Setelah makan, Amara tampak lebih kuat. Dia lebih fresh dari tadi saat saat dari pingsan.
"Apa yang kamu lakukan, sampai seharian lupa makan?" tanya Lusi.
"Ma, dia baru sembuh. Jangan diberondong pertanyaan. Biarkan dia istirahat saja," ucap Surya.
"Papa kenapa selalu membela Amara, kita berhak tahu kemana dia pergi," bantah Lusi karena merasa Surya selalu membela Amara yang kelakuannya sudah kelewat batas.
"Amara, ke kamar sana istirahat!" perintah Surya. "Jangan dengarkan Mamamu," ucap Surya.
Amar berjalan ke kamar. Dia beruntung punya Papa seperti Surya yang memanjakannya. Surya selalu bisa diandalkan.
**
Rani tengah berbincang dengan Anis dan keluarganya. Sementara Sabila pergi dengan Mira naik sepeda motor. Mereka pergi ke pasar malam, mereka pergi berlima.
"Ini pukul berapa? Kenapa Mira sama Sabila belum pulang?" tanya Rani pada Anis.
"Pukul sembilan Mbak, mungkin sebentar lagi pulang. Kita tunggu saja," jawab Anis.
Tidak berapa lama mereka pulang, terdengar suara Sabila yang marah-marah. Anis dan Rani segera keluar.
"Dia jahat! Aku benci lihat laki-laki mesum," ucap Sabila sambil jalan ke dalam rumah. Dia tidak menghiraukan Rani dan Anis yang ada di dekat pintu.
"Mir, Sabila kenapa?" tanya Rani.
"Itu Bude, dia lihat ada laki-laki maksa nyium pacarannya. Sabila lihat, terus cowok itu dia tabok sama sandal wajahnya," jawab Mira.
"Ternyata traumanya kambuh lagi " ucap Anis.
"Mama, ada laki-laki jahat!" teriak Sabila di dalam kamar.
Rani masuk ke kamar, dilihatnya sekeliling kamar. Tidak ada siapapun kecuali Sabila yang duduk disudut lemari. Dia sepertinya bersembunyi.
"Mama, dia datang." Sabila memeluk Rani. "Sabila takut." Sabila mempererat pelukannya.
"Tenang sayang, laki-laki itu sudah pergi," kata Rani.
Sabila melepaskan pelukannya, Rani menutup pintu dan langsung mengajak Sabila tidur.
**
Kejadian itu terjadi selama tiga hari, Sabila terus ketakutan setiap melihat Omnya dan Yoga. Bahkan mereka tidak pernah berbicara pada Sabila.
Hampir setiap hari dia menutup diri dari laki-laki. Melihat film saja kadang dia marah-marah. Apalagi kalau adegannya si cowok nyakitin si cewek.
"Ihhh bikin malas nonton. Pengen aku bejek-bejek itu orang," omel Sabila saat menonton televisi. "Laki kayak gitu mah dibuang aja kelaut, kalau nggak gitu dikubur hidup-hidup saja biat kapok." Sabila terus marah-marah.
Rani terkadang tertawa mendengar Sabila mengumpat dengan nada kasar dan lucu.
"Kalau bikin emosi, mendingan main sana," kata Rani.
"Main kemana, Ma?" tanya Sabila.
"Bagaimana kalau kita ke rumah Bude Aini?" tanya Rani.
"Ada Krisna sama Bapaknya nggak?" tanya Sabila balik.
"Ya nggak tahu, siang gini pasti Krisna kuliah," jawab Rani.
Setelah dibujuk, Sabila mau ke rumah Aini. Di sana hanya ada Aini saja. Sehingga Sabila leluasa untuk bermain.
"Sabila tiga hari ini kambuh, dia mulai menjauhi laki-laki lagi," kata Rani.
"Kok bisa?" tanya Aini.
"Karena lihat cewek disakiti cowoknya jadi kayak gitu. Mas Dika dan Fahmi saja aku larang ke mari. Takut nanti malah bikin Sabila tambah takut," jawab Rani.
"Dia kaya trauma gitu ya sama laki-laki, padahal kemarin sudah sembuh," ucap Aini. "Semoga ada cara biar dia tidak takut sama laki-laki," kata Aini.
Mereka menemani Sabila yang sedang bermain ayunan di depan rumah Aini. Rani dan Aini sibuk sekali dengan obrolan mereka. Tanpa mereka sadari, Krisna pulang kuliah.
Padahal Krisna sudah masuk lewat pintu belakang tetapi Sabila tetap histeris.
"Dasar cowok mesum," omel Sabila. "Mama ayo pulang! Aku malas di sini!" ajak Sabila mendekati Rani.
