Chereads / Penghianat Itu Sahabatku / Chapter 25 - Kekecewaan Surya

Chapter 25 - Kekecewaan Surya

Surya terkejut saat tahu istrinya pingsan. Dia heran kenapa istrinya justru ikut pingsan.

"Pa, Amara, Pa," kata Lusi terbata.

"Amara kenapa, Ma?" tanya Surya.

"Dia hamil," jawab Lusi terisak.

Seketika Surya lemas, dia tidak menyangka Amara membuat dia kecewa. Padahal dia selalu memanjakan Amara.

"Apa yang akan kita lakukan, Pa?" tanya Rani.

"Mana Amara? Aku mau temui dia," kata Surya.

"Ada apa, Pa?" tanya Amara yang datang. Wajahnya masih pucat sedari tadi.

Plak

"Kenapa Papa tampar aku?" tanya Amara terkejut dengan perlakuan Surya yang kasar. Dia memegang pipinya yang terasa panas.

"Papa kecewa sama kamu. Semua keinginan kamu Papa turuti. Bahkan Papa selalu memanjakan kamu. Tapi apa? Kamu mencoreng nama baik Papa," jawab Surya.

"Amara tidak tahu maksud Papa apa," kata Amara.

"Siapa pria yang menghamili kamu?" tanya Surya. "Katakan!" bentak Surya.

"Hamil? Aku tidak hamil, Pa. Ini semua pasti fitnah, siapa yang bilang aku hamil," kata Amara tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Amara, kamu memang hamil, Nak. Dokter yang bilang sama Mama, makanya tadi Mama sempat pingsan," ucap Lusi.

"Tidak, pasti Dokternya berbohong." Amara berteriak marah.

Perawat terpaksa membawanya keruangannya kembali. Amara belum bisa terima Kenyataan bahwa dia hamil. Dia merasa dunianya seketika berubah.

"Apa aku hamil anak Jordi?" tanya Amara pada diri sendiri. "Aku harus cari Jordi," kata Amara hendak pergi namun dicegah Lusi yang baru saja datang.

"Kamu mau kemana?" tanya Lusi. "Katakan sama Mama siapa yang menghamili kamu? Apa cowok waktu itu?" tanya Lusi.

Amara mengangguk, "Aku akan minta tanggung jawab dia, Ma," kata Amara. "Tapi aku tidak tahu rumahnya," ucap Amara.

"Apa kamu tidak mengenal temannya?" tanya Lusi.

"Tidak, Ma. Dia satu kampus sama Fahmi Kakaknya Sabila," jawab Amara.

"Baiklah, nanti Mama akan tanya Fahmi," kata Lusi.

"Ma, Jangan katakan padanya kalau aku hamil. Aku takut dia dan Sabila memertawakanku," ucap Amara.

"Tenang saja," kata Lusi.

Lusi dan Surya mengurus administrasi, setelah itu membawa Amara pulang. Sepanjang jalan, Surya diam. Dia masih kecewa dengan apa yang Amara lakukan.

"Jika cowok itu tidak mau bertanggung jawab lebih baik kamu angkat kaki dari rumah," ucap Surya. "Papa tidak mau punya anak seperti kamu," kata Surya setelah sampai di rumah.

"Pa, biarkan Amara istirahat dulu," kata Lusi. "Aku akan ke rumah Rani," kata Lusi.

Amara masuk ke dalam kamar, sementara Lusi ke rumah Rani. Lusi berharap Fahmi mau membantu Amara.

**

Surya kira dengan memanjakan Amara, dia akan jadi anak yang penurut. Nyatanya sebaliknya, Amara malah membuat Surya malu. Hamil di masa SMA hal yang tidak pernah terpikirkan dibenak Surya.

"Ternyata aku salah memanjakan kamu," kata Surya. "Tahu gini aku keras sama kamu Amara," kata Surya.

Rasa sedih menyelimuti Surya. Dia tidak bisa menerima kehamilan Amara yang terjadi diusia muda. Masa SMA adalah masa dimana mereka masih bersenang-senang dengan temannya. Tetapi Amara pasti akan kehilangan semuanya. Pihak sekolah pasti mengeluarkan dia dari sekolahan..

"Amara, kenapa kamu sebodoh itu. Jika Papa kenal siapa dia, sudah Papa bunuh dia," ucap Surya.

Kekecewaan Surya pada Amara sangat besar. Dia merasa Amara telah mencoreng nama baiknya.

**

Lusi tengah berdiri di depan rumah Fahmi. Dia memencet bel, namun belum ada yang keluar.

