, sebagian sudah ada yang tertelan Sindi.
"Fahmi panggil Ambulan!" teriak Rani panik.
Fahmi tak bergeming, "Bik Imah panggil ambulan!" teriak Rani.
Mulut Sindi sudah berbusa, Rani semakin panik dan memarahi Fahmi karena hanya diam saja.