Chereads / Penghianat Itu Sahabatku / Chapter 6 - Negosiasi

Chapter 6 - Negosiasi

Sindi keluar begitu saja, Fahmi menyusulnya. Berharap dia bisa mengerti dan menjauhi Jordi setelah kejadian ini.

"Sindi, tunggu!" teriak Fahmi sambil terus mengejar Sindi. Hingga Fahmu bisa mencekal lengannya.

"Lepaskan! Aku mau pulang!" bentak Sindi. "Kamu selalu menjelekkan Jordi di depanku," kata Sindi.

"Baiklah aku antar kamu sampai dapat taxi," kata Fahmi menggandengnya ke depan rumah sakit.

"Jika kamu tidak mempercayaiku, ya sudah. Aku tidak memaksa," ucap Fahmi lalu menghentikan taxi untuk Sindi.

Fahmi memastikan Sindi masuk ke dalam taxi dan pulang dengan selamat. Setelah itu Fahmi kembali ke ruangan Sabila.

Ternyata ada tamu, mereka dari sekolah Sabila. Fahmi yakin mereka tahu Sabila sakit.

"Bu Rani, bagaimana sekolah Sabila kalau keadaannya begini?" tanya wali kelas Sabila bernama Bu Rini.

"Entahlah, Bu. Kami sekarang berusaha mengobati trauma Bila. Kami mohon doanya agar Bila cepat sembuh," jawab Rani.

Fahmi duduk di samping Sabila yang tertidur. Dia kasihan melihat tubuh adiknya yang semakin kurus.

"Soal vidio itu sudah menyebar, Bu. Kami pihak sekolah dituntut oleh orang tua murid untuk mengeluarkan Sabila," kata Kepala sekolah Sabila Pak Hadi.

"Saya faham, Pak. Tapi tolong jangan keluarkan Sabila. Dia pasti akan bertambah depresi kalau tahu dia di keluarkan dari sekolah," jawab Rani.

Fahmi setuju dengan Rani, Sabila tetap butuh sekolah.

"Kalau begitu lakukan cara yang membuktikan Sabila bukan pelaku dalam vidio, Bu." Bu Rini menimpali.

"Iya, Bu. Kami belum berpikir ke sana. Kami masih fokus pada pemulihan Sabila," kata Rani.

"Saya akan buktikan, Bu. Kalau Adik saya tidak bersalah. Jangan keluarkan dulu Adik saya. Aku yakin ini hanya ulah orang yang iri dengan Sabila," sahut Fahmi yang sedari tadi diam. "Saya punya teman ahli IT, dia sedang menyelidiki vidio editan itu," kata Fahmi meyakinkan.

"Baiklah, kami tunggu, Nak," ucap Bu Rini.

"Semoga Sabila segera sembuh, Bu. Kita pamit dulu, hari sudah sore," kata Pak Hadi lalu berpamitan bersama Bu Rini.

Rani mengantar mereka hingga ke lobi rumah sakit. Fahmi menunggui Sabila yang masih tertidur. Fahnu merebahkan tubuhnya. Dia masih teringat Sindi yang tidak mempercayainya.

"Terserah kamu lah, aku mengingatkan. Aku sudah tidak lagi peduli padamu Sindi," ucap Fahmi pelan.

Rani sudah kembali, dia pamit akan ke butik. Sementara Fahmi tidur di sofa.

**

Pukul 16.45 Dokter memeriksa Sabila, namun sepertinya belum ada perkembangan.

"Dek, kenapa dia sampai depresi?" tanya Dokter pada Fahmi.

"Ada orang yang mengfitnah dia telah menjual diri, Dok. Lalu orang itu juga menyebarkan vidio yang wajahnya mirip Sabila. Dia dihujat di sekolah dan lingkungan sekitar serta di media sosial. Jadi itu dia tertekan," jelas Fahmi pada Dokter cantik itu.

"Apa kalian sebagai keluarga percaya?" tanya Dokter.

"Tidak, Dok. Kami sangat yakin bahwa Sabila tidak melakukan itu," jawab Fahmi mantap. "Tadi gurunya datang, katanya mau mengeluarkan Sabila dari sekolah. Tapi kami menolak, kami takut dia tambah depresi. Lalu kami nego, pihak sekolah meminta kami membawa bukti kalau Sabila bukan pelakunya," tutur Fahmi panjang lebar. Dokter itu memahami keadaan Sabila.

"Saran saya lakukan tes keperawanan, mumpung dia sedang di rawat. Itu bisa membuktikan semua," usul Dokter. "Lagi pula vidio bisa dimanipulasi sekarang ini," lanjutnya.

"Baik, Dok. Akan saya diskusikan dengan keluarga usul Dokter. Terimakasih ya, Dok!" ucap Fahmi.

