Chereads / Penghianat Itu Sahabatku / Chapter 20 - Pertemuan Tak Terduga

Chapter 20 - Pertemuan Tak Terduga

Amara melihat Jordi dengan seseorang masuk ke cafe. Amara segera mendekati mereka.

''Jordi, aku mau bicara," kata Amara.

Jordi tampak terkejut melihat Amara di depannya. Amara menarik tangan Jordi menjauhi temannya.

"Lepaskan!" bentak Jordi.

"Kenapa kamu menghindari aku? Kenapa kamu sebarkan fotoku? Foto di tempat Kian waktu itu? Kamu menjualnya sebagai iklan alat itu kan?" Amara memberondong pertanyaan pada Jordi.

"Hahhaha Amara, kamu terlalu polos." Jordi menertawakan Amara. "Kamu tidak tahu kalau kamu itu hanya ku manfaatkan," kata Jordi.

"Gila kamu," teriak Amara. Semua orang melihat ke arah Amara dan Jordi. "Semua pasti karena Sindi, iya kan?" tanya Amara kesal.

"Iya, Sindi lebih dari kamu," jawab Jordi. "Dia lebih segalanya, jadi aku tinggalkan kamu," kata Jordi. "Jangan ganggu aku lagi," ucap Jordi.

Amara kesal, dia terus memukul Jordi hingga dia merasa capek sendiri. "Aku benci kamu Jordi, pantas Sabila tidak mau dengan kamu," bentak Amara.

"Diam, jangan permalukan dirimu," kata Jordi hendak pergi tetapi Amara menghentikannya.

"Tanggung jawab kamu, Jordi," kata Amara.

"Hahahha." Jordi tertawa. Dia melepaskan pegangan Amara, lalu pergi dari cafe.

"Dasar playboy, kamu kira aku nggak bisa tanpa kamu," kata Amara.

Dewi mendekati Amara, "Ra, udah ah. Malu di lihat banyak orang. Apa kamu nggak malu?" tanya Dewi.

"Aku mau pulang," kata Amara lalu mengambil tasnya dan pergi. Dia meninggalkan Dewi. Dewi terpaksa pulang sendirian karena Amara meninggalkannya.

Dewi kesal melihat Amara yang sudah malu-maluin. Dia jadi tahu kalau Amara itu merebut Jordi dari Sabila.

**

Amara kesal, dia berjanji tidak akan mencari Jordi lagi. Rasa sakit hatinya sudah teramat dalam karena ulah Jordi.

"Jordi, aku bersumpah. Aku tidak akan mencari kamu lagi. Aku akan membuat kamu menyesal telah membuat aku malu." Amara mengatakan sumpahnya dengan penuh emosi.

Setelah sampai di rumah, dia hanya berdiam diri. Dia masih menyimpan dendam pada Jordi. Dia ingin Jordi mendapatkan hukuman yang setimpal dengan apa yang dia lakukan pada Amara.

"Ra, pulang-pulang kok cemberut?" tanya Lusi yang masuk ke kamar Amara.

"Udahlah, Ma. Jangan ikut campur urusan Amara," ucap Amara sinis. "Mama itu nggak tahu apa yang aku rasakan saat ini. Jadi mendingan Mama diem aja," kata Amara.

Lusi terpaksa keluar dari kamar Amara. Dia malas jika terus mendapatkan perlakuan sinis dari Amara.

Lusi seorang Ibu, tetapi Amara tidak pernah menghargainya. Dia lebih suka dekat dengan Surya karena terlalu dimanjakan oleh Surya.

"Kenapa? Amara marah?" tanya Surya saat Lusi masuk ke dalam kamar.

"Iya, ditanya baik-baik malah sinis," Jawab Lusi.

"Kamu terlalu keras sih sama Amara, makanya dia nggak suka sama kamu. Sama anak iti jangan terlalu keras," kata Surya.

"Aku keras demi kebaikan Amara. Dia sekarang suka membangkang. Wali kelasnya menelfon, dia kemarin membolos beberapa hari loh, Mas," kata Lusi.

"Itu wajar, yang penting nggak seminggu full," kata Surya.

"Mas, anaknya bolos kok malah dibelain. Harusnya kan Mas nasehati dia, karena Mas yang dia percaya," bantah Lusi.

"Alah jangan berlebihan, kamu kaya nggak pernah bolos aja waktu sekolah. Amara kaya gitu pasti ada yang dia tiru," bela Surya.

Lusi memilih diam, dia kesal bila harus berdebat dengan Surya. Dia selalu membela Amara, hingga anak itu tidak mau dinasehati orang lain.

