Chereads / Penghianat Itu Sahabatku / Chapter 24 - Amara Pingsan

Chapter 24 - Amara Pingsan

Sabila menatap Sofi penuh selidik, "Sof, jangan bikin fitnah ah," bantah Sabila.

"Iya, takut nanti dia kaya Sabila kemarin," ucap Dewi.

"Kalau nggak percaya lihat aja nanti," kata Sofi.

Sabila memikirkan ucapan Sofi,

meskipun hubungan Sabila dan Amara tidak baik tetapi di juga kepo.

Jam pelajaran membuat Sabila tidak konsentrasi. Dia memikirkan masalah Amara. Hingga waktu pulang, Sabila sampai lupa menelfon Fahmi.

"Bil, pulang sama siapa?" tanya Sofi.

"Eh ya ampun! Aku lupa telfon Kak Fahmi," seru Sabila lalu mengambil ponselnya dan menghubungi Fahmi.

Selama menunggu Fahmi, Sabila mengobrol dengan Sofi. Dia menyelidiki Sofi kenapa dia yakin Amara hamil.

"Sof, kamu yakin ucapan mu tadi benar?" tanya Sabila.

"Masalah Amara?" tanya balik Sofi. Sabila mengangguk,"Iya benar. Sebenarnya aku bisa menerawang. Aku bisa mengetahui isi hati seseorang. Kamu memikirkan masalah ini, kan." tanya Sofi.

"Jadi selama ini kamu bisa tahu semuanya?" tanya Sabila penasaran.

"Iya sih, tapi kalau menerawang jangka panjang aku nggak bisa. Misal nanti kamu punya suami siapa, itu nggak bisa," jawab Sofi. "Aku mohon jangan kasih tahu siapapun, Sofyan atau Dewi saja nggak tahu. Hanya kamu dan keluarga aku yang tahu," kata Sofi.

"Kita lihat saja nanti kebenarannya, Sof," kata Sabila. Dia tidak mau semudah itu mempercayai Sofi meskipun dia mengaku bisa menerawang.

Fahmi datang, Sabila langsung pulang. Sementara Sofi masih menunggu Sofyan yang ada urusan di dalam.

**

Amara terbaring di kamar, dia sudah berkali-kali ke kamar mandi. Perutnya mual sekali, bahkan dia enggan untuk makan.

Lusi terkejut saat melihat Amara di rumah, dia mendekati Amar di kamarnya.

"Sayang, kamu sakit?" tanya Lusi.

"Iya, Ma. Dari pagi Amara mual terus padahal perut sudah kosong," jawab Amara.

"Ya sudah, nanti Mama belikan obat," kata Lusi lalu keluar dari kamar Amara.

Lusi pergi ke apotik terdekat dia membeli obat pereda mual. Setelah dapat, dia langsung menyuruh Amara meminumnya.

Selesai minum obat, Amara tidur. Dia merasa sedikit baikan. Dia tidur dengan lelap sekali.

"Anak ini kenapa pucat sekali, badannya juga tidak panas," kata Lusi sambil mengecek suhu badan Amara.

Lusi kembali ke kantor, dia pesan pada pembantunya agar menjaga Amara.

**

Sabila bercerita pada Rani tentang penerawangan Sofi. Rani juga sependapat dengan Sabila agar tidak langsung percaya sebelum ada bukti nyata.

Rani sebenarnya kasihan pada Amara jika apa yang dikatakan Sofi benar. Pasti itu akan membuat Amara terpuruk.

"Ma, apa secepat itu ya karma berbalik pada pelaku," kata Sabila.

"Entahlah, namun Mama bersyukur kamu dijauhkan dengan orang seperti Jordi itu," ucap Rani.

Sabila mengerti kekhawatiran Rani. Dia sendiri bersyukur Allah telah menjauhkan Sabila dari Jordi. Namun, jika Amara mengalami hal itu, Sabila sangat iba.

Malam ini, Sabila bercerita dengan Rani. Hingga kantuk menyelimuti, tidak terasa sudah mau tengah malam. Sabila segera masuk ke kamar.

**

Pagi yang cerah, Sabila terbangun dan langsung mandi. Dia akan menjalani aktivitas kembali menjadi murid teladan.

"Sabila, ayo makan!" ajak Rani saat Sabila tengah memakai baju seragam.

Sabila senang keluarganya sangat memperhatikan dia. Terlebih sang Mama, dia selalu mewanti-wanti agar Sabila waspada.

Sabila sudah rapi, dia keluar kamar sambil menenteng tas. Sabila duduk sementara yang lain sudah mulai makan.

"Semalam ternyata Lusi nelfon aku, tetapi ponsel aku tertinggal di kamar," kata Rani.

"Mau bicara apa, Ma?" tanya Sabila.

