Ditengah kebingungan Sabila karena ditertawakan, datang Aini. Dia membawa kue untuk Sabila.
"Bude, Mira pacaran sama Yoga, kan nggak boleh ya," kata Sabila pada Aini. Aini yang baru datang bingung.
"Ya memang nggak boleh, mereka kan saudara," ucap Aini.
"Pantas mereka ketawain aku," sungut Sabila. "Bude, makasih kuenya enak," kata Sabila.
"Sama-sama, makanya sering main ke rumah. Bude kan sering buat kue. Apalagi akhir-akhir ini banyak yang pesan," kata Aini.
"Mama," panggil Sabila.
"Apa sayang?" tanya Rani.
"Kalau aku sama Krisna saudara nggak?" tanya Sabila.
"Saudara, tapi nggak saudara kaya sama Yoga," jawab Rani.
"Lalu Krisna saudara apa?" tanya Sabila.
"Saudara jauh," sahut Anis.
Sabila hanya menganggukkan kepala, tanda dia mengerti.
**
Amara harus mencari Jordi, dia tidak ingin nama baiknya tercemar. Jordi pergi entah kemana, Amara tidak tahu rumahnya. Dia juga ingin mencari Sindi. Sebelum mencari Sindi, dia akan menemui Fahmi.
"Semoga Kak Fahmi mau ngasih tahu," kata Amara. "Sebenarnya aku malu ketemu Kak Fahmi, tapi bagaimana lagi," ucap Amara.
Amara sengaja mendatangi rumah Fahmi, beruntung Fahmi berada di rumah. Namun, sikapnya sangat ketus pada Amara.
"Kak tolong kasih tahu alamat Sindi," pinta Amara. "Aku ingin mencari keberadaan Jordi," tambahnya.
"Maaf aku tidak ada urusan dengan Sindi lagi," ucap Fahmi ketus. "Jika ingin cari Sindi jangan kemari. Aku bukan siapa-siapa dia lagi," kata Fahmi.
"Aku cari kemana, Kak?" tanya Amara terus merengek. "Tolong Kak!" pinta Amara.
"Pergi dari sini! Aku tidak mau melihat kamu lagi," bentak Fahmi. Dia mendorong Amara hingga keluar rumah. Setelah itu pintu di tutup rapat-rapat.
"Kak Fahmi," teriak Amara.
Amara gagal mendapatkan alamat Sindi, dia tidak tahu harus mencari kemana lagi. Amara berpikir untuk membuntuti Fahmi ke kampus, dia akan menemui Sindi di kampus.
Amara tidak menyalahkan Fahmi jika tidak mau memberitahunya. Mengingat kesalahan Amara yang sangat besar pada Sabila.
Entah sampai kapan Amara mencari Jordi. Dia tidak bisa menemukan jejak Jordi sama sekali.
**
Esoknya Amara rela bolos sekolah demi mencari Jordi. Dia datang ke kampus sindi.
"Kak, kenal Sindi nggak? Itu loh yang pacarnya Jordi?" tanya Amara pada salah satu mahasiswi.
"Oh dia, kenal lah. Tapi kita nggak sejurusan. Coba kamu tanya Fahmi," jawab mahasiswi itu.
"Udah tapi nggak mau ngasih tahu." Amara merasa sedih.
"Tapi aku beberapa hari ini nggak lihat Sindi, Jordi juga nggak kelihatan dech," ucap salah satu mahasiswa tadi.
"Terimakasih kak, Infonya," kata Amara.
Dia berkeliling, tetapi jawaban mereka sama. Jordi dan Sindi sudah beberapa hari tidak kelihatan. Itu tandanya mereka pergi berdua.
Fahmi melihat Amara berkeliaran di kampusnya. Dia merasa puas melihat Amara dicampakan Jordi.
"Karma itu selalu ada Amara," ucap Fahmi hendak pergi.
"Kak Fahmi." Amara mendekati Fahmi. Terpaksa Fahmi menghentikan langkahnya. "Kak bantu aku," ucap Amara.
"Tidak, aku justru senang melihat kamu ditinggalkan Jordi. Ternyata Jordi meninggalkan kamu dan memilih Sindi," kata Fahmi sinis.
"Kak, aku memang salah. Aku merebut Jordi dari Sabila. Tapi aku ada masalah penting yang harus aku selesaikan dengan Jordi," kata Amara.
"Itu masalah kamu sama Jordi, jadi Jangan libatkan aku. Cari sendiri Jordi sebisa kamu." Fahmi meninggalkan Amara.
Amara tidak bisa lagi memaksa Fahmi, kebencian Fahmi tidak akan mudah terobati setelah apa yang menimpa Sabila.