**

Amara selalu saja diam saat bertemu teman-temannya. Berita Amara merebut Jordi telah menyebar, banyak teman yang mengucilkannya. Mereka perlahan mulai membenci Amara. Hanya Dewi dan sesekali Sofi yang mau dekat dengan Amara.

"Ra, sampai kapan kamu begini?" tanya Sofi.

"Entahlah, Jordi sudah merusak hari-hariku. Aku sangat benci dengan keadaan ini." Amara merasa semua adalah Jordi penyebabnya.

"Kamu sih terlalu percaya sama Jordi, sampai kamu sekarang ditinggalkan dia," ucap Sofi. "Sekarang kamu tahu kan, gimana kelakuan Jordi," ucap Sofi.

Amara meninggalkan Sofi, dia enggan untuk mendapat nasehat Sofi.

Sepulang sekolah Amara pergi keluyuran tanpa arah. Dia pergi ke mall seorang diri.

"Apa? Jordi sekarang jadi milikmu?" tanya seseorang.

Amara mendengarnya, dia mulai penasaran. Dilihatnya ada tiga cewek sedang memilih baju. Amara mendekati mereka saat melihat Sindi ada bersama mereka.

"Sindi, perebut pacar orang," bentak Amara menarik paksa tangan Sindi.

"Eh ada anak kecil ingusan bekasnya Jordi," ledek Sindi. "Ngapain marah? Karena udah ditinggal Jordi?" tanya Sindi.

"Eh Sindi, jangan sok kamu ya. Kamu akan tahu akibatnya berpacaran dengan cowok playboy seperti Jordi. Aku harap dia akan meninggalkan kamu juga setelah dapat yang lebih dari kamu," ucap Amara.

"Jordi, ninggalin aku? Nggak akan. Jordi itu udah terikat sama aku, jadi dia nggak akan berani macam-macam sama aku," kata Sindi dengan percaya diri.

"Percaya diri sekali kamu, apa kamu kira dengan tidur dengan dia, kamu akan miliki dia seutuhnya? Tidak Sindi, dia akan membuang kamu setelah dia bosan," ledek Amara.

Kedua teman Sindi menatap Sindi, kenyataan baru saja mereka ketahui. Sindi rela tidur dengan Jordi demi cintanya pada Jordi.

"Sindi, apa benar yang dia katakan?" tanya salah satu teman Sindi.

"Kalian jangan percaya, dia hanya iri padaku. Jordi memilih aku dari pada dia," kata Sindi menunjuk Amara.

Mereka mengangguk percaya dengan apa yang dikatakan Sindi.

"Anak kecil, lebih baik kamu pergi, sebelum aku permalukan kamu di sini," kata Sindi mengusir Amara. "Dasar model alat pemuas," bisik Sindi di telinga Amara.

Amara kesal, ternyata bukan hanya Sofyan yang tahu. Sindi juga tahu dan sebentar lagi banyak orang yang tahu hal ini. Amara akan sangat malu jika itu sampai di keluarganya.

"Bagaimana masih belum mau pergi?" tanya Sindi. "Mau aku perlihatkan semua?" tanya Sindi setengah mengancam.

"Jangan, jangan lakukan itu Sindi. Aku mohon, jangan buat aku malu," jawab Amara ketakutan.

Amara terpaksa mundur, dia meninggalkan Sindi dan kedua temannya itu. Amara kesal karena dia menjadi lemah. Padahal sekuat apapun Amara menyembunyikan semua pasti akan ketahuan juga.

Amara berjalan gontai dia menjadi tidak semangat untuk jalan-jalan lagi. Dia duduk di kursi dengan wajah yang cemberut.

Amara merasa sedih, dia tidak dapat membendung air matanya lagi. Dia merasa bersalah karena sudah mengikuti kata Jordi. Penyesalannya kini sudah terlambat, hidupnya sudah dibuat malu oleh perbuatan Jordi.

"Ah aku melihat seseorang menangis. Pasti dia sedih karena ditinggal kekasihnya." Sindi meledek Amara.

Amara emosi dia langsung menampar wajah Sindi dengan kasar. Seketika wajah Sindi memerah, dia memegang pipinya yang terasa panas.

"Dasar!" umpat Sindi hendak membalas tamparan Amara. Namun, tangan Sindi dihalangi seseorang. Sehingga tidak mengenai Amara.

Amara melihat siapa cowok yang menolongnya. Dia terkejut saat melihat siap cowok itu.

"Sofyan," ucap Amara lalu memeluk Sofyan dengan erat. Dia menangis dipeluk Sofyan.

Sindi mematung melihat Amara memeluk orang lain. Di kejauhan seseorang melihat kejadian tersebut. Dia meneteskan air mata.