"Dek, aku harap kamu jangan dekati Amara lagi," kata Fahmi.

"Mama nggak tahu. Memangnya kenapa Fahmi?" tanya Rani.

"Aku nggak suka, anak itu sudah berubah," jawab Fahmi.

"Aku ngerti maksud Kak Fahmi," kata Sabila.

Sabila ke sekolah diantar Fahmi, dia sudah berada di dalam kelas. Sofi dan yang lain belum datang.

Amara masuk ke kelas. Dia cuek pada Sabila, begitu juga Sabila. Dia masih sakit hati dengan perlakuan Amara padanya.

Sofi yang baru saja datang langsung duduk di dekat Sabila. Sofyan hendak duduk tetapi Amara mendekatinya.

"Pulang sekolah mau nggak antar aku," kata Amara.

"Maaf nggak bisa," tolak Sofyan.

Sofi mendekati Amara, dia langsung menarik tangan Amara dengan kasar.

"Masih nggak punya malu kamu, berani sekali menggoda pacar aku di depan aku," ucap Sofi.

"Alah, baru punya pacar kaya dia aja sombong. Aku bisa dapat yang lebih baik dari dia," bantah Amara.

"Oh ya, buktikan!" seru Sofi. "Lihat aja nanti, mana ada cowok yang mau dekat sama kamu," kata Sofi.

"Sayang, Udahlah. Jangan ribut!" larang Sofyan.

"Aku nggak suka cara dia, suka merebut pacar orang," bantah Sofi.

Amara kesal, dia mengamuk. Dia memukul Sofi. Sofi yang tidak terima langsung membalasnya. Sabila segera melerai Sofi, sementara Sofyan melerai Amara.

"Jalang kamu!" teriak Amara. "Kamu kira Sofyan suka sama kamu. Kamu hanya pelampiasan dia saja setelah aku tolak," ucap Amara.

Sofi geram, dia kembali memukul Amara. Amara juga membalas, Sabila tidak kuat memegangi Sofi karena dia terlalu kuat.

Semua siswa menonton pertengkaran Amara dan Sofi. Bahkan mereka banyak yang merekam kejadian ini. Amara terus mengumpat pada Sofi.

"Dasar jalang suka barang tolakan," umpat Amara. "Lihat aja nanti, kamu pasti kena batunya," kata Amara marah.

"Kamu yang jalang, dasar wanita ular," teriak Sofi. "Hidupmu sebentar lagi akan sengsara," lanjut Sofi.

Bu guru sudah datang. Mereka di panggil ke ruang guru. Sabila tidak menyangka Sofi seberani itu pada Amara.

"Aduh Amara selalu bikin masalah. Udah jelas dia salah malah sok nggak tahu," kata Dewi.

Sementara Amara dan Sofi berada di ruang guru. Mereka masih saling sinis.

"Apa yang membuat kalian bertengkar?" tanya Bu Nining.

"Amara, Bu. Dia menggoda Sofyan padahal Sofyan udah menolak," jawab Sofi.

"Nggak Bu, dia aja yang cemburu buta. Dia kira aku nggak bisa punya pacar apa," bantah Amara. "Mereka pacaran, Bu. Harusnya sekolah ini melarang pacaran satu sekolahan ," ucap Amara.

"Amara sudah ngomongnya?" tanya Bu Nining. "Ini surat berikan pada orang tua kalian," kata Bu Nining.

"Surat apa ini, Bu?" tanya Sofi.

"Surat panggilan untuk kedua orang tua kalian." Bu Nining lalu diam.

"Kalau udah aku pamit, Bu," kata Amara sinis padahal dia berbicara dengan gurunya.

Baru saja Amara berjalan beberapa langkah, tiba-tiba dia terjatuh di lantai. Dia tidak sadarkan diri, Bu Nining panik. Amara terlihat sangat pucat sekali.

Sabila berharap Amara baik-baik saja. Namun, Amara tidak kunjung sadar. Pihak sekolah mulai panik, sehingga Amara dibawa ke klinik terdekat.

"Maaf, kalian menunggu saja diluar," kata Dokter. Wali kelas Sabila menelfon Lusi namun tidak diangkat.

Dokter sudah keluar, saat itu Lusi sudah datang.

"Dengan orang tua Amara?" tanya Dokter.

"Saya, Dok," jawab Lusi.

"Mari ikut saya, Bu!" ajak Dokter pada Lusi.

Lusi menyuruh wali kelas Amara kembali ke sekolahan. Dia mengucapkan terima kasih.

"Bagaimana keadaan putri saya, Bu?" tanya Lusi pada Dokter.

"Putri anda hamil,Bu," jawab Dokter.

"Apa???" Lusi seketika jatuh pingsan.