Dokter itu bernama Anisa, Dokter cantik, berhijab dan sangat sopan. Dia yang menangani Sabila saat ini.

**

Pukul 19.15, Rani dan Dia ke rumah sakit, mereka membicarakan perihal saran Dokter Anisa.

"Kalau itu bisa membuktikan, kita lakukan saja. Setelah itu kita bawa Sabila ke kampung agar dia lebih nyaman dan cepat pemulihannya," kata Rani.

"Iya, Papa akan segera menemui Dokter," kata Dika lalu beranjak menemui Dokter Anisa.

Fahmi dan Rani menemani Sabila, dia terbangun dan memainkan selimutnya. Dia masih terdiam.

Ada pesan masuk dari Sindi, Fahmi hanya membacanya enggan untuk membalas.

[Fahmi, aku melihat Jordi dengan seorang wanita.]

[Apa yang kamu bilang selama ini benar, Jordi memang playboy.]

Fahmj taruh ponselnya ke dalam tas, lalu Fahmi mendekati Sabila. Dia terlihat sangat lesu.

"Dek, ini Kak Fahmi," ucap Fahmi.

"Fahmi," kata Sabila pelan bahkan hampir tidak terdengar. Namun Fahmi bisa tahu dari gerak bibirnya.

"Cepat sembuh ya, Dek. Setelah ini kita akan ke rumah si Mbah. Kamu ingat nggak? Aku dan kamu pernah main di sungai dekat rumah si Mbah?" tanya Fahmi mercoba memancing ingatan saat kami bahagia.

Tangan Sabila memeragakan saat bermain air. Dia seakan-akan mencipratkan airnya ke Fahmi. Fahmi pun membalasnya.

"Air, aku mau main air," kata Sabila.

"Besok, setelah pemeriksaan kita pulang saja. Kita main air di kolam rumah kita," bujuk Fahmi.

"Aku mau air, main air Kak," ucapnya dengan memanggil Fahmi Kak, itu tandanya dia masih ingat Fahmi kakaknya.

"Iya, kita ke kamar mandi ya." Fahmj menuntun dia dan membawanya ke kamar mandi.

Dia memainkan air dan mencipratkannya ke arah Fahmi. Fahmi membalasnya. Sabila tertawa melihat Fahmi basah.

"Sabila, kakak basah nih," seru Fahmi.

"Sabila udah ya main airnya, itu Papa datang!" bujuk Rani.

Sabila malah menciprati Rani dengan air. "Sabila...jangan Mama nanti basah!" teriak Rani.

Fahmi menuntun Sabila, Rani mengajak Sabila ke atas ranjang. Sedangkan Fahmi segera ganti baju.

"Bagaimana Pa? Kata Dokter Anisa?" tanya Rani.

Fahmi mendengarnya dari dalam kamar mandi. Fahmi keluar dengan baju yang kering.

"Dokter besok akan mendampingi Sabila. Dokter Anisa bisa memastikan Sabila tidak menolak," jawab Dika.

"Fahmi, kamu pulang saja. Biar Mama sama Pap di sini. Besok Papa berangkat dari sini saja," kata Dika pada Rani.

Fahmi menyetujui, Fahmi membawa baju kotor milik Sabila dan juga miliknya ke rumah. Biar pembantu nanti yang mencucinya.

Sepanjang perjalanan, Fahmi mengabaikan ponselnya yang terus berdering. Karena terganggu Fahmi memutuskan untuk melihatnya. Terpampang nama Sindi, di layar ponselnya.

"Halo, ada apa?'' tanya Fahmi.

"Aku mau bertemu dengan kamu," jawab Sindi.

"Maaf ini sudah malam, aku tidak bisa menemui kamu." Fahmi malas dekat dengan Sindi lagi.

"Kamu marah? Karena tadi siang aku tidak mempercayai kamu?" tanya Sindi kesal karena Fahmi menolak bertemu dengan dia.

"Bukan, aku capek. Udah ya aku mau tidur!" ucapnya bohong.

Fahmi memasukkan ponselnya ke dalam tas. Saat hendak melajukan sepeda motornya, Fahmi melihat sebuah mobil terparkir.

Fahmi mendekati mobil itu, dia memastikan benar atau tidak kecurigaannya. Setelah kecurigaannya benar. Dia buka pintu mobil yang tidak terkunci itu. Lalu dia menarik pria yang sedang mencium wanita itu keluar dari mobil.

Setelah di luar, Fahmi menonjok wajahnya beberapa kali hingga dia mengaduh.

"Bajingan kamu!" teriak Fahmi setelah puas memukulinya. "Dan kamu, tega kamu dengan Sabila." Fahmi ingin menamparnya tetapi dia wanita Fahmi malas meladeni dia. Lalu Fahmi meniggalkan mereka.

"Jordi," teriak Amara melihat Jordi terkapar di jalanan.