Semenjak Sabila sakit, penampilan Amara berubah. Dia sangat feminim, bahkan dia tidak pemalu lagi. Dia juga tampak lebih cantik dari biasanya.
"Amara, kamu berubah. Kenapa sejak sabila tidak ada kamu malah semakin cantik?" tanya Dewi.
"Mau gimana lagi, kan nggak ada yang ngalahin aku kalau nggak ada Sabila. Lagi pula Sabila udah gila," jawab Amara dengan percaya diri.
"Ya ampun! Masa segitunya sih! Aku kasihan sama dia. Apalagi kabarnya dia akan dikeluarkan dari sekolah," sahut Sofi.
"Iya, dia udah gila. Kasihan apaan sih, kan salah dia sendiri buat vidio kayak gitu," kata Amara. "Itu akibatnya kalau jual diri, ketahuan eh pura-pura gila." Amara semakin menjelek-jelekkan Sabila.
"Ra, kamu percaya Sabila melakukan itu? Kan kamu sahabat dia, Ra? Harusnya kau faham dia dong?" tanya Sofi.
"Mana dia mau cerita sama aku soal itu. Pasti dia takut aku marah," jawab Amara.
Amara menjadi primadona di kelas, setelah Sabila tidak ada. Banyak cowok yang mendekati Amara.
"Ra, kencan yuk!" ajak Sofyan. Dia sudah lama naksir Amara, namun tidak berani mengutarakannya.
"Aduh maaf ya! Aku udah punya cowok!" tolak Amara. "Lagi pula cowok aku tampan juga kaya. Bawanya mobil, kalau jemput aku," ucap Amara sombong.
"Alah baru aja bawa mobil, belum bawa pesawat," ejek Sofyan. "Yakin dia suka sama kamu? Jangan-jangan kamu cuma jadi mainan dia," kata Sofyan.
"Eh Sofyan, kamu berani yang nuduh-nuduh pacar aku. Aku bilangin dia, biar kamu di kasih pelajaran," ancam Amara.
Para teman Amara tidak suka dengan Amara yang sekarang. Dia pilih-pilih teman dan sombong. Dia hanya bertema dengan siswa yang kaya saja.
"Amara beribah, tapi berubahnya ke arah jelek," kata Dewi.
"Iya, dia tampak bebas setelah Sabila nggal ada," tambah Sofi.
"Alu dengar, Amara merebut cowok Sabila. Kamu udah pernah lihat cowoknya belum?" tanya Dewi.
"Belum, jadi penasaran aku. Amara tega banget sama Sabila. Harusnya dia sekarang jenguk Sabila dan kasih support biar cepat sembuh. Eh malah dia jelek-jelekin Sabila," ucap Sofi.
"Entahlah, aku nggak suka sama Amara," sahut Sinta.
Mereka tidak suka dengan sikap Amara yang sombong dan pilih-pilih teman. Bahkan dia terang-terangan bilang nggak mau berteman sama orang miskin.
**
Siang itu Lusi datang ke rumah sakit, dia menjenguk Sabila. Meskipun hubungan Sabila dan Amara tidak baik-baik saja, dia harus menjenguk Sabila.
"Eh jeng Lusi, sendirian jeng?" tanya Rani saat Lusi masuk ke ruangan Sabila dan Fahmi.
"Iya sendirian, Amara kan masih di sekolah." Lusi memeluk Rani lalu memberikan buah tangan pada Ranu. "Loh Fahmi sakit juga?" tanya Lusi.
"Iya, Jeng. Rumah habis kemalingan dan Fahmi dipukuli," jawab Rani.
"Gimana kabar Amara?" tanya Rani. "Sudah lama nggak nemuin Sabila. Apa karena Sabila depresi jadi dia takut?" tanya Rani sembari mengajak Lusi duduk di sofa.
"Amara berubah Jeng. Dia sekarang manja dan suka marah-marah. Sepertinya dia punya pacar, dia sering telat pulang sekolah." Lusi bercerita.
"Harus diawasi jeng, jangan sampai dia nggak terkontrol. Jadikan kejadian Sabila sebagai pengalaman. Dia padahal masih perawan, tapi banyak yang percaya dengan kabar yang beredar. Sampai mau dikeuarkan dari sekolah," kata Rani. "Tapi Alhamdulillah, Papaku udah ke sekolah meminta kompensasi hingga Sabila sembuh. Kan Sabila terbukti tidak melakukannya. Kami juga akan melakukan penyelidikan tentang vidio itu," lanjut Rani.
