Sindi langsung mendekati Amara, dia menjambak rambut panjang Amara, hingga dia kesakitan.
"Sayang, tolong aku!" pinta Amara memegang rambutnya. "Sakit!" teriak Amara.
Jordi mendekati Sindi dan melepaskan tangan Sindi dari rambut Amara. Dia memarahi Sindi yang telah menyakiti Amara.
"Kamu bukan pacarku lagi, jadi jangan ke sini lagi," bentak Jordi.
Fahmi mendekati Sindi, "Ayo kita balik! Aku nggak enak badan!" ajak Fahmi namun tidak digupris Sindi.
"Jordi, aku masih mencintai kamu. Apa istimewanya dia?" tanya Sindi sambil menunjuk Amara yang merapikan rambutnya dengan tangan.
"Dia lebih segalanya daripada kamu. Jadi jangan mengharapkan aku lagi!" bentak Jordi.
"Jordi milikiku! Jadi jangan ganggu dia lagi," kata Amara pada Sindi.
"Kamu merebutnya dariku. Kamu pelakor!" teriak Sindi. "Aku tidak akan membiarkan kamu memiliki Jordi," bantah Sindi.
"Hahhaha." Tawa Amara. "Apa kamu tidak lihat? Jordi sudah tidak mau dengan kamu lagi." Amara tersenyum sinis.
"Sindi, balik aja. Nggak ada gunanya kamu disini," ucap Fahmi menarik tangan Sindi namun ditepis.
"Aku nggak akan pergi, aku sangat mencintai Jordi." Sindi masih ngotot.
"Dasar cewek nggak tahu malu," umpat Amara.
Fahmi baru tahu kalau Amara bisa judes juga. Padahal dulu waktu sering main ke rumah Sabila dia tampak pemalu dan jarang bicara.
"Pergi tuh, jangan ganggu kita lagi," bentak Amara.
Sindi marah, dia langsung mendekati Amara namun dihalangi Jordi. Fahmi hanya bisa melihat. Kepalanya pusing, dia tidak sanggup kalau melerai mereka.
Fahmi semakin kesana dengan Sindi. Sudah ditolak masih aja memohon pada pria playboy macam Jordi. Padahal banyak pria baik yang mau jadi pacar Sindi. Secara Sindi cantik, sayangnya kalau marah sikapnya arogan.
''Aku nggal akan mengalah dari kamu anak kecil. Aku akan merebut kembali Jordi. Jangan kira aku nggak bisa melakukannya," kata Sindi.
"Sindi, pulanglah! Aku nggak butuh kamu lagi," kata Jordi. "Aku sudah punya Amara yang jauh lebih segalanya dibanding kamu," kata Jordi.
"Apa yang dia berikan padamu? Sehingga kamu lebih memilih dia?" tanya Sindi.
"Adalah,kamu belum tentu bisa melakukannya," ejek Amara.
Sindi geram, dia mengepalkan kedua tangannya.
**
Di rumah sakit
Rani dan Dika menyiapkan Sabila untuk melakukan test nanti. Dika sengaja izin dari kantor sebab ingin tahu kebenaran tentang Sabila. Lagi pula Fahmi tidak bisa datang ke rumah sakit. Dia sibuk dengan kuliahnya.
"Sabila, kamu jangan mengamuk ya. Nanti akan diperiksa sama Dokter," kata Rani.
"Takut, Sabila takut. Nggak mau!" Sabila menolak.
"Sayang, nanti ada Dokter Anisa. Jadi Sabila jangan takut. Dokter Anisa kan baik, selama ini udah mengobati Sabila," bujuk Rani.
"Iya sayang, nanti juga ada Mama sama Papa, jadi jangan takut!" pinta Dika.
Sabila terdiam, dia seperti sedang berpikir. Testnya memang masih satu jam lagi. Jadi mereka mencoba membujuk Sabila agar mau test.
Ponsel Rani berdering, panggilan dari pembantunya. Rani mengangkat panggilan Bik Imah.
"Halo, Bik! Ada apa, Bik?" tanya Rani.
"Bu, semalam rumah kemalingan. Terus Den Fahmi dipukuli hingga babak belur," jawab Bik Imah.
"Apa? Kemaleman? Terus bagaimana sekarang keadaan Fahmi?" tanya Rani khawatir.
"Den Fahmi pergi kuliah, Bu. Semalam sudah Bibik obatin. Tapi tadi sepertinya masih sakit tapi memaksa pergi kuliah," jawab Bik Ijah.
"Apa saja yang diambil, Bik?" tanya Rani.
"Tidak banyak, Bu. Hanya beberapa Vas bunga mahal punya Ibu dan uang milik Mas Fahmi," jawab Bik Imah.