**
Semakin hari keadaan Sabila semakin membaik, dia mulai mau berbicara dengan laki-laki meskipun masih sebatas keluarga. Dengan laki-laki lain dia hanya memilih yang kenal saja.
"Sabila mau ke rumah Bude Aini. Mau bantu buat kue," kata Sabila.
"Boleh saja, asal jangan merepotkan Aini," kata Rani.
"Tidaklah, aku kan datang untuk membantu," ucap Sabila.
Dia membawa sepeda motor milik Anis ke rumah Aini. Dia di sana membantu Aini membuat kue. Krisna yang sedang libur kuliah juga membantu Aini.
"Krisna, kamu nggak malu bantu Ibumu?" tanya Sabila saat mereka tengah membantu Aini.
"Tidaklah, kenapa harus malu? Aku bisa sekolah sampai kuliah juga karena Ibu jualan kue. Kalau ngandelin gaji Bapak mana cukup," jawab Krisna.
Krisna senang, Sabila mulai mau berbicara lahi dengannya. Walaupun seperti ada jarak diantara mereka.
"Kalian Jangan mengobrol terus, ini yang sudah matang tolong antar ke rumah Bu RT. Kalian yang antar pakai motor kamu, Kris," kata Aini.
"Siap Bos!" seru Krisna.
Sabila berboncengan dengan Krisna, mereka menuju rumah Bu RT. Rumah Bu RT melewati rumah Mbah Sanah sehingga Rani bisa melihat mereka lewat.
"Nis, tadi aku lihat Sabila boncengan dengan Krisna. Itu tandanya dia sudah bisa menerima laki-laki selain keluarganya," kata Rani.
"Alhamdulillah, Mbak. Semoga Krisna bisa membantu memulihkan Sabila," kata Anis.
Sementara itu, di rumah Bu Rt Sabila menurunkan kue pesanan Bu RT. Bu RT yang sering melihat Sabila tahu kalau dia cucu Mbah Sanah.
"Alhamdulillah, Dek Sabila sudah mau keluar rumah. Bisa jalan sama laki-laki juga," kata Bu RT.
"Iya, Bu," kata Krisna. Sabila hanya tersenyum.
"Eh Sabila cucunya Mbah Sanah bukannya stres ya. Kok sekarang udah sembuh," celetuk Ibu-ibu yang lewat depan rumah Bu RT.
"Maaf, Bu. Sabila tidak stres hanya phobia saja sama laki-laki. Alhamdulillah sekarang sudah sembuh, nyatanya dekat sama saya dia tidak marah," bela Krisna.
"Alah, tetap aja pernah stres," bantah Ibu tadi.
"Lebih baik Ibu pergi, dari pada bikin suasana hati saya panas," usir Krisna.
"Udah, Bu. Pergi sana!" suruh Bu RT. Ibu itu pergi, "Jangan di dengerin Sabila, mulutnya memang begitu. Nggak pernah sekolah," kata Bu RT.
Sabila hanya tersenyum, mereka lalu pulang. Sampai di rumah Sandi sudah pulang. Krisna memberikan uang dari Bu RT pada Aini.
Sabila duduk di depan rumah sambil melihat sepeda motor yang lalu lalang di depan rumah Aini.
"Bila belum mau pulang, kan?" tanya Aini.
"Belum, Bude. Nanti kalau pulang pasti ngomong," jawab Sabila.
Di dalam Krisna bercerita pada Aini perihal ucapan Ibu-Ibu di rumah Bu RT tadi. Aini senang, Sabila tidak tersulut emosi saat dibilang stres.
Sabila hendak masuk ke dalam rumah, begitu juga dengan Krisna yang hendak ke depan menyusul Sabila. Karena lengah, mereka tabrakan.
"Aduh, sakit!" ucap Sabila memegang dahinya yang kejedot dada Krisna.
"Maaf, nggak tahu kalau kamu mau masuk. Tadi aku meleng karena sambil lihat jam dinding," kata Krisna.
"Iya tidak apa-apa, aku mau pamit pulang," kata Sabila.
"Krisna, kalau Sabila pulang ambilkan kue yang di plastik hitam," teriak Aini dari dalam kamar.
Krisna mengambil kue, dia memberikannya pada Sabila.
"Ini kuenya!" kata Krisna menyodorkan kue untuk Sabila.
Sabila menerimanya, tanpa sengaja tangan mereka bersentuhan. Sabila langsung mengambil plastik tersebut.
"Hati-hati," kata Krisna pada Sabila yang berjalan ke arah sepeda motor. Sabila menoleh ke arah Krisna dan tersenyum. Tanpa dia sadari dia menabrak tiang rumah Krisna.
Krisna tersenyum melihat tingkah Sabila, sementara Sabila menahan malu.