"Aku percaya Jeng, kalau Sabila nggak melakukan itu. Sabila anak yang baik," kata Lusi. "Aku justru khawatir sama Amara, dia sekarang suka pakai baju kurang bahan keluar rumah. Udah aku tegur, eh malah marah-marah. Padahal dulu sewaktu berteman dengan Sabila dia pendiam," kata Lusi.
"Sebagai orang tua kita harus waspada, Jeng. Kita nggak boleh lengah jaga anak kit. Lihat karena fitnah, Sabila jadi kayak gitu," kata Rani melihat kearah Sabila diikuti Lusi.
Sabila sedang beguman seorang diri. Sesekali dia tersenyum terkadang juga menangis. Lusi merasa iba melihat keadaan Sabila.
"Sabar ya, Jeng. Semoga Sabila dan Fahmi cepat sembuh!" ucap Lusi.
Lusi pamit pulang, dia harus kembali ke kantor. Masih banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan di kantor.
"Mama kenapa nggak cerita aja sama Tante Lusi, kalau Sabila dan Amara bertengkar? Dan Amara berpacaran dengan Jordi?" tanya Fahmi.
"Nggak ah, itu bukan urusan Mama. Mama hanya mau Sabila cepat sembuh." Rani duduk di dekat Sabila. Dia membelai lembut rambut Sabila.
**
Pulang sekolah, Amara di jemput Jordi. Dia mengenalkan Jordi pada teman-temannya terutama Sofyan.
"Nih kenalkan! Pacar aku namanya Jordi! Dia anak kuliahan!" kata Amara dengan manjanya.
"Wah pinter cari cowok kamu," puji Dewi.
"Ya iyalah, Amara gitu loh!" Amara percaya diri banget. Hingga membuat teman-temanmu risih. "Sofyan, kamu jangan mimpi bisa dekat sama aku," kata Amara.
"Ya, aku cuma berpesan. Hati-hati saja, wajah dia tampang playboy. Jangan nangis bombai kalau di sakiti," kata Sofyan lau meninggalkan Amara dan teman-temannya.
"Amara, apa benar, dia itu pacarnya Sabila yang kamu rebut?" tanya Sofi.
"Apa? Aku rebut Jordi dari Sabila? Kasian salah justru Sabila yang mau merebut Jordi dari aku. Tapi Jordi menolaknya," jawab Amara. "Mungkin karena itu juga dia jadi gila, iya kan sayang?'' tanya Amara pada Jordi.
"Iya, kalian jangan bilang Amara yang merebut saya dari Sabila. Tapi kenyataannya justru Sabila yang menggoda saya," jawab Jordi.
"Oh jadi gitu, kenapa beritanya beda ya," kata Dewi.
"Maklumlah, pasti ada yang iri dan memutar balikkan fakta," kata Jordi. "Udah dulu ya, aku mau antar Amara pulang," kata Jordi pamit.
Mereka naik mobil, setelah itu teman Amara pulang.
Dalam perjalanan, Amara senang Jordi membelanya. Dia merasa diatas awan karena dibela Jordi.
"Sayang, Terimakasih ya. Tadi kamu udah bela aku," kata Amara bergelayut manja pada Jordi yang menyetir.
"Iya sayang, aku kan sayang kamu," ucap Jordi.
Ponsel Jordi berdering, nama Sindi terlihat dilayar. Seketika Amara kesal, dua berharap Jordi tidak menganggaktnya. Jordi malah berhenti di tepi jalan.
Dia mengangkat panggilan Sindi, Amara tampak cemberut. padahal baru saja dia senang.
"Halo Sin, bagaimana? Apa kamu sudah siap?" tanya Jordi tanpa basa-basi.
"Iya, aku siap. Bagaimana kalau kita lakukan nanti malam di apartemen kamu. Kamu jemput aku, ya," kata Sindi.
"Oke nanti malam aku jemput kamu," kata Jordi lalu mematikan panggilan Sindi.
"Ngapain dia nelfon?" tanya Amara.
"Nggak cuma ngajak ketemu aja," jawab Jordi.
"Kamu mau lakuin itu sama dia?" tanya Amara kesal.
"Nggak sayang, hanya ngobrol biasa saja." Jordi membujuk Amara agar tidak cemburu. "Lagian aku nggak suka lagi sama dia. Biarpun dia telanjang di depan aku, aku nggak akan mau nyentuh dia," lanjut Jordi.
"Benarkah?" tanya Amara.
"Iya, kamu jangan khawatir," ucap Jordi mencium pipi Amara.
Dari cium pipi berujung dengan ciuman bibir.
"Amara," teriak seseorang di depan mobil Jordi.
Sontak Amara dan Jordi melihat ke depan.