"Ya sudah, Bik. Bibik hati-hati di rumah. Nanti saya telfon Fahmi," kata Rani menutup telfon.
Dia bercerita pada Dika bahwa rumahnya semalam kerampokan namun tidak banyak yang dicuri. Hanya saja Fahmi babak belur.
"Ada-ada saja, kasihan Fahmi," ucap Dika.
Mereka menunggu waktu test tiba, sambil terus mengajak Sabila berkomunikasi.
**
Sindi benar-benar membuat Fahmi muak. Anak itu masih ngotot tidak mau pulang. Padahal Fahmi sudah tidak tahan karena perutnya sakit.
"Ayo katakan! Apa yang dia berikan padamu?" tanya Sindi menantang Jordi.
"Kamu yakin bisa?" tanya Jordi menerima tantangan Sindi.
"Apa sih yang nggak akh bisa," ucap Sindi percaya diri.
"Sayang, kamu apa-apaan sih." Amara merasa takut jika Jordi berpaling darinya.
"Apa? Kamu takut Jordi kembali padaku?" tanya Sindi. "Makanya jangan berani-berani denganku," ledek Sindi. "Ayo katakan!" perintah Sindi pada Jordi.
Jordi mendekati Sindi dan membisikkan ditelinganya agar Fahmi tidak dengar. Sindi mengerutkan kening.
''Oh itu, aku juga bisa. Kamu mau kapan?" tanya Sindi menantang.
"Sayang, jangan!" larang Amara tampak khawatir.
"Nanti aku beritahu kamu," kata Jordi pada Sindi.
"Sayang, kamu kok gitu sih!" bentak Amara marah. "Kamu juga, Jordi kan udah milik aku, kamu masih ganggu aja," bentak Amara pada Sindi.
"Kamu yang mengambil dia dari aku. Jadi aku akan ambil balik dia dari kamu," ucap Sing tersenyum. "Akan aku buktikan, aku lebih baik dari dia," kata Sindi.
"Iya, aku tunggu. Kalau tidak lebih baik dari dia, jangan ganggu aku lagi," kata Jordi.
"Jordi, aku nggak akan kalah dari anak kecil seperti dia," ucap Sindi. "Akan aku buktikan, tapi tidak sekarang! Atau kamu mau sekarang? Di depan dia?" tanya Sindi penuh menantang.
Fahmi memegangi perutnya, dia sudah tidak peduli dengan apa yang mereka bahas saat ini. Dia hanya merasa sakit dibagian perutnya.
"Bagaimana Jordi? Mau sekarang? Di depan dia?" tanya Sindi.
"Sayang, jangan! Kamu milikku." Amara memeluk Jordi dan tidak ingin melepaskannya.
Sindi menarik tangan Jordi, hingga mereka berdekatan dan pelukan Amara terlepas.
"Apa kamu mau sekarang?" tanya Sindi.
Amara menarik Jordi, mereka saling tarik menarik Sindi di tangan kiri Jordi dan Amara di tangan kanan. Fahmi samar-samar melihat mereka memperebutkan Jordi.
"Sayang, aku sayang kamu. Jangan sama dia, aku akan lakukan apapun buat kamu," kata Amara.
"Sudah-sudah," kata Jordi sambil melepaskan kedua tangannya dari Sindi dan Amara. "Kalian jangan bikin aku pusing. Sindi, kita bisa melakukannya lain kali," kata Jordi.
"Sayang aku nggak rela," rengek Amara manja. "Aku sayang kamu, kamu milikku," kata Amara memeluk Jordi.
"Sindi, pulanglah!" perintah Jordi.
Fahmi sudah tidak kuat lagi, matanya berkunang-kunang. Dia sudah tidak bisa melihat apapun. Hanya bisa mendengar suara Sindi dan Amara yang masih merebutkan Jordi.
"Sial! Mereka nggak ngerti keadaanku," batin Fahmi kesal.
Fahmi melangkah, namun tiba-tiba dia terjatuh ke lantai.
Sindi panik saat melihat Fahmi jatuh, "Jordi tolong antar kami ke rumah sakit!" pinta Sindi.
"Maaf aku nggak bisa. Aku telfon pegawai sini saja untuk membantu kamu," kata Jordi lalu menelfon seseorang.
Sindi membawa Fahmi ke rumah sakit yang sama dengan Sabila. Biar dia dengan mudah memberitahu orang tua Fahmi.
Saat Fahmi di bawa melewati koridor, Rani dan Dika sedang lewat.
"Mas, itu Fahmi dengan temannya," teriak Rani panik.