"Kenapa pulang?" tanya Rani yang tidak tahu Krisna pulang. Aini melihat sepeda motor Krisna, itu tandanya Krisna sudah pulang lewat pintu belakang.
"Iya, ajak dia pulang saja. Dia sepertinya melihat Krisna," bisik Aini.
Rani melihat ke arah sepeda motor milik Krisna. Setelah itu mereka pulang, Rani tidak mau nanti Sabila marah lagi pada Krisna.
"Laki-laki mesum," omel Sabila.
"Siapa yang kamu maksud?" tanya Rani.
"Itu Krisna, dia melihat aku tanpa berkedip," jawab Sabila.
"Sayang, kan cuma lihat. Nggak nyentuh kamu, juga nggak ajak bicara kamu. Mungkin dia kaget kamu ada di rumahnya," ucap Rani. "Sampai kapan kamu menutup hatimu pada laki-laki? Bahkan saudara kamu sendiri kamu takut," kata Rani.
"Semua laki-laki itu sama, bejat." Sabila marah. "Mereka hanya mementingkan nafsu," ucap Sabila.
Rani selalu konsultasi dengan Dokter dan psikiater di kota. Bagaimana cara agar Rani normal kembali dan tidak takut pada laki-laki.
Sabila mengalami penyakit androphobia yaitu ketakutan abnormal yang dilakukan terus menerus terhadap kaum laki-laki. Dokter menyatakan agar Rani dan lingkungan sekitar membantu Sabila untuk berpikir positif terhadap laki-laki. Dan bertahap mengenal laki-laki terutama keluarganya.
"Ma, kenapa Papa sama Kak Fahmi tidak kesini? Ini kan akhir pekan?" tanya Sabila.
"Sayang, bagaimana mereka mau datang? Mereka kan ke sini untuk kamu, tapi kamu menutup diri pada laki-laki. Padahal mereka kangen sama kamu," jawab Rani.
"Iya Sabila, keluarga itu tidak akan menyakiti meskipun berbeda jenis," sahut Anis. "Lihat saja, Mira dan Yoga, mereka saling menyayangi. Meskipun mereka berbeda jenis. Jadi kamu sama Kak Fahmi harus saling menyayangi," tutur Anis.
"Kalau om Anwar bagaimana?" tanya Sabila.
"Sayang, Om Anwar sama kayak Papa. Dia itu sayang sama Tante Anis, yoda dan Mira. Mereka juga sayang sama saudara-Saudaranya termasuk Sabila. Kalau Papa sayang sama Mama, Kak Fahmi juga Sabila. Jadi Sabila jangan takut pada mereka," tutur Rani panjang lebar.
"Sayang itu apa?" tanya Sabila.
"Sayang itu ketika dua orang saling mencintai, menghormati dan mereka hidup bersama," jawab Rani.
"Kalau pernikahan?" tanya Sabila.
"Pernikahan itu dilakukan dua orang berbeda jenis. Tujuannya untuk saling mencintai dan menyayangi. Meskipun sebenarnya tanpa menikah mereka bisa saling menyayangi, tapi kalau bukan keluarga mereka harus menikah," jawab Rani.
"Kalau pacaran? Itu kan sama-sama dua orang berbeda jenis," kata Sabila.
"Pacaran itu hanya boleh dilakukan oleh orang yanh sudah cukup umur. Kalau masih sekolah kaya kamu, Mira dan teman-teman kamu ya nggak boleh pacaran. Pacaran itu lebih banyak sisi negatifnya dari pada sisi positifnya," jawab Anis.
"Oh jadi begitu, pacaran memang seringnya hal negatif yang dilakukan," ujar Sabila.
"Sabila sudah faham kan, jadi jangan takut sama laki-laki. Bermain, berteman sama laki-laki yang bukan keluarga boleh, asal jangan pacaran. Sebelum Sabila besar dan kerja sendiri," kata Rani.
"Kalau dia nyakitin kita bagaimana?" tanya Sabila. "Maksud aku laki-laki yang bukan keluarga kita?" tanya Sabila.
"Sabila bisa lapor ke Mama, Papa dan Kak Fahmi. Nanti biar kita yang urus," jawab Rani.
Sabila mengangguk tanda dia faham. Dia mulai berani berbicara sama Yoga dan Anwar meskipun tidak terlalu banyak.
"Mira, kamu masih kecil jangan pacaran," kata Sabila.
"Emang Mira pacaran sama siapa?" tanya Anis.
"Sama Yoga," jawab Sabila dengan polosnya. "Aku sering dengar Yoga bilang sayang sama Mira," lanjut Sabila.
Anis dan yang lain tertawa, Sabila malah bingung karena ditertawakan.