"Maaf, Bu. Mau cari siapa?" tanya Bik Imah.

"Maaf, Bik. Fahmi ada?" tanya Lusi.

"Maaf, Den Fahmi kuliah Bu. Ibu bukannya Mamanya Mbak Amara ya?" tanya Bik Imah.

''Iya, Bik. Kalau Rani ada?" tanya Lusi.

"Ada, Bu. Silahkan masuk!"Perintah Bik Imah. Lusi masuk ke ruang tamu. "Silahkan duduk, saya panggilkan Bu Rani!" pinta Bik Imah lalu masuk ke dalam rumah.

Lusi melihat-lihat sudut ruang tamu rumah Rani. Tidak berapa lama Rani datang.

"Hai Lus, ada apa?" tanya Rani penasaran.

"Saya boleh minta nomor Fahmi, Saya ada perlu sama Fahmi," kata Lusi malu.

"Ini catat aja nomor Fahmi," kata Rani lalu mengucapkan beberapa digit angka. Dan Lusi menyimpannya di ponsel dia.

Setelah mendapat nomor Fahmi, Lusi segera pamit. Dia harus menemani Amara. Dia takut Amara frustasi.

**

Lusi tidak menyangka semua ini akan terjadi. Amara yang selalu dibanggakan oleh Surya kini malah membuat aib. Bahkan dia tidak tahu alamat cowok tersebut.

Harapan Lusi adalah Fahmi mau menolong Amara. Jika tidak, maka Amara tidak akan mendapat pertanggung Jawaban.

"Amara, kenapa kamu begini? Mama tidak sanggup Amara," kata Lusi.

Lusi terus melajukan mobilnya menuju rumahnya. Sampai di rumah dia tidak melihat Surya. Lusi tahu, Surya amat kecewa pada Amara.

Anak yang selalu dia banggakan malah membuat aib. Surya sangat terpukul dengan kejadian inu.

"Ma, bagaimana ketemu sama Fahmi?" tanya Amara.

"Tidak, dia kuliah. Sebentar biar aku telfon dia," kata Lusi.

Lusi mengambil ponselnya di dalam tas. Dia mencari nomor Fahmi yang tadi dia dapat dari Rani.

"Halo, Fahmi. Ini aku Tante Lusi, kamu apa kabar?" tanya Lusi.

"Alhamdulillah baik, Te. Ada apa Te?" tanya Fahmi.

"Tante mau ngomong sama kamu. Kita bisa nggak ketemuan?" tanya Lusi.

"Boleh, Te," jawab Fahmi.

Setelah itu Lusi mengakhiri panggilannya. "Mama akan bertemu dengan Fahmi, kamu tenang aja. Lebih baik kamu istirahat saja," kata Lusi.

Fahmi mengirim pesan pada Lusi waktu dan tempat mereka janjian. Lusi berbaring di kamar, dia takut ada yang tahu aib yanh dibawa Amara.

**

Fahmi baru saja mendapat panggilan dari Lusi. Dia mengajak Fahmi untuk berbicara berdua.

"Apa ada sesuatu?" tanya Fahmi. "Apa ini ada kaitannya dengan Amara?" tanya Fahmi.

Fahmi mulai curiga, pasti ada sesuatu yang Lusi ingin tanyakan. Sehingga dia menghubungi Fahmi.

"Fahmi, Sindi pindah kampus ya?" tanya salah satu mahasiswi.

"Aku tidak tahu," kata Fahmi. "Memang siapa yang bilang?" tanya Fahmi.

"Semua orang membicarakan Sindi, masa kamu nggak tahu?" tanya mahasiswi itu.

"Sudah bukan urusanku," jawab Fahmi. "Jangan bicarakan itu padaku," kata Fahmi kesal.

Dia meninggalkan mahasiswi itu sendirian. Dia paling enggan untuk membicarakan Sindi.

**

Sabila dan Sofi selalu mendengar Amara di gunjingkan. Hingga mereka merasa geram sekali. Mereka menyumpahi Amara agar terkena karma.

''Aduh Amara ternyata pelakor. Aku dengar tadi pagi dia pulang. Ada yang bilang dia hamil," kata Salah seorang siswa.

"Ah yang benar, jangan jadi fitnah nanti," kata yang lain.

''Ayo kita masuk!" ajak Sofi pada Sabila. Mereka malas mendengar gunjingan orang.

Baru saja melangkah, Sabila terkejut. ada yang memanggilnya.

"Sabila!" panggil Dewi

Sabila menoleh, dia melihat Dewi tampak panik. Sabila dan Sofi penasaran.